Rafael berdiri diatap gedung rumah sakit. Punggungnya bersandar pada pagar pembatas. Berulang kali asap keluar saat ia menghembuskan nafasnya. Pertanda bahwa udara memang sangat dingin. Padahal ini belum mencapai puncak musim dingin.Rafael bergegas menangkap kopi kaleng yang di lemparkan kearahnya. Untung ia sigap, kalau tidak pasti ia tidak bisa menangkapnya. Lagi pula, Dicky asal lempar saja tanpa memberitahunya.
"Gue tau kegelisahan lo! Tapi udara diluar dingin Raf!" ucap Dicky berhenti melangkah saat tiba dihadapan Rafael.
Rafael menghela nafas berat. "Gue terus kepikiran. Gue belum jawab perkataannya." ucap Rafael.
Rafael mendongakkan kepalanya. Perasaannya benar-benar gundah. Ia ingin marah, tapi kenapa? Dan pada siapa?
"Setelah dia sembuh, gue akan menghilang kan? Jadi gue rasa, gue nggak bisa memenuhi permintaannya." ucap Rafael.
Dicky meremas kopi kalengnya hingga isinya tumpah. Ia melampiaskan semua yang ia rasakan pada kopi kaleng itu.
"Bukan cuma gue yang sakit, tapi Shafa pasti sangat terpukul mengetahui ini semua." ucap Rafael.
"Bukan cuma Shafa. Gue dan juga temen-temen juga pasti sedih lo menghilang Raf." ucap Dicky.
"Tapi pada kenyataannya saat ini gue udah mati, kan?" ucap Rafael tertawa kecil, mencoba menghibur hatinya yang tengah bersedih.
"Gue terus bertanya-tanya, kenapa lo ada disini sekarang? Kenapa lo bisa kaya orang yang masih hidup?" ucap Dicky memandang kebawah. Melihat suasana senja di ibu kota Jepang itu.
"Sejak kelas satu SMA gue tertarik sama Shafa. Tapi gue nggak cukup punya keberanian buat deketin dia. Dan itu berlangsung sampai kenaikan kelas. Waktu gue mau balik ke Jakarta setelah liburan, sepanjang perjalanan gue berharap bisa ada didekat Shafa dan membuatnya untuk bisa sembuh. Dan akhirnya bus yang gue tumpangi kecelakaan." ucap Rafael menceritakannya.
"Lalu?" tanya Dicky.
Rafael berbalik dan ikut menatap kebawah. "Gue nggak tau, tiba-tiba gue ada di kontrakan gue. Ibu kos, tetangga kontrakan, semua bisa liat gue. Gue yakin gue udah mati. Dan saat gue pastikan, gue emang beneran udah mati. Awalnya gue juga heran. Tapi, gue yakin ini semua sudah di rencanakan baik oleh Tuhan. Dia ngasih gue kesempatan untuk membuat Shafa sembuh meski dengan keadaan gue yang seperti ini." ucap Rafael panjang lebar.
"Memang, tidak ada yang bisa menandingi kuasa Tuhan." ucap Dicky tersenyum tipis.
Rafael membuka tas kecil yang ia bawa. Mengambil koran yang ada didalamnya dan memberikannya pada Dicky.
Dicky menerimanya dengan dahi yang sedikit mengernyit. Ia membuka koran itu dan membaca berita yang tertera disana. Berita tentang kecelakaan bus itu, beserta data penumpang yang tewas karna kecelakaan itu. Dan tentu saja nama dan juga wajah Rafael ada di daftar itu."Gue mau, setelah gue bener-bener menghilang, lo kasih itu ketemen-temen. Biar mereka percaya!" ucap Rafael.
Dicky melipat korannya lagi. Ia tertawa, tapi tawanya terdengar sangat dipaksakan. Matanya berkaca-kaca.
"Kalau gue bisa ngulang waktu. Gue pengen kaya Reza dan Ilham. Mereka deket sama lo, tapi mereka nggak tau tentang ini semua. Dari awal lo cerita dulu, gue terus kepikiran. Lebay memang. Tapi lo temen terdeket gue." ucap Dicky.Rafael tersenyum lebar. Ia mendekati Dicky dan memeluknya. Menepuk-nepuk punggung Dicky.
"Maafin gue cky. Gue nggak bisa balas kebaikan lo." ucapnya kemudian melepaskan pelukannya."Sampai kapanpun, lo akan tetep ada dihati kita semua." ucap Dicky.
Rafael menganggukkan kepalanya. "Karna kita semua saling terhubung satu sama lain dengan ikatan pertemanan yang tak akan terputus. Dan gue percaya, suatu saat nanti kita bisa berkumpul lagi, entah sebagai seseorang yang baru atau di alam yang baru." ucap Rafael.

KAMU SEDANG MEMBACA
Angel
FantasiSeorang pria meninggal akibat kecelakaan. Tapi arwahnya masih bergentayangan dan bisa dilihat oleh semua orang termasuk teman-teman sekolahnya. Itu semua karna ia memiliki satu harapan besar. Apa harapan itu? Ketahui jawabannya dengan membaca cerita...