BAGIAN 11

53.1K 1.7K 48
                                    

No edit.

...

Zahya masih belum pulang. Ini sudah setengah jam dari waktu pulangnya yang biasa. Aku tahu dia sedang latihan dan kemungkinan dia akan pulang satu jam kemudian. Tetapi aku tidak ingin pergi sebelum melihatnya. Hatiku akan resah di sana.

Tapi waktu sudah menunjukkan hampir pukul tujuh malam dan aku harus segera bersiap menjemput Lory dan pergi bersamanya.

Aku menghela nafas. Seandainya saja, seandainya saja aku punya sedikit keberanian untuk mendekat pada Zahya, aku mungkin tidak seperti ini. Seperti seorang remaja yang tidak bisa menyelesaikan masalahnya.

Sebuah getararan dari saku celana menyela pemikiranku. Itu adalah pemberitahuan dari Lory kalau ia sudah bersiap dan sedang menungguku.

Kurang lebih setengah jam aku sudah bersiap. Yah tidak banyak yang harus ku siapkan untuk ke sana, toh tidak ada Zahya yang akan melihat penampilanku. Tidak ada tatapan kagum yang akan ku dapatkan darinya dan tidak ada semu merah yang akan muncul ketika ia melihatku. Ah, memang itu akan terjadi? Aku terlalu percaya diri.

Aku menggeleng pelan. Benar-benar merasa seperti remaja berumur belasan tahun yang tengah dimabuk cinta.

Dengan segera aku mengambil kunci mobil dan berangkat menjemput Lory di apartemennya. Tidak sampai setengah jam aku sudah berada di parkiran apartemennya. Aku menghubunginya dan menyuruhnya untuk turun. Aku tidak peduli dengan apa yang dia pikirkan dengan kelakuan tidak sopanku. Lagipula ini bukan kantor dan jika dia marah dan memutuskan hubungan kerja sama berarti dia bukan seorang profesional yang menghubungkan masalah pribadinya dan urusan kantor. Dan lagi dia bukan Zahya, istriku, orang ku cintai.

Mengingat Zahya, aku jadi khawatir. Apa dia sudah pulang?

Drrrt...

'Nyonya sudah pulang, Tuan dan dia baik-baik saja.' Aku lega setelah mendapat pesan dari orang kepercayaanku. Zahya akhirnya sudah pulang.

Tok... tok.. tok...

Ku alihkan pandanganku kekaca mobil. Seorang wanita cantik dengan gaun hijau daun dengan kerlip kristal yangmemenuhi gaunnya dan membetuk tubuh rampingnya berada di samping mobilku. Aku menurunkan kaca mobil dan menyambutnya dengan senyum. Wanita ini memang cantik, bahkan lekuk tubuhnya sangat memikat, pasti banyak sekali pria yang menginginkannya. Tetapi sayangnya, tidak denganku. Bagiku Zahya sudah memiliki semuanya, dia sudah mengalihkan tatapanku dan hanya berpusat darinya.

"Apa aku lama membuatmu menunggu?" tanyanya.

Aku tersenyum dan membukakan pintu untuknya. "Tidak." Jawabku singkat. Setelahnya kami berangkat menuju kediaman Miranda dan Gean.

....

Miranda dan Gean memang selalu melakukan sesuatu dengan maksmal. Contohnya adalah pesta yang mereka adakan ini. Tampak glamor dengan kerlip kristal emerald hampir di semua ornamennya.

Mereka berdua menyambut para tamu. Senyum bahagia dan bangga mereka tampakkan. Gean menatapku kemudian, namun senyum itu hilang beganti ekpresi aneh dan aku sedikit merasa risih dengan tatapannya itu. Entahlah, aku seakan melihat ejekan dari tatapan itu.

"Kau datang juga rupanya?" itu bukan hanya pertanyaan tanpa makna atau sekedar basa basi untuk menyapa kawan yang sudah lama tidak ketemu. Aku tahu ada makna tersirat dalam kalimat tetsebut. Dan aku yakin Bill dan Max sudah memberitahukan dia tentang masalah yang sedang kuhadapi sekarang.

Max dan Bill sialan. Umpatku dalam hati.Mereka benar-benar tidak berubah. Dari dulu, mulut mereka memang tidak bisa diam.

"Kau bisa lihat sendiri." sahutku acuh sambil mengendikkan bahu.

Marrying To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang