Aftertaste [extra+]
Mungkin jika ditanya seberapa bahagianya Iqbaal sekarang, Iqbaal tidak akan mampu menjawabnya dengan satu kalimat. Karena yang ia rasakan sekarang lebih dari itu, rasanya seperti ada bom yang meledak diperutnya.
Kedua mata Iqbaal tidak berhenti menatap perempuan di sampingnya, acara ulang tahun sudah selesai sekitar tiga puluh menit yang lalu. Ayah dan Bundanya juga sudah pulang kerumahnya.
Sekarang Iqbaal dan (namakamu) sudah ada di apartemen Iqbaal, pria itu masih sibuk memandangi (namakamu) yang menunduk, memainkan ponselnya. Sesekali dengusan kesal keluar dari bibir mungil itu.
"Kenapa?" Iqbaal memutuskan bertanya, tidak tahan jika harus menahan berbagai pertanyaan yang mendesak otak Iqbaal.
(namakamu) mendongak, mengalihkan pandangan matanya, menatap Iqbaal sambil meringis, "Besok aku pulang." katanya.
Sontak, hal itu membuat Iqbaal membelakkan matanya tidak percaya, apakah hadiahnya akan pergi meninggalkannya sekali lagi? Iqbaal bahkan belum sempat mengukir kenangan bersama (namakamu) hari ini.
"Pulang?" tanyanya memastikan, "kamu ninggalin aku lagi?"
"Ada banyak orang yang lagi bergantung sama aku." jelas (namakamu), perempuan itu menaruh ponselnya diatas meja. Membenahkan posisi duduknya menghadap kearah Iqbaal yang bersila di sampingnya.
"Tapi gak harus besok 'kan, aku tuh masih kangen."
"Kita bisa skype."
Kepala Iqbaal menggeleng keras, yang benar saja, kali ini ia tidak akan melepaskan (namakamu) pergi dengan mudah, "Aku gak mau."
"Terus, pekerjaan aku di Korea gimana?" (namakamu) memandang Iqbaal dengan tatapan teduhnya, berusaha untuk membujuk Iqbaal agar membiarkannya pergi besok.
Selama beberapa tahun menghilang, (namakamu) memutuskan untuk mengambil alih perusahan Papanya. Lagi pula Alex sudah berjanji padanya, setelah lulus ia langsung akan dikirim ke Korea, untuk mempelajari ilmu di sana.
Iqbaal tercenung selama beberapa saat, yang (namakamu) ada benarnya juga, pasalnya di Jakarta pun Iqbaal harus segera mengurus berkas-berkas yang selama beberapa hari ini tercecer karena ulahnya.
"Aku ikut." putus Iqbaal kemudian, persetan dengan urusan kantornya, (namakamu) lebih penting menurutnya.
"Nggak, apa-apaan kamu ikut aku kesana."
"Gak boleh ada penolakan, kamu udah baca surat dari aku 'kan? Jadi aku harus iket kamu supaya kamu gak ada rencana buat kabur dari aku lagi, aku udah mapan (nam), kurang apa lagi?"
Mendengar jawaban yang tidak pernah (namakamu) bayangkan, perempuan itu mendesah kesal, ternyata sifat Iqbaal masih sama seperti mereka berpacaran dulu.
(namakamu) mengangkat kedua tangannya, guna menangkup wajah Iqbaal lembut, "Sayang, aku ke Korea cuma buat beresin berkas-berkas aku yang ketinggalan disana, lagi pula aku bakalan balik ke Jakarta lagi."
"Aku takut kamu pergi." gumam Iqbaal lirih, mengingat betapa ia harus berjuang menghadapi sepi yang terus menggerogotinya.
Kepala (namakamu) menggeleng pelan, "Aku gak akan pergi, lagi."
"Buktinya?"
Perlahan kedua sudut bibir (namakamu) tersenyum mendengar perkataan Iqbaal barusan, ternyata pria ini butuh bukti.
(namakamu) memajukan wajahnya, mengecup bibir Iqbaal sekilas.
Kedua tangan yang semula dipermukaan wajah Iqbaal, perlahan turun. Matanya masih memandang wajah Iqbaal yang terkejut karena gerakan (namakamu) yang tiba-tiba itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
aftertaste • idr
Fiksi PenggemarKarena perasaan, selalu meninggalkan sisa rasa. coppyright © 2016 by rays