Tiga

11.8K 1.1K 12
                                    

Lana memberanikan diri membuka pintu. Tidak terkunci. Tidak ada lubang kunci. Hanya gagang pintu biasa berwarna perak. Ia makin waspada.

Bagaimana mungkin penculiknya melakukan kebodohan seperti ini?

Mengikat korbannya dengan erat tapi membiarkan pintu terbuka begitu saja?

Lana mengambil beberapa nafas panjang sebelum memberanikan diri membuka lebar pintu kamarnya. Bisa saja orang itu mengganti kunci dengan anjing penjaga atau algojo bertubuh besar. Sambil menahan napas, dia keluar dengan pelan dari pintu itu.

Di bagian luar ruangan itu ada koridor yang sama putihnya. Pintu putih tiap kamar berderet rapi dengan ukuran dan jarak yang sama. Tidak ada variasi lain. Tidak ada hiasan yang membuat dinding putih polos jadi tidak seperti rumah sakit. Lampu-lampu terang dan pendingin udara yang terlalu dingin membuat kesan rumah sakit jadi makin terasa. Atau, kamar mayat.

Lana berjalan pelan, berusaha tidak mengeluarkan suara. Ia menempelkan telinga di tiap pintu yang dilewatinya. Hening. Di pintu ketiga, ia mendengar suara. Seperti seorang laki-laki yang mengerang.

Gadis itu membeku.

Apakah suara korban yang sama dengannya?

Erangan itu terredam sesuatu. Siapapun yang mengeluarkan suara itu mungkin diikat juga seperti dia.

Lana mendekati pintu kamar tempat suara itu berasal. Tidak jauh dari kamarnya.

Tolol! Ia bisa saja lari tunggang langgang mencari pintu keluar dan terbebas dari tempat ini. Hatinya menolak. Ia merasa ada orang lain di tempat ini yang senasib dengannya.

Pergelangan tangannya masih mengeluarkan darah saat Lana membengkokan tangan untuk membuka pintu.

Gagang pintu tidak mengeluarkan suara sama sekali.

Seorang laki-laki dengan celana denim hitam terbaring miring di tempat tidur persis seperti yang ia alami. Laki-laki bertubuh besar. Kulitnya kecokelatan. Seprai di bawah tubuh laki-laki itu sampai hampir lepas.

Lana menebak, lelaki itu mungkin adalah olah ragawan atau tukang pukul. Bagaimana caranya menculik laki-laki sebesar ini?

Lana menghampirinya. Ragu-ragu, dia menyentuh tangan laki-laki itu. "Ssh ... tenang." Suaranya mendesis tegas. "Kau mengerti apa yang kukatakan?"

"Siapa kau?" Laki-laki itu mengikuti perintahnya untuk berbisik.

"Lana. Aku juga sama denganmu. Diamlah akan kubuka ikatan tanganmu."

Lana meringis. Pergelangan tangan laki-laki itu berdarah parah, hasil dari pemberontakan yang sia-sia. Tali itu memakan kulit yang disentuhnya. Semakin berusaha bergerak, semakin banyak kulit yang terluka. Ia mual membayangkan betapa ngilu luka yang diderita laki-laki itu.

Simpul itu bisa denga mudah dibukanya dengan mata terbuka. Sesekali dia menggeleng keras untuk membuang bayangan Dmitri dari kepalanya, bayangan saat membuka tali di tangan Dmitri yang sudah mati.

Lana membantu laki-laki itu membuka penutup kepalanya. Wajah tampan dengan janggut sehari menatapnya dengan mata yang seperti dua buah lampu berwarna biru elektrik. Helaian rambut berkeringat menempel di dahi dan pelipisnya membuat wajah itu terlihat seperti khayalan erotis. Tubuhnya yang terbalut kaus penuh dengan otot seperti sebuah pahatan kayu.

Terkejut, Lana terdiam beberapa saat. Mata biru itu mengerjap, memfokuskan pandangan padanya. Lana menutup mulut dan menelan ludah. Siapa yang tega membuat lelucon seperti ini? Berada di tempat tidak jelas dalam situasi yang tidak jelas bersama laki-laki setampan ini?

The Great Escape; Sweet Pea (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang