Aftertaste [epilogue]
***
5 tahun berlalu...
Iqbaal mengendarai mobilnya dengan kecepatan rata-rata, sesekali mata hitamnya menatap sekitar dengan tatapan datarnya. Masih mengenakan kemeja kantor berlapis tuxedo, tidak lupa di lehernya sudah melingkar dasi yang rapi.
Rencananya hari ini ia akan mengunjungi SMA Taruna, sekolah yang sempat membuat Iqbaal menjadi cowok yang paling beruntung di dunia. Iqbaal memang sudah biasa berkunjung ke sekolah ini jika memiliki waktu luang.
Alasannya, karena disini ia bisa mengingat (namakamu).
Perempuan yang sempat Iqbaal lukai pada masa itu, sampai sekarang Iqbaal bahkan belum mengerti mengapa (namakamu) pergi darinya dan meninggalkan luka yang tidak mampu Iqbaal tanggung sendirian.
Pikiran Iqbaal melayang, pada lima tahun sebelumnya saat dirinya masih mengenakan seragam sekolah menengah atas, di belakang panggung acara ulang tahun sekolah.
"Iya, rencananya sih gue mau ngasih (namakamu) kejutan." ucap Iqbaal pada Zidny yang duduk di sebelahnya, cewek itu mengenakan rok beserta kaos putih polos.
Zidny yang di ajak bicara hanya mampu menyungginggkan senyum tipisnya, "Gue kira setelah satu minggu kita ngelewatin hari-hari penuh tawa, lo bakalan berpaling dari (namakamu)." ucap Zidny pelan.
Ya, awalnya Zidny berfikir jika ia sudah berhasil merebut hati Iqbaal.
Namun nyatanya, Zidny memang tidak pernah bisa menjadi (namakamu)nya Iqbaal. Sekeras apapun Zidny mencoba memisahkan mereka berdua, Iqbaal akan tetap memilih (namakamu) sebagai perempuannya.
Iqbaal tertawa mendengar ucapan Zidny, "Lo pernah bilang kan sama gue kalo lo kangen masa-masa kita ketawa-ketawa bareng, kita gila-gilaan bareng, lo kangen sama moment kita berdua," Iqbaal menghela nafas sejenak, "jadi gue mutusin buat nebus kesalahan gue di masa lalu."
"Apa dia masih ada disana?" tanya Zidny, jari telunjuknya bergerak menunjuk kearah dada Iqbaal.
Seakan tau siapa yang dimaksud Zidny, Iqbaal tersenyum manis, menggenggam tangan Zidny yang masih menunjuk ke hatinya.
"Ya," katanya dengan suara yakin, "dia masih ada disini."
Tidak dapat di pungkiri, pernyataan Iqbaal membuat hatinya berdenyut nyeri, menerima kenyataan bahwa sampai kapanpun ia tidak akan memenangkan hati Iqbaal.
"Apa gak ada sedikit celah buat gue masuk kedalam sana?" Zidny masih bertanya dengan suara bergetar, perlahan ia melepaskan diri dari genggaman Iqbaal.
Genggaman yang dulu sangat ia idam-idamkan, rasanya kini sudah tidak lagi sama.
Kepala Iqbaal menggeleng pelan menjawab pertanyaan yang Zidny lontarkan untuknya, "Zid, maaf." jika Iqbaal bisa, ia akan mencoba untuk membalas perasaan Zidny untuknya walau hanya sekejap.
Tapi tidak bisa, ia tidak bisa mencintai perempuan lain selain (namakamu).
Iqbaal sudah pernah mencobanya, satu minggu lalu ia mencoba untuk menghabiskan waktu bersama Zidny, berharap jika dengan cara ini ia akan membahagiakan sahabatnya sebelum ia benar-benar bahagia bersama (namakamu).
Pasca (namakamu) yang mengusirnya pulang saat itu, Iqbaal bahkan tidak bisa berfikir dengan baik, ia merasa (namakamu) sudah mengambil paksa separuh warasnya.
"Gue yang paling lama kenal lo, bahkan sebelum (namakamu) dateng, kenapa gue gak bisa dapetin hati lo baal?"
"Zid, gue yakin kalo lo bakalan dapet cowok yang lebih baik dari gue." ucap Iqbaal kemudian, berusaha membuat Zidny tidak terlalu merendahkan diri seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
aftertaste • idr
Fiksi PenggemarKarena perasaan, selalu meninggalkan sisa rasa. coppyright © 2016 by rays