9

3.3K 364 0
                                        

Aftertaste [9]

°°

Sekarang (namakamu) sudah berada didalam kamarnya, baru saja ia ingin bangkit untuk mengganti pakaian. Gerakannya terhenti ketika ponselnya bergetar.

Sebelah tangan (namakamu) langsung menggeser pelan tombol berwarna hijau, menerima panggilan Iqbaal.

"(Namakamu)," suara Iqbaal seperti terburu-buru membuat (namakamu) mengernyit bingung.

"Kenapa sih?"

"Kamu tadi kerumah ya?" tanyanya cepat.

(Namakamu) mengangguk mendengar pertanyaan Iqbaal, "Iya, kenapa?"

"Kamu kok gak nelfon kalo mau kerumah sih?" protes Iqbaal dengan suara kesal.

Sudah bisa dipastikan jika saat ini Iqbaal tengah menampakkan raut wajah cemberut.

"Buat apa?"

"(nam)," panggil Iqbaal tidak menjawab pertanyaanya.

"Hm?"

"Zidny tadi kerumah." Kali ini suara Iqbaal melemah, membuat (namakamu) kebingungan sendiri.

"Aku tau." ucap (namakamu) santai

"Kamu tau?!" Iqbaal memekik, membuat (namakamu) langsung menjauhkan ponselnya.

"Suara kamu toak, astaga.."

"Maaf, maaf, kamu tadi kerumah? Tau kalo dirumah ada Zidny?" Iqbaal langsung menghujani (namakamu) dengan dua pertanyaan.

"Hm," ia hanya bergumam pelan, kakinya bergerak mendekati balkon kamarnya.

Menikmati suasana dinginnya malam saat ini, (namakamu) hanya memakai celana boxer dengan baju lengan pendek berwarna putih.

"Kam-kamu gak salah paham kan? Bunda gak ngomong apa-apa ke kamu kan? Ya ampun (namakamu), apapun yang kamu denger ataupun liat tadi gak seperti yang kamu liat, aku bener---"

Iqbaal yang biasanya tidak berbicara seperti itu, kenapa saat ini ia seperti kebingungan oh atau mungkin suaranya lebih terdengar seperti ketakutan.

Dan hal itu mampu membuat kernyitan di kening (namakamu) semakin dalam, terasa jika saat ini Iqbaal terlalu berlebihan.

"Ngomongnya satu-satu bisa?" sela (namakamu) dengan suara pelan, menyadari jika sekarang rasa sakit dikepalanya kembali terasa.

Kini (namakamu) tengah duduk di batas pagar balkon kamarnya, ini sudah kebiasaan rutin dirinya jika mengalami mood yang menurun.

Di sebrang sana, (namakamu) mendengar helaan nafas berat kekasihnya. Ia tahu sekarang pasti Iqbaal tengah kepikiran tentang perkara Zidny.

"Zidny tadi nembak aku." suara terkesan hati-hati seakan ingin menjaga perasaan (namakamu).

Namun nyatanya, tidak berhasil. Suara Iqbaal seakan menghantam (namakamu) seolah memberitahukan jika sekarang bukan hanya (namakamu) yang mencintai Iqbaal.

"Ya terus?" (namakamu) berusaha menormalkan suaranya sebisa mungkin.

Padahal nyatanya, saat ini (namakamu) tengah menahan air mata yang akan menetes.

"(Nam)?" tanya Iqbaal bingung, mendapati suara (namakamu) yang terdengar biasa-biasa saja.

"Kenapa?" (namakamu) memutar matanya bosan, mendengar ucapan Iqbaal yang terlalu berlebihan itu.

"Kamu gak marah?" tanya Iqbaal mengulang kalimatnya lagi.

"Kenapa harus marah." tanya (namakamu) lagi.

aftertaste • idrTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang