Sosialita Ala Gembel

236 4 0
                                    

"Eh jeng... mau kemana?" sapa wanita berbadan agak tambun itu.

"Oh jeng Rizki, ini jeng saya mau belanja sayur" jawab Rina – wanita paruh baya berbadan menipu mata yang melihat. Ukuran badannya mirip anak seusia SMP. Namun umurnya sudah berkepala tiga. Memang dunia ini penuh tipu muslihat. Aaahhh...

"Masak apa jeng? Pasti menunya itu – itu saja ya? Menu tempe. Hari ini tempe goreng, besok sambel tempe kering. Lusa apa yaaa? Oh yaaa. Bacem tempe. Hahahahaha...." Tawa jeng Rizki cetar menggelegar. Membuat tulang – tulang telinga jeng Rina serasa mau patah.

Tanpa melirik sedikitpun, wanita bernama Rina itu nyelonong pergi. Dengan hati dongkol dan mata menyipit. Menahan amarah dalam kepalanya agar tidak meledak keluar seperti tabung melon 3 Kg milik tetangganya Surti yang meleduk tiga hari lalu.

Di lingkungan yang penuh sesak itu penuh bau – bau kemiskinan. Bau yang menyebar ke seluruh penjuru kota metropolis Surabaya. Lingkungan itu dikenal oleh penghuninya sebagai PJS – Padangan Jaya Sentosa . Bernama demikian karena penghuninya memiliki harapan agar hidup sentosa dan makmur meski di pemukiman kumuh.

Lingkungan disekitar kompleks PJS terbilang cukup padat. Bagaimana tidak, hampir tidak ada tanah kosong didalamnya. Tunggu... jangan kamu bayangkan bahwa kompleks disini adalah kompleks perumahan elite mewah. Bergenteng glazur berperabot impor. Bukan. Kalian salah besar. Kompleks perumahan disini terdiri dari berpetak – petak rumah kardus. Ya benar. Berdinding kardus tebal beratap seng. Yang masing – masing unit dihuni oleh 3 sampai 4 orang. Bisa kalian bayangkan betapa padat dan sesaknya pemukiman itu.

Seperti halnya rumah mewah milik jeng Rizki. Si Ratu Ebor. Penghargaan yang diberikan orang – orang di kompleks itu karena jeng Rizki memiliki tubuh big size.

Rumah mewah milik jeng Rizki cukuplah luas dibanding rumah – rumah lain di kompleks PJS. Berukuran 3 x 3. dengan segala perabot didalamnya. 1 almari tua berbahan kayu jati dan 1 lembar tikar tipis dari kain untuk pelepas lelah di malam hari. Sudah hampir dua tahun lamanya dia tinggal disana.

Jangan membayangkan betapa miskinnya jeng Rizki. Karena kalian pasti kaget. Penampilannya bak sosialita kelas atas. Tak mau dia berpakaian biasa – biasa. Seperti sore itu, dia berjalan – jalan keluar paviliun mewahnya mengenakan long dress merek Dior. Iya benar. Dior. Berwarna biru tua. Bercelana jins hitam yang baru dibelinya kemarin dari pasar loak Keputih dengan uang hasil penjualan kaleng rongsokan dua minggu lalu.

Si ratu ebor berjalan – jalan berkeliling kompleks. Lirik sana lirik sini. Sambil berdandan ala Marilyn Monroe. Bedak tebal bergincu merah merona sambil kipas – kipas sepanjang kompleks karena udara Surabaya sangat panas meski menjelang malam.

"Hai jeng Riz, tumben cantik banget hari ini?" celetuk Wagirin. Pemulung kardus bekas yang sejak dari dulu naksir jeng Rizki.

"Aaah kamu, pura – pura tak tahu. Jangan coba – coba menggodaku ya? Atau sepatu high hellsku melayang ke jidatmu yang lebar itu" jawab si ratu ebor sambil matanya melotot seperti mau keluar.

"Ampuuuunnn... hahahaha" Wagirin tertawa meledek.

Seperti angin yang berhembus, ucapan Wagirin barusan seolah lewat begitu saja. Tak diperdulikan oleh jeng Rizki. Setelah melewati tikungan komplek PJS, akhirnya dia tiba didepan rumah ber cat putih. Bertuliskan "Home sweet Home Rina".

"Akhirnya sampai juga" ucap Jeng Rizki dalam hati.

"Permisi..... helloooo?" teriak Ratu Ebor dari luar pagar.

Karena cukup lama tidak mendapat jawaban, jeng Rizki memanggil lagi. Kali ini dengan nada suara sedikit dinaikkan.

"Helloooo.... Ratu Mbanoooong? Apakah kamu dirumah?"

Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang