Twelev

12.3K 594 11
                                    

"maafkan aku." Ucapku pelan. Bagaimana dengan pipinya yang kutampar?

"Apa sakit?" tanyaku seperti berbisik kepadanya. Aku malu sekali untuk melihatnya aku malu.

"Apa?" tanyanya memastikan.

"Apa pipimu sakit?" tanyaku kali ini sedikit lebih keras. Dia tertawa kecil. Dia tertawa? Lelaki ini benar-benar aku jadi sangat malu sekarang.

"Tenang saja tamparanmu kali ini tidak terlalu kuat." jawab sambil memeluk pinggangku erat. Aku hanya mengangguk.

"Ayo tidur kau masih mengantukkan?" Tanyanya saat kami berjalan melewati lorong rumahnya yang besar. Bahkan sangat sulit aku hafal.

"Dave tolong lepaskan tangan di pinggangmu. Aku bisa jalan sendiri." protesku dengan nada kesal. Bagaimana tidak kesal sepanjang jalan makin erat aja tangannya yang di pinggangku belum lagi aku semakin menempel ke arah tubuhnya.

"Tidak." Jawabnya cuek. Kenapa jadi cuek ya tadi ketawa ? Dasar aneh.

Saat kami masuk ke kamar dia masih saja memeluk pinggangku. "Kenapa kau masih mengikutiku?" Tanyaku.

"Ini kamarku." jawabnya. Aku mengernyitkan dahiku.

"Apa tidak ada kamar lain? Aku tidak mau sekamar denganmu." tanyaku lagi sambil menunduk. Aku tidak mau sekamar dengannya. Nanti yang ada aku diapa-apain.

Dia memandangku, "Kenapa?" tanya Dave balik kepadaku.

"Karena kau lelaki. Nanti yang ada aku di pegang-pegang." jawabku memakai wajah kesal padanya.

"Tidak ada kamar lain." ucapnya santai. Mana mungkin?! Rumahnya saja sebesar ini tidak mungkin tidak ada kamar tamukan?

"Kau bercandakan?" tanyaku memastikan. Tetapi dia menjawab dengan gelengan.

"Tidak mungkin rumahmu saja sebesar ini. Aku tidak mau sekamar denganmu." ujarku.

"Semua diisi oleh pelayan." ucapnya. Aku mendengus kesal. Aku benar-benar harus ekstra sabar jika dekat dengannya.

"Tidur di sini atau lelaki itu mati." ancamnya. Aku langsung spontan mengangkat wajahku memandanginya.

"Kau tidak bisa seperti itu! Menjadikan Gabriel sebagai bahan ancamanmu!" ujarku marah saat dia selalu membawa nama Gabriel sebagai ancaman untukku.

"Tentu saja bisa." Jawabnya sambil menyeringai jahat padaku dan langsung memelukku erat.

"Kau brengsek!" umpatku padanya sambil mencoba melepaskan pelukkannya yang erat.

"Kau milikku. Tidak ada yang akan merubahnya." ucap Dave dengan suara berat dan terdengar sangat memerintah.

"Aku bukan milikmu Dave! Kau bukan siapa-siapa di diriku!" teriakku sambil memukuli dada keras milik Dave. Aku kesal sekali dengan lelaki ini. Seenaknya saja mengklaim diriku menjadi miliknya. Kenal saja baru beberapa hari!

"Kita akan menikah secepatnya." pernyataannya membuatku benar-benar pusing. Tidak aku tidak ingin menikah dengan lelaki seperti ini. Aku tidak mau menjadi mainannya. Nikah bukanlah sesuatu yang main-main. Nikah itu sakral aku tidak mau nikah dengan pria yang bahkan baru aku kenal dan bahkan lelaki yang suka memaksaku.

"Tidak! Aku tidak mau menikah denganmu!" pekikku kesal mencoba memukul dada Dave lebih keras tapi dia malah memelukku erat. Memberhentikan pukulan ke dadanya .

"Kau tidak bisa menolak, Daisy. Jika kau menolak lelakimu tidak akan selamat." ucapnya tenang tapi terdengar sangat menyebalkan. Aku tanpa sadar sudah mengeluarkan air mata.

"Kau brengsek! Sialan!" umpatku sambil menangis. Lelaki ini benar-benar egois! Sangat egois!

Gabriel, aku akan menyelamatkanmu. Aku janji tidak akan membawamu ke masalahku ini. Jika pun harus menikahinya kurasa tidak apa karena dirimu lebih penting daripada diriku.

"Jangan menangis. Kau hanya perlu menikah denganku maka lelakimu akan selamat."

"Bisa kau pegang omonganmu itu?" tanyaku dengan nada suara yang lemah. Aku sudah lelah berdebat dengan lelaki ini.

"Iya." Jawab Dave.

Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. "Baiklah." Ucapku pasrah.

"Bagus. Jikapun kau menolak aku akan terus memaksamu." ucapnya tegas dan sekaligus membuatku sangat pusing.

To Be Continued

My Man is RichTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang