Bernafas didalam Lumpur

253 7 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hujan lagi Pak..."

"Iya bu, sepertinya akan lama"

"Bagaimana nasib kita nanti Pak, anak – anak belum makan seharian"

"Sabar bu, sebentar lagi pasti akan reda. Dan saat itu kita bisa mencari makan di hulu sungai"

Bertahun – tahun hidup di kota besar, tak membuat keluarga kecil itu putus asa, putus harapan dan bahkan tak mempunyai pikiran sedikitpun untuk mengingkari nikmat yang telah Tuhan berikan kepada mereka. Cobaan, penderitaan dan kesulitan hidup mampu mereka lewati semua.

Sama seperti hari itu, hari dimana musim hujan telah tiba, saat semuanya serba sibuk dengan banjir, saat semuanya sedang berteriak – teriak mengumpat banjir, saat semuanya sedang sibuk menyelamatkan harta mereka dari banjir. Saat semua orang berteriak – teriak menyalahkan pemerintah atas ketidakbecusan mereka memperbaiki drainase kota. Namun keluarga itu tetap sabar, diam tak berkomentar. Seakan – akan pasrah menerima semuanya.

Tahun lalu di kala ramai berdiri pabrik – pabrik di sekitar rumah mereka, banyak limbah yang dibuang ke sungai. Pabrik – pabrik itu sibuk mengepulkan asapnya, mencucurkan limbahnya ke sungai serta menderu – derukan suara mesin yang memekakkan telinga. Di saat itu air sungai benar – benar keruh, kotor dan bau.

"Rumah kita makin gerah saja Pak, anak – anak pun mulai kesulitan bernafas. Karena air sudah mulai dipenuhi lumpur yang keruh" keluh sang ibu kepada suaminya.

"Mau bagaimana lagi bu, kita sudah ditakdirkan hidup disini. Makan disini. Bernafas disini. Bernafas dalam lumpur" ucap Bapak pasrah.

"Iya Pak, saya tahu. Tapi apakah selamanya hidup kita akan terus seperti ini. Dengan pasrah tak berdaya menerima keadaan ini?" ucap ibu.

"Sabar Bu, jangan pernah mengeluh. Dengan mengeluh tidak akan menyelesaikan masalah yang kita hadapi. Ibu lihat, manusia diluar sana. Mereka tidak pernah puas dengan apa yang sudah mereka dapatkan. Mereka selalu menginginkan lebih. Sudah mempunyai motor ingin mobil, sudah punya mobil ingin sopirnya. Sudah punya rumah ingin villa. Sudah punya HP ingin PC. Keinginan itu takkan pernah habis bu" jawab si Bapak seraya memeluk istrinya dengan penuh kasih sayang.

"Benar kamu Pak, keinginan manusia tidak ada batasnya. Bahkan hingga ke liang kuburpun mereka masih ingin diistirahatkan di tempat yang wah, yang sewa per tahunnya juga wah. Yang fasilitasnya juga wah" ucap sang ibu lirih yang dijawab dengan anggukan kepala si Bapak.

Malam itu cukup dingin, tak seperti biasanya. Ternyata hujan turun sangat deras. Hingga membuat semua sungai di kota meluap. Termasuk rumah yang mereka tinggali selama bertahun – tahun.

"Pak, airnya sangat deras, aku takut Pak !" ucap sang Ibu gemetar.

"Iya bu, kita harus segera membangunkan anak – anak. Cepat bu" jawab Bapak.

Benar saja, tak butuh berapa lama, air bah sudah menggulung – gulung. Menerjang apapun yang ada di hadapannya. Menghanyutkan semua yang ada.

"Bu, gandeng anak – anak. Cepat !" teriak si Bapak.

"Iya Pak. Anak – anak ayo kita berenang mengikuti arus sungai ini. Jangan sampai kalian terpisah dari Bapak dan Ibu !"

"Ibu, ekorku patah bu. Aku tak sanggup berenang lagi" ucap si bungsu.

"Ayo nak. Kamu harus terus berenang agar tidak terbawa arus ini. Kamu harus kuat nak" balas sang ibu seraya mendorong tubuh anaknya dan membantunya berenang.

Berjam – jam mereka berlima berenang di sungai yang deras. Yang airnya mulai ganas. Makin lama makin deras. Mereka berlima makin was – was. Namun berkat kegigihan Bapak dalam memimpin keluarganya, berkat do'a yang selalu dipanjatkan oleh sang Ibu tiap malam. Berkat semangat hidup mereka yang tinggi. Akhirnya air bah itu bisa mereka lewati.

Matahari mulai muncul dari balik gedung tinggi. Bumi mulai hangat. Air sudah tenang. Keadaan sudah aman.

"Kita dimana Pak?" tanya sang Ibu dengan sedikit tenaga yang tersisa.

"Alhamdulillah bu, kita sudah aman. Kita sekarang berada di hulu sungai.

"Hulu sungai?"tanya sang Ibu tak percaya.

"Iya bu, hulu sungai. Jauh dari pabrik. Jauh dari kebisingan, jauh dari polusi. Tempat yang layak untuk kita tinggali bersama" jawab si bapak sambil memeluk istri dan anak mereka.

"Tuhan telah mendengar do'a kita ya Pak?" ucap sang Ibu sambil menitikkan air mata bahagia.

"Iya bu, do'a makhluknya yang tak pernah putus asa menghadapi segala cobaan yang diberikan olehNya"

"Ayo bu, kita bergegas ke hulu disebelah sana, sepertinya anak – anak kita lapar" ajak si Bapak.

"Iya Pak... Ayo anak – anak, kita berenang kesana. Sepertinya disana banyak makanan untuk kita" ucap sang Ibu yang diikuti oleh ketiga anaknya.

Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang