Sixteenth.

11.9K 520 3
                                    

Sudah 2 bulan semenjak kejadian itu. Kejadian yang seharus nya aku belum mau ngelakuin nya. Kalian pasti paham maksud ku apa.

"Huwek.. Huwek.." aku memuntah kan isi perut ku. Tapi, yang keluar hanya cairan bening.

"Yangg.. Kita ke dokter aja ya?" Aku hanya mengangguk.

Sudah 4 minggu ini aku selalu memuntahkan isi perut ku.

Kami berdua sudah sampai di Dokter. Aku mengantri beberapa nomor lagi.

"Nyonya Fay Avichayil Raymond." Nama ku di panggil. Tapi, rasa ingin muntah ku semakin menjadi-jadi.

"Kamu harus tahan Fay.." batin ku.

Aku duduk di ranjang itu. Dokter tersenyum pada ku. Aku membalas dengan senyum tipis.

Dokter itu menempel kan stetoskop ke perut ku yang masih terbungkus baju. Dokter itu tersenyum misterius. Kenapa dia?

"Selamat.. Kalian akan menjadi orang tua. Kemungkinan kandungan Nyonya Fay berumur 4 minggu. Terakhir kali anda PMS kapan nyonya?" Tanya dokter itu.

"4 minggu lalu.. what the hell?! Kenapa aku gak menyadari nya?" Aku berteriak tak percaya.

"Aduh yangg.. biasa aja." Alex mengelus telinga nya yang berdengung.

"Maapp" kata ku dengan suara di melas-melas kan.

"Jika kalian masih tidak percaya, ini saya kasih testpack." Dokter itu memberikan alat lonjong kepadaku. Aku menerima nya.

Aku berada di toilet dan alat testpack berada di tangan ku. 2 garis merah. Positif.

"Sekolah ku gimana? Aku kan belum lulus. Sekolah ku tinggal 3 bulan lagi. Gimana kalo perut ku udah besar?" Aku panik. Oke, aku sangat panik.

Aku berjalan keluar. Dengan sedikit menunduk. Aku menyembunyikan testpack itu.

"Gimana hasil nya nyonya?" Ya kami masih berada di dokter. Tadi itu kamar mandi nya dokter.

Aku menyerah kan alat testpack itu. Dokter menerima nya.

"Selamat nyonya dan tuan kalian menjadi orang tua." Ucap dokter itu girang. Lah kenapa dia girang? Kan seharus nya aku.

"Terima kasih ya dok."

Setelah Alex membayar dokter itu, kami pergi pulang.

Selama di perjalanan, aku benar-benar diam. Bungkam tak bersuara.

"Yang.. kamu kenapa?" Alex meraih tangan ku. Tapi, aku melepas kan nya. Aku tak ingin di ganggu.

"Yang... ngomong dong." Alex berusaha mengajak ku ngomong.

"Kamu gak bisa diem!? Aku gak mau di ganggu!" Aku membentak nya. Oke, aku gak pengen di ganggu. Aku lagi frustasi, gimana sekolah ku nanti?! Arrghh?!

Oke, Alex diam. Menurut kalian aku yang salah? Coba ya, kalian bayangin, kalian hamil waktu kalian belum lulus sekolah, apa kata temen-temen kalian nanti? Susah kan jawab nya. Ya, itu lah yang kurasakan.

Kami sudah sampai di apart. Di apart ini ada 2 kamar. Aku mengunci diri di kamar ku. Dan Alex? Biarkan! Aku lagi gak pengen di ganggu! Pliss,, kalian mengerti lah.

"Seharus nya kejadian malam itu gak aku lakuin!! Fay bodoh!!" Aku berteriak frustasi. Aku menangis dengan kencang.

"Aku masih mau sekolah!! Aarrgg.... Aku gak mau hamil dulu!!" Aku berteriak sangat kencang.

Aku melemparkan semua barang-barang yang ada di sekitar ku. Mulai dari bantal, guling, selimut, gelas, hp. Hp? Why not? Beli lagi kan bisa. 

"Sayaanngg.. kamu kenapa?" Alex mengetuk pintu. Aku mengunci pintu nya tadi.

Aku mengacak-acak rambut ku. Sekarang penampilan ku benar-benar acak-acakan. Make up ku sudah luntur, rambut ku sudah acak-acakan.

"Fay ... Kamu kenapa?" Alex masih berusaha membuka pintu.

Aku masuk ke kamar mandi dan membiarkan tubuh ku di bawah shower. Baju ku dan rambut ku sudah sangat basah. 

Aku masih menangis sesenggukan. Kamar mandi sudah ku kunci. Semua pintu sudah aku kunci tadi.

"Faaayyy... Buka pintu nya." Alex mengetuk pintu kamar mandi. Dia bisa masuk? What the hell..

"KAMU KELUAR!! AKU BILANG JANGAN GANGGU AKU!!" Aku berteriak seperti orang gila.

Aku meraih gelas dan melempar nya ke pintu.

Prang! Gelas hancur berkeping-keping.

"Aaaaarrrrgghhhhhhhhh!!!" Aku berteriak dan melempar semua gelas yang ada ke arah pintu. Kebetulan ada 3.

"Fay.. Buka pintu nya dong.. Kakak mau ngomong." Aku mendengar suara kak Fafa. Kenapa kak Fafa ke sini?

"Jangan ganggu Fay, Kak. Fay mau sendiri" mata ku sudah bengkak pasti. Aku kedinginan.

"Fay... Kakak mohon, kamu jangan kayak gini ya.. Mom ada di luar nunggu kamu." Saat aku mendengar mom, aku berhenti menangis.

"Fay.. Kakak Mohon.. Kamu keluar.." Kak Ian sekarang yang mengetuk. Kenapa keluarga ku ada di sini semua?

Ceklek! Aku membuka pintu. Di sana berdiri, Kaka Fafa, Kak Ian, dan Alex.

"Fay..." Alex ingin mendekat. Tapi, aku mundur.

"Stop! Berhenti aku bilang!" Aku mencegah nya.

"Fay.. Come here.. gue kangen banget ama loe" Kak Ian merentangkan tangan nya. Aku segera menghambur ke pelukan nya.

"Sudah ya.. Jangan nangis" kak Ian mengelus rambut ku.

"Mungkin Fay masih Shock aja. Ijinkan dia tinggal bareng kami sampai keadaan nya benar-benar normal." Ucap kak Fafa.

Aku sudah bilang atau belum ya? Kalo kak Fafa itu adalah seorang dokter.

"Baiklah.. Kalo itu buat Fay tenang." Aku masih berada di pelukan nya kakak ku yang tampan.

Aku di bawa pergi kakak ku. Mom sudah ada di ruang tamu dengan wajah khawatir.

"Alex... Kami bawa pulang dulu ya Fay nya." Mom berpamitan.

Selama di perjalanan aku hanya diam. Berbicara hanya saat di tanya.

Kalian ingat kan kalau hp ku sudah aku banting tadi. Jadi lupakan soal handphone itu.

Kami sudah sampai di rumah. Aku tertidur di mobil tadi.

Kemungkinan kak Ian akan mengangkat ku. Hahaha...

Next~~

Perjodohan ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang