Joe tidak datang-datang juga. Rafael bergegas kebelakang, ketempat dimana alat-alat medis di letakkan. Rafael membuka kotaknya, mencari-cari mana alat yang harus ia gunakan.
Rafael berhenti mencari saat ia sudah tak mendengar lagi deru nafas Shafa yang menggebu-gebu. Rafaell menoleh kebelakang dan mendapati Shafa sudah kembali normal. Hanya saja ia sedikit lemas."Syukurlah!" ucap Rafael kembali mendekati Shafa.
"Kenapa Raf?" tanya Joe tergesa-gesa.
"Nggak papa! Tadi Shafa kesakitan, tapi sekarang udah nggak kok!" ucap Rafael.
Joe menghela nafas lega. "Sorry Fa, gue telat." ucap Joe.
Shafa tersenyum lemah. "Nggak papa kok Joe! Maafin aku ya, udah membuatmu repot." lirih Shafa.
"Ssst.... Nggak ada yang di repotin disini." ucap Joe.
"Kalau gitu gue tinggal lagi ya, masih ada urusan soalnya." ucap Joe.
Rafael menganggukkan kepalanya. "Thanks Joe." ucapnya.
Joe mengacungkan jempolnya dan berjalan keluar kelas.
Rafael kembali mengarahkan pandangannya ke Shafa. Ia tersenyum lebar,tangannya menyentuh dahi Shafa yang berkeringat dan menyekanya dengan jari-jarinya.<==>
Rafael duduk ditepi ranjang, menemani Shafa yang berbaring diatas ranjang kamarnya. Rafael menarik selimut dan menutupi tubuh Shafa dengan itu.
"Istirahatlah." ucap Rafael penuh perhatian.
Shafa menganggukkan kepalanya. "Boleh aku minta sesuatu?" tanya Shafa.
"Apa?" tanya Rafael.
"Biasanya mama selalu mencium keningku sebelum aku tidur." ucap Shafa dengan malu-malu.
Rafael tertawa kecil mendengarnya. Ekspresi malu-malu Shafa juga membuat Rafael gemas. "Terus?" tanya Rafael pura-pura tidak tau.
"Eem.." ucap Shafa sulit untuk berbicara.
"Ah aku tau!" ucap Rafael yang disambut senyuman cerah Shafa.
"Aku panggilkan mama ya!" ucap Rafael.
Seketika wajah Shafa berubah jadi cemberut. Sebenarnya Rafael itu bodoh atau pura-pura bodoh sih. Ck.. Menyebalkan sekali.
"Pulang sana. Kamu tu-" ucapan Shafa terhenti saat Rafael meletakkan jari telunjuknya di bibir Shafa.
Shafa terpaku menatap Rafael yang semakin mendekat wajahnya. Oh no, tatapan itu datang lagi. Jantung Shafa berdetak lebih kencang. Wajah Rafael semakin mendekat, begitu pula jantungnya yang berdetak semakin kencang.
Mata Rafael membulat saat melihat wajah kesakitan Shafa dengan mata yang terpejam. Deru nafasnya juga tak menentu. Sama seperti saat di sekolah tadi.
"Shafa!" ucap Rafael panik.
"Om, tante!" teriak Rafael.
<==>
Rafael tidak bisa duduk dengan tenang. Suasana hatinya tengah gundah. Meski ia mencoba untuk tenang dan berpikir jernih tapi tetap saja ia tidak bisa. Ia takut terjadi sesuatu pada Shafa yang saat ini tengah berada di ruang ICU.
Ya, Shafa harus kembali dilarikan kerumah sakit."Mari ikut saya!" ucap Dokter pada kedua orangtua Shafa.
Sementara itu Rafael bergegas masuk ke ruang ICU.
~
"Berat untuk mengatakannya!" ucap Dokter. "Fungsi jantungnya semakin melemah. Dan dia tidak bisa mendapatkan kebahagiaan yang lebih." ucap Dokter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel
FantasySeorang pria meninggal akibat kecelakaan. Tapi arwahnya masih bergentayangan dan bisa dilihat oleh semua orang termasuk teman-teman sekolahnya. Itu semua karna ia memiliki satu harapan besar. Apa harapan itu? Ketahui jawabannya dengan membaca cerita...