Hambar

1K 60 3
                                    

Azura pov.

Pernikahan ini memang tidak di inginkan. Tapi aku akan berusaha menjadi sosok istri yang baik. Walaupun dia tidak akan menganggap ini.

Dia tak benar-benar menganggap aku ada. Fine! Aku tidak peduli.
Peduli udel dia mau atau tidak? Tapi aku tetap istrinya.

Seperti pagi ini masakanku yang sudah susah payah aku buat untuknya tak lagi di sentuh. Dia hanya minum kopi setelah itu pergi begitu saja.

"Non Ura, kenapa berdiri di situ? Kenapa gak di samperin aja Gus Amirnya?" Tanya Mbok Sum heran.

Dia saja bingung apa lagi aku? Kenapa aku bersusah payah memandangnya hanya dari balik pintu ini. Bukan berlari memeluknya untuk terakhir kali sebelum dia benar-benar pergi? Selayaknya sinetron picisan dimana Sang istri akan menangis tersedu-sedu di dalam dekapan Sang suami? Oh co cuit...

Big No! Itu Mimpi

Aku hanya menggeleng pelan lalu memilih pergi ke kamarnya. Aku mungkin tidak akan bertemu dengannya dalam waktu dekat. Kenapa bisa aku tau? Jangan lupa aku bisa membaca pikirannya. Hanya entah kenapa setelah menikah dengannya pemikirannya seolah putih abu abu.

Dia akan pergi dalam waktu seminggu untuk perjalanan bisnisnya di Dubai. Jangan berharap dia akan mengatakan sesuatu padaku. In your dream girls!

Memandangku pun rasanya dia enggan. Dan di sinilah aku, memenuhi hasrat kekepoanku tentangnya. Disaat dia pergi aku akan mencuri curi peluang untuk masuk ke kamarnya. Mencium sepuasnya aromanya di ruangan penuh maskulin dan dingin.

"Kenapa kamu begitu kaku sekali sih?" Tanyaku ambigu pada sebuah foto berbingkai kecil di tanganku.

"Kamu tau tidak? Orang lain bilang aku ini misterius, aneh dan dingin"

"Tapi bagiku kau orang yang paling dingin, misterius, kejam dan aneh"

"Aku tidak aneh, aku hanya ingin orang tidak melibatkan dirinya terlalu jauh dalam kehidupanku. Aku hanya ingin mereka tak bernasib buruk. Jujur aku bukan orang yang gampang membuka diri. Buktinya dari aku mengenal seragam putih abu abu hanya Alex dan keluarganya yang aku kenal"

Aku tetap saja bermonolog sendiri mengajak sebuah foto berbicara.

"Aku aneh, benar aku orang yang paling aneh. Karna keanehanku ini orang tua kandungku membuangku. Dan sekarang aku juga di usir oleh orang tua angkatku. Miris bukan?" Kataku tertawa hambar.

"Aku tak punya teman. Entah ini anugrah untukku? atau bencana untuk orang tuamu? Orang tuamu baik sekali. Ingin menampungku. Walaupun aku harus membayar mahal untuk itu"

Ku dekap erat foto Amir seakan akan aku bisa merasakan sesuatu yang bisa menenangkan hatiku yang gelisah. Terkadang aku akan mengangkat foto itu lalu memandangnya intenz.

"Aku tak berani menjadi diriku sendiri. Aku hanya mampu berdiri di balik sosok dinginku yang selalu aku tunjukkan pada orang lain"

Demi Tuhan, aku mulai menjadi gila. Dan semoga saja iya. Sisi kewarasanku sudah lenyap. Mana ada orang waras bercerita ria dengan frem foto? Dan lebih gila lagi fotp itu suamimu sendiri? Kenapa harus bicara dengan fotonya, jika kau bisa mengajak orangnya langsung untuk berbicara? Kenapa juga seorang istri harus mengendap endap ke kamar suaminya sendiri? Aneh bukan? Tapi itu nyata. Dan itu aku!

Aku!
Ya Aku!
Sudah gila...

"Aku ingin sekali kau menjadi orang pertama yang menerimaku apa adanya. Walaupun dalam mimpi terindahku sekalipun. Karna hanya kamu yang aku inginkan"

"Aku harus pergi sekarang. Ayah sudah menungguku. Aku menyayangimu Amir" Akupun meletakkan frem foto suamiku ke tempatnya. Lalu melenggang pergi menuju kamarku sendiri.

Author pov

Azura, gadis itu pergi menuju tempat yang biasa dia kunjungi. Tempat sunyi namun tak sepenuhnya sunyi. Bahkan disana terlalu banyak tangisan dan teriakan tak kasat mata. Namun tak mampu di dengar oleh siapapun kecuali rumput dan hewan sekitarnya.

Dia menatap kosong gundukan tanah bertahta nisan di depannya. Nisan itu sudah menjelaskan kenapa dan untuk apa dia disana. Yah gundukan tanah itu adalah ayah angkat Azura. Sosok yang tulus dan teduh yang memberikan sebuah nama yang terngiang jelas menjadi sebuah nama yang selalu ia sandang.

Azura tertunduk, kedua tangannya menakup menjadi satu. Bibir tipisnya bergerak membaca bait bait doa untuk Sang ayah.

"Ayah... Azura datang lagi!! Apa ayah kangen sama Azura?"

Kosong

Tak akan ada yang membalas pertanyaan sederhana itu. Hanya terpaan semilir angin yang menyapu wajahnya.

"Ayah--aku, aku...aku bingung. Aku bingung dengan rasa ini. Aku...aku telah menjebaknya dalam sesuatu yang tak patut untuk di permainkan"

"Ayah, kau tau? Terkadang aku terlihat sangat menyedihkan. Padahal aku sudah berjanji padamu. Untuk tidak membuat orang merasa iba padaku. Aku berusaha menutupi semuanya. Aku menjadi sosokku yang lain yah" lirih Azura menahan air mata yang sudah ingin tumpah.

Namun, ketahuilah tanpa di sadari sosok lain sedang menatap sendu padanya. Lelaki itu bukan benar-benar pergi. Kepergiannya hanya kedok saja. Yang ia perankan demi mengetahui siapa sosok sebenarnya gadis yang sudah menyandang nama belakangnya saat ini.

Amir Athaya Abbas

Laki-laki tampan itu tersenyum tipis di balik kaca mata hitamnya. Dia sudah mengetahui siapa istrinya. Bahkan dia tau kalau Azura selalu masuk ke dalam kamarnya bercerita ria dengan fotonya. Terkadang jika membayangkan itu Amir ingin sekali tertawa mengolok istrinya itu.

Namun lagi lagi dia menahan egonya. Demi mengetahui sisi misterius dan tak tersentuh dari sosok Azura.

"Azura..."

Tbc.

Geje ya? Sorry banget kalau ceritanya mulai absurd. Kenapa? Karna tulisanku yang udah banyak itu tiba tiba eror dan hilang. Bekos aku harus nulis dari awal lagi...

Btw Thanks buat kalian yang udh baca. Aq tunggu komennya. Hehehe aq terlalu kepo sama comen.

My Devil BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang