Twenty Four -The Last Truth

847 50 61
                                    

Flashback

New York, 23 September 2020

"kalau kau bagaimana hyung? Apakah kau masih mencintainya?"

Jisoo membuka lebar matanya ketika adik satu-satunya membalikan pertanyaan itu padanya

"bagaimana bisa aku mencintai bekas kekasih adikku sendiri haha" ia membalasnya dengan tawa namun itu bukan sekedar tawa biasa, ada terlintas rasa sakit dalam tawanya yang berat itu

"hmm..Benar dia mantan kekasihku dan aku sejujurnya memang belum bisa melupakannya" sungjae akhirnya mengungkapkan hal yang ia simpan dalam hatinya selama ini, ia memang belum bisa seutuhnya melupakan sooyoung ditambah lagi sooyoung yang kini mulai hadir lagi dihatinya, memberikan senyuman terbaiknya ketika mereka sesekali bertemu

"kalau begitu, kenapa kau tidak kembali kepadanya sungjae-ya?"

Pertanyaan jisoo itu membuat senyuman simpul pada bibir manis sungjae.

"aku tidak pantas untuk kembali padanya setelah sikapku yang dulu jahat padanya, meninggalkan dirinya sendirian seperti itu" kini sungjae menundukkan kepalanya, meresapi rasa sesal yang sampai saat ini masih mengerogoti hatinya, ia memang merasa tidak pantas jika harus kembali lagi ke sisi sooyoung setelah ia menorehkan luka dalam pada hati rapuh gadisnya.

"semua itu masa lalu, kalian hanya perlu melupakannya dan membuka lembaran baru, benarkan?"

"tidak semudah itu hyung, banyak luka diantara kami dulu dan aku takut jika aku bersamanya bayang-bayang itu akan hadir kembali dan malah menorehkan luka yang baru"

"ah..Begitu ya.. "

Jisoo kembali menyeruput americanonya, rasa hangat kopi membuat tubuhnya terasa nyaman dan sedikit terlindungi dari dinginnya new York

"kenapa kau tidak menikah saja dengan sooyoung?"

"EH??" jisoo membulatkan matanya, bahkan kini mulutnya menganga lebar. ia benar-benar tidak menyangka bahwa kalimat itu akan keluar dari bibir sungjae, adiknya sendiri mantan kekasih sooyoung.

"cih, candaanmu tidak lucu" ia sekarang mengalihkan ucapan sungjae yang ia anggap hanya sebagai bualan belaka, karena hal itu sama sekali tidak terbesit dalam hatinya. Ia memang masih mencintai gadis itu, tetapi ia sedikitpun tidak ada niatan untuk merebut sooyoung dari sungjae.

"menikahlah dengannya"

"kau sedari dulu tulus mencintainya, meskipun kau tau bagaimana latar belakang sooyoung tapi kau sedikitpun tidak peduli dengan hal itu, cintamu untuk sooyoung benar-benar murni Tuhan hadiahkan untukmu dan aku yakin kaulah satu-satunya pria yang bisa membuatnya bahagia"

Bibir Jisoo terkatup, diam dalam sunyi. Namun tidak dengan otaknya, otaknya kini bekerja keras nyaris ribuan kali dari biasanya, berusaha mencerna kata perkata dari kalimat yang sungjae tunjukan padanya.

"tapi aku yakin kalau sooyoung masih mencintaimu" akhirnya kalimat itulah yang Jisoo pilih untuk ia keluarkan dari kerongkonganya

"siapa bilang? Kau tau, setiap aku bertemu dengan sooyoung, ia selalu bercerita tentang dirimu dan bisa aku lihat matanya yang berbinar saat namamu ia sebut dalam setiap ceritanya. Ia dalam diam mencintaimu juga Hyung"

Jisoo masih diam. Hatinya teramat bingung saat ini. Ada secercah rasa senang yang ia rasakan dihatinya, namun pilu lebih dominan disana.

"tapi..." jisoo berusaha untuk menyangkal

"menikahlah dengannya hyung.. aku sudah rela menyerahkan ia padamu dan aku tau kalau dulu kau penah juga berkorban untukku kan? Berkorban menyerahkan sooyoung padaku dan mengorbankan perasaanmu sendiri"

STAND BY ME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang