BAGIAN 15

48.9K 1.9K 54
                                    

Maaf kalau saya lama update. Karena satu dan lain hal yang membuat saya begitu. Saya harap kalian bisa mengerti. Saya punya kesibukan di dunia nyata yang benar-benar menyita perhatian saya untuk menulis. Saya yakin, kalian juga pasti punya kesibukan masing-masing. Dan saya yakin, kalian juga pasti lebih memeringkan kesibukan itu.

Untuk ke depannya, saya tidak akan janji untuk mengupdate tepat waktu (seminggu sekali) tetapi saya akan berusaha untuk mengupdate minimal sekali seminggu (kalau gak sibuk bisa tidak sampai seminggu sudah diupdate) :D

Btw, jangan lupa VOTEMEN-nya.

....

Jo POV

Jika ada nominasi dan penghargaan untuk produser dan penulis terbaik, mungkin aku bisa menerimanya. Bagaimana tidak, mulai dari membuat alur, skenario, sampai menyusun rencana untuk bertatap muka secara langsung dengan Zahya di kantor, dapat dengan mudah terealisasi. Padahal aku tahu kalau saat ini ia sedang menghindariku.

Well, harus kuakui, tindakan Zahya memang sepenuhnya karena kesalahanku. Aku sudah berlaku spontan dan implusif, atau bisa dibilang terlalu nekat semalam. Tapi, bukankah manusia memang sering bertindak sebelum berfikir? So, it's not my fault, right? Mungkin.

Dan untung saja Zahya tidak melakukan tindakan yang bisa membuatku masuk rumah sakit.

Tapi, kalau dipikir-pikir kembali, sepertinya itu lebih baik (diberi tamparan atau dipukuli hingga babak belur) dari pada dihindari seperti ini. Aku merasa seperti ia benar-benar membenciku.

Ada yang tidak kecewa seperti itu?

Kurasa tidak ada.

Yah, setelah semalam aku berjuang dan menurunkan egoku untuk mengungkapkan perasaanku, dia tidak bereaksi apa-apa. Maksudku, dia tidak sekalipun menyahutinya, tidak menolak, tidak pula menerima dan ketika aku terbangun pagi ini, bukannya aku mendapati senyumnya atau wajah malu-malunya, dia malah tidak ada di rumah. Bukan pergi jogging seperti biasa. Itu malah lebih baik, setidaknya aku bisa melihatnya saat pulang. Sayangnya, Zahya memiliki pemikiran sendiri dan lebih memilih berangkat ke kantor duluan, tanpa pamit.

Siapa yang tidak kecewa, sudah digantung, lalu dihindari?

Namun, sebaik apapun Zahya berusaha menghindar, tetap saja aku memiliki banyak cara untuk menemuinya. Seperti pepatah yang baru saja kubuat, satu jalan hilang, maka akan ada jalan lain yang akan kita temui. Aku cerdas. Aku memiliki kekuasaan. Tentu saja ini sangat mudah untukku.

Dan seperti yang kuharapkan, disinilah Zahya sekarang. Duduk di sampingku dengan makanan yang terhidang di atas meja. Meski ia masih belum menyicipi sedikit pun makanan itu. Apa makanannya tidak enak?

"Kau mau aku mengganti makananmu?" tanyaku setelah menelan makanan yang masih bersisa di mulut.

"Eh?!" Zahya menghentikan gerakan tangannya yang hanya memegang sendok tanpa digunakan untuk menyendok makanan. Ia mendongak, menatapku dengan rasa tak enak hati. "Maaf. Makanan ini enak, kok." sahutnya.

Aku menaikkan satu alis, menatapnya heran. "Lalu kenapa hanya dilihat, hm? Dari tadi kau belum menyentuh makananmu, Za. Jangan membuat makanan itu terbuang percuma."

"Eh."

Aku menatapnya khawatir, "Za, kau baik-baik saja, kan?"

Dia diam selama beberapa saat. Wajahnya terlihat resah seperti ingin menyampaikan sesuatu namun mulutnya tak mengeluarkan. Aku tidak tahu apa yang mengganjal di hatinya.

Aku menghela. Melihatnya seperti ini aku jadi merasa tidak enak. Ini mungkin karena kesalahanku. Mungkin Zahya tidak menyukai tindakanku semalam dan saat ini ia benar-benar tidak ingin menemuiku karena masih tidak menerima tindakanku semalam. Cih, sial. Menerka-nerka apa yang ada dipikirannya benar-benar sulit.

Marrying To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang