******************************
"Kamu bicara apa sih?" Hana tertawa hambar. "Dia terlihat baik... aja." Tapi Hana langsung teringat kejadian tadi.
Juna menggeleng. "Tidak. Dia adalah orang yang hebat dalam menyembunyikan sesuatu. Setelah dia pergi, dia masuk rumah sakit dan..." Juna kembali menggeleng.
"Dan apa?" tanya Hana penasaran.
"Dia koma. Bangun. Koma dan bangun lagi, sampai ia akhirnya memutuskan untuk melakukan operasi dalam hal ia tak tahu jika keputusan besar itu akan berhasil atau tidak. Ya, dia sedepresi itu ingin kembali."
Tatapan Hana ke bawah, berupaya menyembunyikan wajahnya yang memucat setelah mendengarnya. "Kenapa dia tidak pernah memberitahuku?" tanyanya setengah berbisik.
Juna terlihat terkejut, tapi mengganti ekspresinya dengan kecewa sembari bergeleng padanya. "Aku mengira kamu hanya sekedar reminis tapi ternyata kamu wanita yang tak... berperasaan."
Seketika wajahnya terangkat, terkesiap dan memiliki ekspresi tak mengerti atas lontaran Juna barusan. "Kamu bicara apa? Aku tak tahu menahu tentang ini!" kilahnya.
Juna mengerutkan kening. "Hah? Dia mencoba menghubungimu terus lewat telepon."
Hana makin bingung mendengar pernyataan Juna. "Telepon? Dia gak pernah... tunggu... kapan dia mencoba meneleponku?"
"Tiap waktu."
"Tolong definisikan!"
Juna mengingat sebentar, sampai akhirnya menjawab, "Aku rasa beberapa bulan setelah kelulusan, kenapa?"
Hana mengusap keningnya, mencoba mengingat. "Mungkin... ponselku yang hilang itu..."
Juna makin memperdalam kerutan keningnya, ia lalu mendengus kencang. "Hilang? Tapi kamu balas pesannya dengan bilang "aku gak peduli"."
Mata Hana terbelalak. "Hah? Gak mungkin aku menulis i-"
Juna memotong ucapan Hana. "Bagaimana dengan pesan surat yang ia kirimi selama ini? Jangan bilang kamu kehilangan itu juga!" Juna tak habis pikir dengan wanita di depannya ini, apa ia pura-pura lupa atau memang ia bodoh?
"Pesan... apa?" Hana tak bisa membendung air matanya lagi. Jadi, selama ini... dia sendiri yang memutuskan semua komunikasinya? Selama ini ia mencoba menghubunginya... tapi ia tak pernah sekalipun membalasnya?
Juna tertawa kecut. "Kamu bohong kan?"
Hana menggeleng pelan, tatapannya kembali ke bawah. "Aku pikir dia... benci... dan... melupakankanku, Juna," ucapnya dengan terbata-bata.
Juna bergidik menyadari ini.
"Aku tak habis pikir denganmu. Dia bahkan gak pernah absen hadirin pameran bukumu itu." Ia berdecak. "Tapi kamu tak pernah sadar dia ada di sana. Kamu selalu sibuk dengan kekasih barumu itu."
Mendengar ini, Hana sangat tercengang. "Apa? Dia disana?" Ia tak pernah menyangka Axel selalu menghadiri acaranya, bagaimana ia tak tahu selama ini.
"Kamu wanita jahat, Hana." Juna menggelengkan kepalanya.
Hana langsung terduduk dan mengubur wajahnya, sedangkan Juna hanya diam memandangi Hana tak percaya.
"Jadi... kamu memang benar-benar tak tahu, huh?" tanya Juna pelan saat menyadari ekspresi wajah Hana. Ia bisa membedakan antara orang yang berbohong dan berkata jujur.
Hana perlahan mengangkat kepalanya dan menghapus air matanya dengan paksa. "Apa... apa ia sudah sembuh sekarang?"
Juna terdiam sejenak sampai ia menghela napas berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Dear Mr CEO | ✔
Ficción General*Sequel to 'Dear Mr Nerd'* Apakah Hana akan berpendirian teguh pada hatinya yang lama atau sekarang? Ketika ia perlahan mulai membuka pintu hatinya, dia kembali membuka luka dalamnya. NO PLAGIARISM! COPY! ATAU SEJENISNYA. Highest rank: #9 General Fi...