Sepuluh

5.7K 676 43
                                    

Darah Gabriella sudah menggenang hingga ke kaki Lana. Kental. Aroma anyir memuakkan yang sudah lama berusaha dilupakannya. Dengan cepat, Lana bangkit menghindar. Bukan darah itu yang membuat tubuhnya gemetar lagi. Dia sudah pernah melihat yang sama. Dia sudah pernah melihat orang mati. Yang menyakitkan adalah kenyataan dia lagi-lagi tidak bisa melakukan apa-apa.

Selain Lana, tidak ada yang bergerak di ruangan itu. Mereka mematung seperti belum pernah melihat mayat sebelumnya. Mereka semua sama, gemetar dalam ketakutan dan kegelisahan.

Memang, tidak ada kematian yang tidak menakutkan. Kematian adalah teror yang diembuskan pada semua yang hidup. Kematian seperti monster yang menculik orang-orang ke tempat gelap selamanya.

Lana berlari ke kamar Gabriella untuk menyeret selimut, seprai dan pakaian Gabriella. Mayat itu harus disingkirkan. Sebentar lagi, mayat itu akan membusuk. Ia tahu benar, mereka tidak akan bisa tinggal di rumah bersama dengan mayat. Aroma darah dan amonia akan membangkitkan emosi manusia dan mempermainkan mental mereka. Harus ada yang membersihkan semuanya. Dia tidak bisa menunggu orang lain

Orang-orang melihat tingkah Lana dengan heran, tapi tidak satu pun dari mereka punya ide lain untuk melakukan hal yang lebih berguna.

"Apa?" sembur Lana entah pada siapa. Dia hanya kesal harus menjadi satu-satunya orang yang waras di sini. Melihat mereka semua hanya diam menonton seperti itu membuatnya sangat ingin marah.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Silvia bingung.

"Menurutmu apa? Makan malam?" Dia terus menggulung mayat itu ke dalam selimut dan membersihkan darah dengan kain seprai. "Zac, All bawa mereka ke kamar masing-masing. Mike, kau bantu aku membersihkan kekacauan ini. Mayat Gabriella akan segera membusuk jika tidak disingkirkan."

Ella menjerit lagi. "MOMMY... MOMMY... JANGAN APA-APAKAN DIA! KUBUNUH KAU SUNDAL!"

Lana berterima kasih melihat keputusan Zac untuk menutup mulut Ella dengan telapak tangan saat menggendong gadis itu menuju kamarnya. sudah cukup tekanan di ruangan ini tanpa harus ditambah jeritan anak remaja itu.

Lana melihat sekeliling, berusaha mencari tempat yang bagus untuk menyimpan mayat. Bau busuk akan memenuhi seluruh rumah. Seharusnya mayat ini dibakar atau dibungkus plastik. Formalin? Apa ada benda itu di rumah ini? Dia tidak tahu bagaimana cara menyuntik formalin. Dia bahkan tidak pernah memegang alat suntik.

"Ya, ampun. Yang benar saja. Aku belum pernah... eh... mengangkat mayat." Mike menahan mualnya.

Betapa inginnya Lana menjejalkan kain penuh darah ke mulut lelaki itu. Dipikirnya cuma dia yang mual? Lana sudah berusaha menahan gejolak di perutnya sejak tadi. Tidak bisakah dia berhenti mengeluh?

Setelah berkali-kali mendengar lelaki itu mengeluh dan menyumpah, Lana sudah tidak tahan. "Kau ingin menunggu mayat ini mengeluarkan belatung? Kau ingin menunggu mayat ini membusuk dan sesak karena baunya?" Lana melotot pada Mike. "Ayolah, aku tidak bisa mengangkat Gabriella sendirian."

"Aku tidak bisa," kata Silvia. "Ini salahku. Mereka akan memenjarakanku. Ini salahku."

Drama lain lagi. Lana membanting kain penuh darah ke lantai.

"Ya, ini salahmu. Seharusnya kamu melempar benda lain yang tidak berpotensi membunuh. Seharusnya kamu melempar sendok atau benda tumpul lainnya. For God sake, Slivia! Apa ada gunanya penyesalanmu? Dia mati. Kita terjebak di sini. Apa jeritanmu bisa mengubah keadaan?"

The Great Escape; Sweet Pea (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang