Pelangi di Malam Hari

891 5 0
                                    

Indahnya masa lalu tergores amarahku. Maafkan diriku. Saat itu aku dipenuhi amarah. Aku tak mau mendengar perkataanmu dulu. Aku lebih mementingkan persangkaanku padamu. Maafkan diriku.

"Dengar dulu penjelasanku mas..."

"Sudah.. aku tak butuh penjelasanmu. Semua sudah jelas. Terlukis di pelupuk mataku. Dan tak akan pernah bisa akan terhapus. Kita batalkan saja perkahwinan kita"

"Tapi mas....."

Belum juga lunas kata – kata terucap dari bibirmu. Aku pergi berlalu darimu dengan sejuta luka sayatan dalam hatiku. Yang jelas aku dengar adalah rinai tangismu. Berhamburan pecah ke udara.

***

Masih aku ingat masa itu. Saat langkahku terhenti di depan rumahmu. Di depan pintu pagar rumahmu. Kulihat lelaki itu memelukmu. Cukup lama aku menyaksikan kalian bermesra di depan mataku. Namun kau tak menganggap keberadaanku.

Setelah aku lempar seikat bunga mawar merah bertuliskan namamu "Zahra". Tepat didepan halaman rumahmu, barulah kau menoleh ke arahku. Kau mendekatiku. Aku berlari menjauh. Kau teriaki namaku. Aku tak peduli. Aku tak butuh penjelasanmu.

Diriku sudah dipenuhi api cemburu. Engkau yang selama ini menjadi pengisi kekosongan jiwaku. Telah begitu tega mencabik – cabik hatiku. Aku menyaksikan di depan mata kepalaku sendiri. kau bercakap mesra dengan seorang lelaki. Kau memeluknya erat. Seolah melepas kerinduan yang mendalam. Kau tak memperdulikanku saat itu.

Aku akui memang aku keras kepala. Sekeras batuan di gunung. Aku akui Aku sering menyakitimu. Tapi perlu kau tahu hanya engkaulah yang mengisi hatiku.

Namun apa daya, aku harus pergi. Pergi meninggalkan semua kepalsuanmu. Harapan yang aku tanam dalam hatiku lenyap sudah. Lenyap melesap ke udara.

"Selamat tinggal luka" gumamku dalam hati.

Sudah berapa masa berlalu. Entah aku lupa. Sejak kejadian itu aku berusaha menghilangkanmu dalam pikirku. Aku coba membuka lembaran hidupku yang baru. . Menyibukkan diri. Menenggelamkan tubuh ini agar ditelan masa. Apapun aku lakukan untuk melenyapkanmu dari pikirku.

Aku tak bisa....

Aku berusaha melupakanmu. Menghilangkan bayang wajahmu dari mimpiku. Namun aku tak bisa. Aku memutuskan untuk pergi ke tempat yang dulu sering kita kunjungi. Ya... tempat kenangan kita berdua. Saat kita masih bersama. Berharap agar aku bisa melepas kenangan kita. Mengingatnya untuk yang terakhir kalinya.

Aku duduk diatas batu besar. Dibawah air terjun. Saat itu menjelang senja. Matahari hampir beranjak ke peraduannya. Namun dia masih malu – malu untuk berpamitan kepadaku. Seolah – olah dia masih ingin menemaniku disini. Memancarkan redup sinarnya.

Cakrawala nampak bening. Sebening tatapan matamu padaku masa itu. Masa saat kita berdua bercumbu.

Tak terasa percikan air terjun mulai membasahi tubuhku. Membuyarkan lamunanku.

Entah karena lelah atau sudah bosan menemaniku, atau mungkin sudah jemu memandang kesendirianku selama puluhan tahun, mataharipun berpamitan kepadaku.

Dan akhirnya aku sendiri...

Tepat sesaat setelah kepergian matahari, diantara derasnya air terjun yang memercikkan butiran kenangan kita berdua. Butiran kenangan indah yang perlahan – lahan jatuh lenyap ke udara, muncullah bayang wajahmu. Wajah cantik dibalik pelangi.

Pelangi telah melukis indah wajahmu. Pelangi di malam hari. Seakan akan menginginkanku untuk mengingatmu dalam penantian selama hidupku. Aaah... menyesal aku. Mengapa aku meninggalkanmu. Kini wajahku tak seindah pelangi di malam hari. Kulitku tak secerah pelangi di malam hari. Yang pasti, rambutku kini sudah tak hitam seperti langit di malam hari.

Namun yang lebih membuatku menyesal adalah perkataan pamanmu. Yang tadi sore menyambangi rumahku. Sengaja datang jauh – jauh dari kota. Memenuhi permintaanmu. Untuk menyampaikan rasa bersalahmu. Hanya untuk berkabar bahwa lelaki yang dulu memelukmu adalah kakakmu. Bukan kekasihmu.

Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang