Perempuan Dibalik Bedak (bag.2)

160 2 0
                                    

Sejak kejadian 3 minggu lalu, saat Rini ketahuan identitasnya. Dia sekarang lebih selektif lagi dalam menerima ajakan dari teman lelakinya. Tidak sembarangan orang yang dia terima. Karena masalah itu, pikiran Rini makin kalut dari hari ke hari.

Hai...

Kencan yuk...

Banyak sekali WA yang masuk ke HP Rini. Namun semua itu tak digubrisnya. Dirinya masih trauma atas kejadian 2 minggu lalu. Takut akan terbongkar identitasnya. Ketakutan itu terus terjadi hingga saat dia keluar rumah. Di jalan, di tempat umum bahkan di Mall saat dia berbelanja bersama Winda. Bukan kesenangan yang dia dapatkan. Namun rasa cemas yang selalau menyergap dirinya. Diliriknya ke kanan dan ke kiri. Mungkin ada tetangga atau teman sekolahnya.

"Haloooo... ngelamun aja"

"Ah kamu Win"

"Kenapa sih? Ada yang membuntuti kamu ya?"

"Eeee... ti.. tidak kok" jawab Rini tergagap – gagap.

"Relax honey. Yuk kita ngopi dulu"

***

Bayangan pria itu masih selalu bermain di dalam kepalanya. Bahkan hingga menjelang malam saat dirinya mau pergi tidur. Lima menit. Tiga puluh menit. Hingga satu jam lamanya mata Rini tak kunjung terpejam. Dikuburnya kepalanya kedalam bantal. Dipejamkannya matanya. Namun semua itu sia – sia.

Keesokan paginya, dia terlambat masuk sekolah.

"Rini.... Ikut ke ruangan Bapak sebentar" panggil Pak Wanto selaku wali kelas Rini.

Sudah bisa dipastikan isi pembicaraan mereka adalah tentang kasus Rini. Satu jam lamanya mereka berdua berada didalam ruangan. Tidak ada yang bisa mendengar isi percakapan mereka. Cuma dinding dan nyamuk yang berkeliaran diatas kepala Rini.

Sepulang sekolah, dengan muka pucat dan pikiran tidak karuan, Rini melangkah ke tempat parkir. Mengambil motornya dan bergegas untuk pulang. Dia ingin cepat sampai dirumah.

"Rini... ayo makan nak" ajak ibunya.

"Tidak bu, Rini masih kenyang".

Hari demi hari kondisi Rini makin tak karuan. Makan tak teratur. Pandangan kosong. Cara berpakaian pun mulai ngawur. Seenaknya. Diajak bicarapun tak nyambung. Seolah – olah dalam pikirannya dipenuhi satu orang. Om Andre. Pria paruh baya yang mengajaknya kencan terakhir kali. Pria yang menemukan selembar kertas ulangannya saat malam itu.

Namun sebenarnya bukan itu yang membuat pikiran Rini makin kacau tak berarah. Bukan. Bukan Om Andre.

***

Keesokan harinya setelah pulang sekolah, Rini buru – buru pulang. Menghindar dari cercaan pertanyaan yang diajukan teman – temannya.

"Apa benar kamu seorang penghibur Rin?".

"Eh Rin, siapa om yang kamu ajak kencan?".

"Pantas penampilanmu makin aduhai akhir – akhir ini".

Berbagai sangkaan dari teman – teman sekolah Rini makin gencar dialamatkan padanya. Mulai dari sangkaan biasa hingga yang paling ekstrim sekalipun. Ada yang mencerca ada yang mengiba melihat kondisi Rini. Namun satu yang pasti. Rini cuek.

Tiiing....

Ya Rin... ada apa?.

Bisa ketemu gak Win?.

Bisa, dimana?.

Café Excelso.

Ok honey...

Sore itu Rini bersiap – siap untuk keluar bersama Winda. Kali ini tanpa bedak Paris. Tanpa kosmetik. Tanpa lipstik. Seperti yang biasa dia pakai kemarin. Namun hanya sapuan bedak tipis diwajah. Berpakaian kaos bercelana jins bersepatu sport. Bukan high heels.

Dua sahabat beda usia itu bertatap muka di sebuah café. Bukan untuk melepas kangen. Bukan untuk menggaet om – om. Atau berburu mangsa seperti biasa. Namun ada sesuatu yang lebih penting dari hal itu.

"Mau pesan apa mbak?"

"Dua coffee latte mas"

"Baik, silakan tunggu"

"Jadi gimana Rin, ada masalah apa?"

"Begini Win. Kamu ingat si James gak?"

"Iya kenapa emangnya?"

"Apa benar dia tinggal di Apartemen Grande daerah Kertajaya?"

"Benar, kamu kok tahu?"

"Aku dikasih tahu Bapaknya Win, Om yang kemarin kencan denganku".

"Terus apa hubungannya om tadi dengan si James?"

"Dia papanya James?"

Kedua bibir Winda seakan lekat. Menutup erat tak bisa berkata apapun. Dia sangat syok mendengar hal itu.

"Jadi kamuuuuu...." Tanya Winda sedikit terbata – bata.

"Iya Win, aku sudah tidur dengan mereka berdua".

"Apakah James tahu hal ini?".

"Tidak. Bahkan Om Andre juga tidak tahu soal James".

"Gila kamu Rin... kalau mereka berdua tahu gimana?"

"Aku tak peduli Win".

"Terus apa yang kamu takutkan?"

"Kehamilanku" ucap Rini singkat.

"Apaaaaaa kamu hamil?"

"Iya Win, setelah aku tidur dengan om Andre, aku tidak pernah bulanan. Aku test ternyata positif".

"Kamu tidak pakai pengaman?"

"Om Andre yang memaksaku".

"Kamu harus gugurkan janinmu. Atau kau akan habis".

"Tapi Win.... Aku tak punya uang".

"Aku bantu".

***

"Bagaimana Dokter? Kapan bisa mengambil janin saya?"

"Minggu depan mbak Rini datang kemari. Jangan lupa diminum dulu obat yang saya berikan. Agar pada waktu kiret nanti bisa berjalan lancar".

"Baik Dok, terimakasih".

***

Setelah kejadian itu, Rini beraktivitas seperti biasa. Ke sekolah. Ke Mall. Jalan – jalan. Seakann tidak pernah terjadi sesuatu sebelumnya. Dan Rini pun bisa sedikit bernafas lega. Pikirannya mulai berangsur – angsur membaik.

Dua minggu kemudian...

"Bagaimana Rin".

"Aku pendarahan Win?" ucap Rini.

"Bukannya kemarin sudah dibersihkan?"

"Iya. Tapi aku tak tahu sebabnya mengapa terjadi pendarahan ini? Aku takut Win" ucap Rini lirih.

"Ayo aku antar kamu ke dokter?"

"Sudah Win".

***

Tiiiiing....

Win... maafkan salahku ya?

Salah apa? Kamu tidak salah kok

Win... terimakasih kamu sudah menemaniku selama ini

Heiiii... kamu itu yaaa. Jangan bikin lelucon ah...

Bedak Parisku ada di laci meja sebelah tempat tidurku

Kenapa??? Habis??? Mau beli lagi? Ayo aku antar.

Aku ingin kamu yang meriasku dengan bedak Paris yang kita beli bersama kemarin

Hei... heiiii... haloooo kamu kok jadi ngelantur gini?

Aku tidur dulu ya Win. Met malam J

***

Keesokan paginya...

"Mbak Win. Kamu tidak melayat hari ini?" tanya Jeni teman satu kosnya.

"Siapa yang meninggal? Sebabnya apa?" mendadak muka Winda pucat.

"Rini temanmu. Infeksi rahim katanya".

Kepala Winda terasa berat. Bayangan di depannya menjadi hitam pekat. Tak kuat Winda menahan tubuhnya....

Braaakk....

Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang