Pembunuhan di Wat Prayoon Wongsawat

397 2 0
                                    

Sebuah karangan bunga

Mewakili diriku juga jiwaku

Didalam bunga yang kuberikan padamu

Ada kehangatan lembut dariku

Terimalah dia dan biarkan dia mengikutimu

Pergilah dengannya meskipun engkau jauh

***

Matahari menembus jantung Sungai Chao Praya. Menembus tepat ditengah lalu terperangkap di chedi - chedi Wat Prayoon Wongsawat. Nampak disana sebentuk siluet putih keemasan. Semakin menambah indahnya kuil itu.

Dibangun pada tahun 1828.Wat Prayoon Wongsawat adalah sebuah kuil Buddha. Dengan bangunan semuanya serba putih. Terkenal akan The tallwhite chedi nya – di Indonesia biasa disebut stupa, membuat kuil ini mudah dikenali.

Chedi – chedi itu lebar di dasar dan berbentuk seperti lonceng, itu adalah chedi pertama di Thailand yang dibangun dalam gaya arsitektur yang sangat mengesankan khas Sri Lanka. Terdiri dari 1 chedi besar ditengah dan 18 chedi kecil yang tersebar di seluruh halaman kuil.

Sebagai sebuah kuil Buddha, Wat Prayoon memiliki struktur khas seperti aula pentahbisan, aula pertemuan, ruang meditasi dan perpustakaan.

***

Keindahan kuil itu berhasil memikatku. Berusaha menarikku masuk kedalam kuil. Benar saja. Begitu aku menapakkan kakiku di halaman kuil, hatiku merasa tenang, tenteram dan damai. Hampir seluruh halaman kuil dipenuhi bunga berwarna merah muda berdaun semak. Sangat indah dan anggun. Bunga itu tidaklah terlalu tinggi. Pohonnya hanya seukuran tinggi orang dewasa. Meski begitu kecil, cukuplah untuk membuat suasana kuil menjadi teduh.

"Selamat datang, silakan isi buku tamu ini"

"Disini, Pak?"

"Iya benar, jangan lupa cuci dulu kaki anda di pancuran air disebelah sana. Jaga kesopanan dan ucapan. Karena ini adalah tempat ibadah"

"Baik Pak terima kasih atas pemberitahuannya"

Sapaan biksu itu sangatlah ramah, hangat dan penuh wibawa. Sayangnya aku belum sempat menanyakan namanya waktu aku bercakap – cakap dengannya tadi. Setelah aku membasuh kakiku, segera aku memasuki terass kuil. Suasana dingin dan sejuk memenuhi seluruh ruangan kuil. Lantai dan dinding kuil semuanya dari marmer putih. Seakan - akan mewakili sebuah simbol kesucian tempat ibadah tersebut.

"Selamat pagi, saya biksu Somchai. Ada yang bisa saya bantu?"

"Selamat pagi biksu, saya Pravat. Saya hendak bersembahyang disini. Bisakah biksu menunjukkan altar peribadatannya?"

"Oh iya, tentu saja. Mari ikut saya" ucap biksu Somchai.

Kami berdua lalu berjalan beriringan menuju altar Wat Prayoon Wongsawat. Di sepanjang lorong kuil nampak lukisan Budha di kiri kanan dinding. Ada juga beberapa patung Budha yang berdiri tegak disana. Harumnya aroma dupa menyebar ke seluruh ruangan. Menjejal masuk kedalam lubang hidungku. Suasana ruangan yang remang – remang dari cahaya lilin, menambah kesan khusyuk di tempat itu. Khusyuk untuk lebih mendekatkan diri ke Maha Pemberi Kehidupan.

"Nah... kita sudah sampai. Silakan anda mengambil hio yang ada di pojok sana" ucap biksu Somchai sambil menunjuk ke arah yang dimaksud.

"Terima kasih biksu"

"Sama – sama, semoga do'a anda dikabulkan"

Segera aku bergegas menuju tempat hio dari keramik yang ada di pojok ruangan. Aku ambil 5 batang hio lalu aku bakar. Setelah itu aku menuju ke altar utama menghadap patung Budha. Setelah selesai mengucap do'a, aku melangkah kedepan untuk menancapkan hio ku di tempat hio yang ada di meja altar. Namun begitu hendak menancapkan hio, pandanganku sesaat tertuju pada sesuatu dibelakang meja altar. Sesuatu yang mirip kaki manusia. Dihinggapi rasa penasaran bercampur sedikit rasa takut, aku mendekati pelan – pelan.

Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang