"Hai sobat, long time no see Bihan, Sanji" Ucap Max dengan seringai liciknya.
"Max!! Apa maksudmu melakukan ini pada kami??" Tanya Sanji.
"Iya, apa maksudmu max?bukankah kita sahabat?" Timpal Bihan dengan wajah merah menahan marah
Pria itu tak terima di perlakukan seperti ini. Max tertawa rendah. "Sahabat? Aku tak pernah merasa punya sahabat seorang penghianat. Seorang penghianat harus mati. Tapi ah sayang sekali Tuan besar tak memberiku kesempatan untuk membunuh kalian""Jadi ini??" Bihan terbalalak takut walaupun pria itu berusaha menutupi.
"Binggo! Kalian sudah ketahuan Bihan! Dan berhenti bersikap seolah kau makhluk tak berdosa. Mari kita bersenang-senang sejenak untuk acara penyambutan kepulanganku sobat" Max tersenyum sinis
Sanji bergidik ngeri. Ia tahu Max tak pernah main-main dengan ucapannya. Siapa pun yang berani menentang Tuan besar, Max yang langsung turun tangan menghabisi orang tersebut. Jadi bisa kalian bayangkan pemirsa yang budiman. Apa yang akan terjadi pada Bihan dan Sanji??
"Aku tidak takut padamu Max! Apalagi pada si pongah itu! Dia sudah mati. Anak buahku sudah membunuh bajingan itu." Tantang Bihan.
"Bihan! Diam bodoh! Kau ingin kita mati sia-sia?? Kita memang bersalah tolol. Dan berhentilah mengoceh seperti perempuan" Hardik Sanji sebal.
"Tapi Sanji! Apa yang kita lakukan sudah benar. Tuan besar harus sadar! Dia terlalu kejam. Kau lihat sendirikan Teira seperti mayat hidup saat itu mengenaskan sekali"
"Diamlah Bihan! Kita sudah tak bisa berkutik lagi"
"Tapi.."
"Jadi aksi konyol itu adalah ulahmu Bihan?" Tanya Max dengan suara datarnya.
Max tertawa terbahak-bahak sarat dengan cemoohan."Kau tertipu bodoh!! Tuan besar belum mati. Dia ada disini! Mendengarkan kicauan busuk kalian sejak tadi"
Suara tepuk tangan tiba-tiba menggema di dalam ruangan tersebut.
Plok...
Plok...
Plok...Ruangan yang tadinya remang berubah menjadi terang benderang. Hingga menampilkan sosok yang sedari tadi mengintai tanpa suara.Di ujung sana Amir duduk dengan santai dengan kaki yang di angkat ke atas meja.
"Tu---tu--an be--be--sar???" Ucap mereka berdua terkejut.
"Kerja bagus Max, tanpa bersusah payah aku sudah tau siapa pelaku aksi konyol itu"
Draaakkkk!!!!Meja kayu yang semula di pakai untuk menopang kaki Amir patah menjadi dua. Dengan sekali pukulan meja tak berdosa itu patah tak berbentuk.
(selamat jalan meja, maaf nasibmu kurang beruntung😂😂)
"Daniel!!!"
Bruk
Teira terjatuh tepat di kaki Amir dengan keadaan badan terikat dan penuh luka lebam. Bahkan sudut bibir wanita itu robek hingga menyisakan darah yang sudah mengering.
Tangan kokoh Amir menarik sejumput rambut Teira sampai wajah penuh luka itu mendongak menatapnya.
"Pelacur sepertimu masih berani menatapku tajam? Tak sadar bagaimana kondisimu saat ini?" Mata hitam Amir menatap tajam kedua bola mata Teira. Jarak yang memisahkan mereka hanya sejengkal saja.
Tarikan pada rambut Teira semakin menguat sekan rasanya sekali lagi saja Amir menariknya mahkota cantik itu akan terlepas dari cangkangnya.
"Jangan pikir kau akan lepas begitu saja Teira! Kau masih bernafas saat ini berkat rasa ibaku padamu. Kau sudah berada dalam cengkramanku. Dan tak akan aku lepaskan kecuali kau sudah membusuk di neraka"
"Biadap kau Amir! Br*ngs*k!!!" Cerca Teira dengan nada tinggi.
Bukannya marah, Amir malah tertawa terbahak-bahak. Suasana di tempat itu semakin mencekam. Di tariknya bahu Teira hingga wanita itu berdiri dengan dua kakinya. Kuku Amir menekan bahu Teira semakin dalam. Wanita itu hanya bisa menangis dalam diam.
"Menarik! Kau memang sangat sayang untuk di bunuh begitu saja. Daniel bawa dia ke tempat yang sudah di siapkan. Terlalu baik jika aku membunuhnya sekarang"
Amir melempar tubuh Teira pada Daniel. Dan dengan sigap Daniel menyeret Teira yang meronta ronta dengan mulut yang masih bersumpah serapah pada Amir.
"Kini giliran kalian untuk merasakan keahlianku bermain samurai. Max, apa semua sudah siap?"
"Tentu tuan"
Baru saja Amir akan mengeksekusi Bihan dan Sanji tiba-tiba ponsel pintarnya berdering.
Tring....
Ponsel Amir berdering. Suara halus Umi mengalun indah dalam indera pendengaran Amir.
" Halo, Assalamualaikum"
"......."
"Iya, aku akan segera pulang"
"......"
Klik
" Ah sayang sekali aku sedang sibuk akhir-akhir ini. Jadi aku tak punya untuk menyiksa kalian"
Helaan nafas lega keluar dari keduanya. Namun hal itu hanya sementara. Sebelum...
"Dan sebagai gantinya, Max serahkan mereka pada Azura. Ku dengar Azura sudah berpuasa seminggu ini bukan?" Ucapnya dengan wajah tanpa dosa.
Max mengangguk mengiyakan.
Note: Azura yang di maksud Amir bukanlah istrinya tapi seekor Singa peliharaannya. Hadiah dari pangeran arab saudi. Entah karana apa Amir lebih senang memanggil Singa itu dengan nama istrinya.
"Aaaa-zuuuuu-raaaa" Ucap Sanji terbatah batah.
Amirpun pergi tanpa kata. Ketukan sepatu tantopel milik Amir perlahan pergi dan menghilang.
Sementara itu Max menatap keduanya dengan cengiran jenakanya.
"Ada permintaan terakhir Sanji? Bihan? Ah tak usahlah. Buang buang waktu saja"
Dengan hati gembira Max menarik paksa keduanya di bantu dengan bodyguard lainnya. Wajah Max berbanding terbalik dengan wajah Bihan dan Sanji. Mereka seperti mayat hidup. Pucat pasih bahkan untuk menelan saliva sendiri saja rasanya berat sekali untuk keduanya.
(kalian bisa pikirkan akhir dari keduanya sendiri. Author udah gak tega buat nerusinnya. Rip Sanji dan Bihan. Moga tenang di alam baka. Author sayang kalian hiks hiks hak cush...😭😭)
Tobe continue
Hai aku kembali lagi....
Setelah sekian lama mandek karna un. Dan masalah yang menguras emosi. Aku kembali dengan cerita ini. Maaf ya banyak typo. Dont forget vote and comment
KAMU SEDANG MEMBACA
My Devil Boy
SpiritualAku di juluki pembawa sial sebab kelebihanku membaca hati dan pikiran orang. Selain itu kemampuanku dalam meramal sangat akurat. Suatu hal yang indah namun karna kelebihanku itu tak ada seorangpun yang ingin menjadi temanku. *Azura # sequel dari Gus...