Wanita Itu Bernama Suliki

256 2 0
                                    

"Jadi menurutmu umur anakku tidak lama lagi?"

"Begitulah..."

"Ta... ta... tapi kenapa? Aku sudah mengusahakan pengobatan yang terbaik untuknya, rumah sakit terbaik, bahkan puluhan dokter terbaik sudah aku datangkan dari luar negeri" ucap Hartono dengan nada cemas tidak karuan. Cemas akan kehilangan anak semata wayangnya.

"Takdir..."

"Apa? Takdir katamu? Aku tak percaya takdir. Aku hanya percaya pada logika dan otakku. Jadi... kau benar – benar tak bisa membantuku?" tanya Hartono sedikit menekan Suliki. Wanita peramal.

"Penglihatanku berkata demikian... maafkan aku" ucap Suliki.

"Persetan dengan penglihatanmu..." ucap Hartono dengan geram seraya berlalu pergi dan membanting pintu rumah Suliki.

Suliki diam...

Menarik napas panjang...

Bola matanya bergerak – gerak kesana kemari. Ke kanan dan ke kiri. Kadang pula ke atas dan ke bawah. Sambil mulutnya terus berkomat – kamit merapalkan mantra. Mantra yang hanya dapat dimengerti olehnya dan hanya dapat didengarkan oleh penghuni alam ghaib. Yang lain tidak. Setelah itu ia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan merambat menelusuri tembok menuju kamarnya.

***

Wanita itu bernama Suliki. Terlahir dari rahim seorang dukun sakti bernama Wan Ipeh. Jauh di desa di lereng Gunung Kawi. Gunung yang terkenal akan seribu satu hal ghaib. Mulai dari cerita – cerita yang dibawa angin, orang – orangnya, hingga benda – benda yang ada disana beraroma mistis semuanya.

"Ayo Ipeh... tarik napasmu... keluarkan napasmu... pelan – pelan dan satu – satu..." tuntun seorang dukun beranak. Dengan perawakan kecil kurus berambut putih. Berusia tujuh puluh tahun.

"Aku tidak kuat lagi.... Tenagaku sudah hampir habis..." ucap Wan Ipeh.

"Gunakan kekuatanmu yang lain Ipeh, demi anakmu..."perintah sang dukun.

Ipeh seolah mengerti maksud sang dukun. Bukan karena tidak mau menyanggupi perintahnya, tapi ini semua terlebih karena Ipeh tahu resiko yang akan ia terima jika ia menggunakan kekuatan itu.

"Tapi Maaaakkk...."ucap Ipeh tersendat – sendat dengan napas tinggal satu – satu.

"Ipeh... percayalah..."ucap sang dukun sambil memegang erat tangan Ipeh dan menatapnya dalam – dalam kedalam kedua bola matanya. Seolah meyakinkan Ipeh bahwa hanya inilah cara yang terbaik dan terakhir untuknya.

"Oeeekkk... oeeekkk... oeeeeeeeeekkkkk....."

Tak butuh lama, pecahlah tangisan bayi di malam yang sepi itu. Malam yang beriringan dengan datangnya rintik hujan yang cukup deras. Mengiringi kelahiran sang bayi. Seolah – olah membekap suara tangisannya agar tidak di dengar oleh penghuni alam ghaib.

"Ipeh... anakmu cantik sekali, mirip denganmu Ipeh" ucap sang dukun sambil menggendong sang bayi dalam pelukannya. Namun ucapan itu seperti ditelan oleh suara rintik hujan yang deras di malam hari.

***

Suliki, nama wanita itu. sudah hampir setengah abad ia tinggal di kaki Gunung Lawu. Di sebuah desa yang terpencil. Dengan penduduk yang tidak begitu banyak. Namun begitu, Desa Arum Seger terkenal seantero Jawa. Desa itu mendadak terkenal karena seorang wanita tua bernama Suliki. Karena ia berhasil menghidupkan orang mati.

"Mak... tolonglah anakku, dia mendadak kejang – kejang. Setelah itu aku melihatnya sudah tak bernapas lagi. Tolonglah Maaak..." pinta seorang ibu sambil menggendong anak lelakinya ke hadapan Suliki.

Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang