"Kecelakaan di kawasan puncak yang terjadi tiga hari yang lalu masih menjadi pusat perhatian. Bus yang terjatuh baru bisa di evakuasi hari ini. Dan-"Rafael meraih remote tv dan mematikan tvnya. Ia bosan mendengar berita kecelakaan. Hampir setiap hari selalu saja ada berita kecelakaan.
Ia meraih jaket kulit berwarna coklat tua. Memakainya dan beranjak keluar rumah. Hari ini ia kembali masuk sekolah setelah libur panjang. Ia juga baru sampai di Jakarta 2 hari yang lalu.
<==>
"Diminum dulu obatnya. Ayolah!" ucap wanita paruh baya pada seorang gadis imut dengan rambut sedikit dibawah bahu.
Gadis bernama Shafa itu duduk termenung. Bibirnya ia majukan karna kesal. Ia tau itu semua demi kesehatan dan juga kelangsungan hidupnya. Tapi rasanya ia muak. Pasalnya setiap hari ia harus berinteraksi dengan butiran-butiran yang memiliki rasa jauh dari kata enak. Rasanya amat sangatlah pahit.
"Shafa, pinjam hpmu!" ucap Alya, kakak Shafa.
Tanpa menunggu jawaban dari adiknya. Alya sudah mengambil handphone Shafa lebih dulu. Alya memang selalu seperti itu. Shafa heran, padahal Alya sudah punya handphone sendiri. Tapi tetap saja meminjam miliknya.
"Nah, sekarang berangkat! Ingat, jangan terlalu kelelahan." ucap sang mama setelah selesai memberikan obat pada anak bungsunya. Ia mengambilkan tas Shafa dan memberikannya pada Shafa.
"Ayo kak!" ucap Shafa berjalan keluar kamar.
Seperti biasa, sopirnya sudah menunggu didalam mobil. Siap mengantarnya dan juga Alya ke sekolah dan ke kampus. Shafa membuka pintu belakang mobil dan segera masuk kedalam. Sementara Alya memilih duduk di kursi depan mobil. Tangannya masih sibuk berkutik di handphone milik Shafa.
"Kakak udah dong. Nanti baterainya habis." protes . Shafa
"Bentar lagi. Ok!" ucap Alya tanpa menoleh kebelakang.
<==>
"Balik kapan lo Raf?" tanya Ilham sesaat setelah Rafael duduk dibangkunya.
"Gue sampai Jakarta tiga hari yang lalu." jawab Rafael sembari melepas tasnya.
"Gue kira lo ikut kecelakaan di mobil itu. Haha." canda Reza yang disambut tawa Ilham.
Wajah Rafael seketika berubah jadi datar. Menatap lurus Reza yang tengah asik tertawa.
"Yaelah Raf, bercanda doang kali. Nggak usah marah lah." ucap Ilham meletakkan tangannya di bahu Rafael.
Rafael mengarahkan pandangannya ke tangan Ilham yang kini menyentuh bahunya. Sesaat kemudian ia mendongakkan kepalanya dan menatap Ilham.
Ilham segera menjauhkan tangannya. Entahlah, tatapan Rafael terlihat sangat mengerikan."Gue minta maaf Raf, kalau perkataan gue buat lo tersinggung." ucap Reza tak enak hati.
Seketika Rafael mengembangkan senyuman lebar. "Nggak papa kali. Gue juga udah kenal kalian." ucap Rafael.
Pandangan Rafael beralih kearah pintu kelas saat mendengar suara langkah kaki. Wajahnya kembali datar saat mendapati Shafa masuk kedalam kelas. Tapi matanya terus mengikuti Shafa hingga duduk dibangkunya.
"Tembak aja kali Raf! Dari dulu lo cuma jadi pengagum rahasia doang." ucap Ilham berbisik.
"Kalian ini kenapa sih? Mau gue tembak atau nggak ya terserah gue." ucap Rafael dengan senyuman tipis.
Sontak para murid langsung kembali ketempat duduk masing-masing saat Pak Heru masuk kedalam kelas. Tapi pandangan Rafael tetap tertuju pada Shafa yang tengah menutup mulutnya dengan sapu tangan. Shafa terbatuk-batuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel
FantasySeorang pria meninggal akibat kecelakaan. Tapi arwahnya masih bergentayangan dan bisa dilihat oleh semua orang termasuk teman-teman sekolahnya. Itu semua karna ia memiliki satu harapan besar. Apa harapan itu? Ketahui jawabannya dengan membaca cerita...