Rencana

1.2K 57 0
                                    

Azura pov.

Tanpa terasa dua bulan aku sudah tinggal disini. Kehangatan keluarga yang dulu aku impikan sekarang bisa aku dapatkan dari keluarga Abbas. Mereka begitu baik padaku. Walaupun disini aku di tuntun untuk menutup auratku.

Tapi itu tak menjadi masalah untukku. Kalian taukan aku sudah berjanji untuk membantu Abi. Aku sudah menjalankan aksiku dengan bantuan Alex sang jenius. Aku berhasil meretas data data pribadi Amir. Di tambah lagi aku mengunakan sedikit kelebihanku disini.

"Malang sekali nasib jalang itu". Gumamku pelan.

" Kau barusan mengatakan sesuatu Ra?". Tanya Shamma.

Aku menggeleng pelan lalu tersenyum tipis. Aku hanya diam mengelus rambut hitam legam milik Eylul di pangkuanku. " Aku heran, kenapa Eylul bisa seakrab ini padamu? Padahal dia anak yang sulit untuk di dekati. Beda dengan Eyluna yang lebih hiperaktif ".

" Aku juga tidak tau".

"Mbak Shamma, boleh aku bertanya siapa itu Athaya?". Tanyaku sok kepo.

Aku hanya ingin tau langsung dari sudut pandang Shamma. Oke aku memang sedikit kepo. "Kau menyukai Athaya? Apa kau memiliki hubungan kusus dengannya".

" Tidak hanya ingin tau saja".

"Bang Athaya itu sebenarnya Bang Amir. Dia anak sulung dari keluarga ini. Tapi aku sudah lama tidak bertemu dengannya. Yang sering ku lihat itu tuh si somplak es serut. Tapi sekarang rumah Ami sepi kayak kuburan. Tinggal aku disini. Aku seneng kamu ada disini, jadi rumah ini gak sepi sepi amat".

" Bunda, Eylul mau bobo sama Mommy Zura boleh?". Tanya Eylul polos.

Tiba-tiba datang si biangkerok Eyluna. " Gak bisa aku yang harus tidur sama Mommy bukan kamu". Sungut Eyluna tak terima.

"Una gak boleh gitu, biasanya juga tidur sendiri kenapa jadi manja banget sekarang?".

" Tapi Bun?Aku-".

"Iya, Una sama Eylul boleh tidur sama Mommy".

Eyluna melompat senang sedangkan adiknya Eylul lebih memilih diam tersenyum tipis.

" Apa gak ngerepotin kamu Ra?".

"Gak pa-pa lagian besokkan mereka bakalan jauh dari aku. Jadi biarin aku puas puasin bermain bareng mereka mbak".

______

Di sinilah aku, di ranjang tua bangka berkelambu lusuh. Aku tidur di apit oleh kedua anak Mbak Shamma. Eylul Aqba Akbar dan Eyluna Aqbi Akbar.

" Mom, mommy mau gak ikut Eyluna pulang ke rumah yayah?".

"Mommy gak bisa sayang, nanti yang jagain kakek nenek siapa?".

" Tapi Eyluna-".

"Tidurlah sayang. Besokkan harus bangun pagi pagi".

Eyluna mengangguk pelan.

Apa yang harus aku lakukan sekarang? Ini sangat membingungkan. Kalian tahu? Lawanku bukan preman receh atau sejenisnya. Dia psychopat dan sialnya punya kekayaan yang melimpah.

Ayolah ini memang sulit tapi aku sudah berjanji bukan?

Entah kenapa aku akhir akhir ini gelisah. Mimpi itu terasa begitu nyata hingga aku tidak bisa membedakan yang mana nyata atau hanya imajinasiku saja.

Akupun beranjak dari kasur dan memilih keluar kamar setelah memastikan kedua keponakanku terlelap. Ku putuskan untuk duduk di teras rumah. Mungkin dengan menghirup angin malam bisa memperbaiki sedikit moodku.

"Argghhhh...sa..kit...ku..mmohon hentikan". Teriak seseorang.

Oke mungkin aku sudah gila. Aku mendengar rintihan jalang itu lagi. Sungguh ingin rasanya aku menolongnya namun aku tak tau harus berbuat apa?

Aku tak mungkin berkata bahkan berteriak di depan semua orang bahwa anak sulung tercinta keluarga Abbas melakukan hal bejat? Bahkan sangat kejam.

aku masih sayang nyawa tuan!. "Kenapa kau masih disini sayang?".

"Alex?Apa yang kau lakukan disini? Apa kau sudah kehilangan akal?".

" Diamlah aku kesini bukan untuk mendengar ocehanmu sekarang. Dengarkan aku, aku kesini hanya untuk menunjukkan ini padamu".

Alex menyodorkan ponselnya padaku. "Apa ini?".

" Kau lihat saja sendiri".

Di dalam ponsel itu Alex menyodorkanku sebuah rekaman cctv.

Nafasku tercekat jadi benar firasatku. Dia...dia..

"Alex...dia...dia".

Tbc..

My Devil BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang