Seharusnya tak ada masalah apapun selama Yunho ada di sini. Yunho sudah nyaman seperti ini. Teman-temannya baik, guru-guru pun sangat profesional dan telaten. Orang tuanya tetap sibuk bekerja, sementara Yunho masih bersama pembantu setiap hari. Dia kesepian, namun tak pernah bisa protes dengan keputusan kedua orang tuanya. Mereka bekerja juga demi dirinya. Yunho tumbuh dewasa, atau bahkan jauh lebih dewasa daripada anak TK seusianya. Yunho tak pernah menangis ketika jatuh. Ia akan melangkah mencari guru, meminta obat, lalu kembali bermain.
Lagipula kalau dia menangis, dia dapat apa? Orang tuanya tak mungkin pulang dari luar negeri hanya karena Yunho menangis. Ketika dia sakit saja mereka tak bisa pulang karena bisnis. Menurut mereka, bisnis jauh lebih penting daripada anaknya sendiri. Atau masa depan anaknya itu harus lebih baik dan juga terpenuhi. Hanya dari segi finansial, bukan dari segi kasih sayang seperti anak lainnya.
"Kita harus berangkat, Tuan." Seorang lelaki tua menghampiri Yunho, menyerahkan tas punggungnya seperti biasa. Dialah kepala asisten rumah tangga di kediaman Jung. Kepala asisten rumah tangga di rumah ini juga sudah Yunho anggap sebagai kakeknya sendiri. Lelaki itu selalu menjaga Yunho, mengurusi segala keperluannya. Bahkan juga mengurusi ayahnya ketika masih kecil dulu.
"Aku berangkat, Kakek." Yunho memeluk lelaki tua itu. Yunho tak pernah bertingkah seperti tuan muda di rumah ini. Semua pembantu adalah keluarganya. Merekalah yang menjaga dan melayani Yunho.
TK tempatnya bersekolah adalah milik keluarganya sendiri. Yunho tak pernah diizinkan mengambil TK lain. Padahal ia juga ingin bersekolah dengan anak-anak biasa, bernyanyi dengan wajah gembira, melupakan kenyataan kalau dirinya cukup kesepian. Di TK milik keluarga Jung ini, Yunho diperlakukan istimewa daripada anak lainnya.
Yunho sampai di sekolah dengan wajah kalut. Dia anak yang aktif dan juga ceria meski begitu. Teman-temannya yang lain menganggap Yunho beruntung karena memiliki orang tua yang sangat kaya. Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Yunho ingin seperti yang lain. Meski berasal dari keluarga menengah ke atas, anak lainnya masih memiliki kasih sayang dari orang tuanya. Meski sebagian juga bernasib sama seperti dirinya.
Rutinitas ala Yunho kembali seperti biasa. Sekolah, lalu les piano. Dunia bermainnya seolah dirampas oleh tuntutan dan tradisi keluarga Jung. Yunho harus mengikuti dan melakukan segala hal sebagai penerus keluarga Jung.
"Yunho! Yunho!" Teman-temannya muncul, membawa tas mereka dan berlari. Yunho menghentikan langkahnya dan menoleh. Sepulang sekolah, Yunho selalu dijemput oleh supir untuk les piano.
"Ya?" Yunho menoleh sembari tersenyum. Anak itu jauh lebih bisa menyembunyikan sisi sakitnya.
"Les piano?"
Yunho mengangguk enggan.
"Kau tahu tidak?"
"Apa?"
"Guru mengatakan kalau akan ada murid baru di kelas."
Jujur, Yunho tak terlalu peduli. Percuma saja ada teman baru. Nantinya dia juga akan seperti teman yang lain. Mendekatinya hanya untuk mendapatkan mainan baru. Atau karena desakan orang tua mereka untuk memiliki popularitas dan juga nama. Yunho pernah dengar istilah itu dari bibir para ibu. Yunho tak sengaja mendengarnya, jadi dia bisa mengerti. Perhatian dan kebaikan teman-temannya tidak tulus.
Ketika Yunho sampai di salah satu gedung mewah milik keluarga Jung, sebuah mobil berhenti di depannya. Gedung mewah ini juga diberikan sebagai tempat les eksklusif untuk Yunho dan murid kelas elite lainnya.
"Aku tidak ingin les!" Sebuah teriakan terdengar, disusul dengan tangis yang menyayat. Jeritan marah terdengar setelah itu.
Mau tak mau Yunho menghentikan langkah dan menoleh. Ia tak bisa melihat anak yang menangis itu karena tubuh ayahnya menghalangi. Yunho merengut, lalu menggeleng. Dia harus segera sampai di ruang les.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely Chubby
FanfictionYunho kenal anak itu. Anak tembem yang menangis ketika dijahili anak-anak nakal tetangga. Yunho tahu namanya, mengenalnya, bahkan jadi teman belajarnya. Hanya saja Yunho terlalu pengecut untuk membela anak itu ketika dijahili. Yunho tidak ingin dire...