Ti amo

863 45 2
                                    

Amir pov.

Sudah 5 bulan dia tertidur pulas seperti putri tidur. Entah apa yang sedang ia mimpikan hingga enggan membuka matanya. Dia koma tanpa sebab. Tak ada penyakit yang serius. Semuanya normal tapi matanya tetap enggan untuk terbuka.

Entah kenapa aku seperti merasa kosong.
Hampa...
Dan sepi....
Apa ini yang di sebut rindu?
Aku merindukan sosok dingin dan angkuhnya.
Yang selalu mengendap ngendap datang ke kamarku hanya untuk memeluk kemeja dan bantal yang bahkan jarang aku gunakan.

Aku benar benar merindukan saat aku memperhatikan dia di balik kaca mata hitamku. Saat dia menangis tersedu sedu di depan pusara ayah angkatnya.

Tapi sekarang semuanya hampa. Dia yang angkuh dan pembrontak. Kini hanya bisa tertidur dengan wajah pucat pasih.

Mau sampai kapan?
Kapan kau akan sadar?

"Sadarlah sayang, mau sampai kapan kau menutup matamu? Apa kau tak kesepian? Aku kesepian"

Tiba-tiba benda pipih di kantongku berdering. Terpaksa aku harus melepaskan genggaman ini. Dan mengangkat panggilan tersebut.

"Halo"

"......."

"Atur pertemuanku dengan Max, setengah jam lagi "

"....."

"Pastikan awasi gerak gerik mereka berdua. Dan jangan buat mereka curiga"

"......"

Tuuuut

Panggilan ku putuskan secara sepihak. Hah! Mereka ingin menghianatiku rupanya? Dasar sampah!! Jangan harap!!!. Sebelum kalian berhasil membunuhku, kalian akan ku antarkan ke neraka terlebih dahulu.

Aku harus pergi sekarang. Tapi aku janji, aku akan kembali lagi menemuimu. Cepatlah buka matamu, aku benar benar merindukanmu sayang.

Cup

🍥🍥🍥🍥🍥

Author pov.

Setelah mengecup bibir Azura, Amir segera pergi meninggalkan ruangan bernuansa putih itu. Pria itu langsung masuk ke dalam mobil lambho miliknya. Dengan kecepatan tinggi dia membelah jalanan padat jakarta.

Suasana hatinya yang buruk membuat Amir ingin membunuh kedua penghianat itu sekarang juga. Tapi Amir sadar, Amir harus bermain cantik kali ini.

Disinilah Amir sekarang duduk di singgah sananya dengan angkuh dan penuh aura intimidasi menatap pemandangan semraut kota jakarta di balik kaca jendela. Amir tertawa lirih. Tawa yang tak sampai mata. Tawa mampu membuat siapapun bergidik ngeri.

Di sisi lain ruangan itu ada sosok lain. Pria jakung bertubuh atletis dan berwajah tampan. Dia Max Cordoba Vandores. Tangan kanan Amir di dunia hitamnya. Dia yang mengawasi perdagangan senjata milik perusahaan Amir. Sang buronan intermasional karna terjerat kasus pembunuhan dan penyelundupan narkoba. Max bahkan pernah bekerja sama dengan pangeran Arab Saudi dalam penyelundupan narkoba yang akan di kirim ke sejumlah negara Eropa.

"Kau tau kenapa aku memanggilmu kesini?"

"Saya sudah paham Tuan besar. Daniel sudah mengatakan maksud dan tugas saya disini"

"Bagus, beri mereka sambutan kedatanganmu Max"

"Baik Tuan siap laksanakan"

Max melenggang pergi meninggalkan Amir sendiri.

Tok..

Tok..

"Masuk!"

"Tuan besar, Tuan Amar ingin menemui anda"

"Assalamualaikum Bang, Kenapa Max ada disini? Jangan bilang abang-"

"Wa'alaikumsalam wr.wb Tak ada apa-apa dia hanya sekedar berkunjung. Apa maumu Amar? Cepat katakan aku harus pergi ke Dubai 15 menit lagi"

"Aku hanya ingin mengantarkan berkas yang kau minta tentang keluarga angkat kakak ipar"

Amar menyerahkan berkas itu pada kakak Sulungnya. " Abang akan pergi ke Dubai?"

"Yah,kenapa??"

"Ah tidak. Oh ya kalau begitu aku pergi dulu. Assalamualaikum"

"Wa'alaikumsalam wr. Wb"

Setelah Amar meninggalkan ruangannya. Amir beranjak dari singgah sananya. Kaki jenjangnya berjalan mendekati rak buku. Jari telunjuknya menekan tombok kecil di antara tumpukan buku itu. Hingga rak tersebut bergeser dan menampilkan apa yang tak kasat mata. Tangga escalator menuju lantai atas gedung ini.

"Semuanya sudah selesai Tuan. Mr. Tanaka sudah setuju untuk membeli senjata baru kita. Dan maaf Tuan, ada kabar buruk gudang ganja di Lombok terbakar. Pelaku masih kami selidiki"

Amir mendesis tak suka. Jantung Daniel berdegum kencang. Dia tau suasana hati Tuannya sedang jauh dari kata baik.

Langkah Amir terhenti. Dia berbalik dan menatap tajam mata biru Daniel. Tanpa di sangka-sangka Amir melemparkan dua buah belati ke arah Daniel. Belati tersebut tertancap tepat di jantung kedua bodyguard yang ternyata seorang mata mata. Mata Daniel terbalalak ngeri. Pria itu pikir dia akan mati dengan belati itu.

"Bodoh! Bagaimana bisa kau tidak sadar kalau mereka mata-mata?"

"Sa...saya" ucap Daniel gagap.

"Bereskan mereka, dan selidiki siapa orang di balik kejadian ini"

Amir akhirnya menaiki pesawat jet pribadinya.Di dalam jet pribadinya Amir hanya diam membisu. Pikirannya berkelana jauh. Dia merasa jenuh dengan hidupnya yang sekarang. Tapi dia sudah terlanjur jauh masuk dalam dunia hitam dan kelam.

My Devil BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang