Jaejoong memutuskan kembali ke Korea bersama ibunya. Mereka memutuskan untuk menjual rumah dan aset lainnya. Perusahaan di Amerika dijual dan dijadikan satu dengan perusahaan cabang di Korea. Jaejoong menurut. Sejak kemarin Smith mengomel dan marah-marah.
"Kenapa kau marah?" Jaejoong bertanya kalem.
Smith melotot ke arahnya.
"Kenapa aku marah? Kau gila, Jaejoong? Kenapa kau memutuskan untuk pergi?" Smith masih meraung tak terima. Dia benci situasi seperti ini. Kalau Jaejoong tidak ada, artinya dia akan kesepian. Smith punya teman banyak, tetapi dia tidak terlalu dekat dengan mereka. Hanya dengan Jaejoonglah dia merasa sangat nyaman.
"Ibuku mengajakku."
"Kau bisa menolak dan tinggal di sini."
Jaejoong menggeleng pelan. Matanya menatap Smith dengan raut putus asa. Bagaimana dia bisa menjelaskan pada Smith kalau dia harus kembali ke Korea? Jaejoong punya banyak urusan di sana.
"Siapa yang akan merawatku?" Jaejoong tergelak miris.
"Aku yang akan merawatmu. Kau tak butuh orang tuamu, Jaejoong! Kau sudah diabaikan. Mereka tak pernah mengajakmu bicara. Kau hanya butuh uang dari mereka dan kau bisa tinggal di sini."
Jaejoong tidak berpikir semudah itu.
"Aku harus pergi."
Smith meraung gemas. Kalau Jaejoong pergi, dia tidak akan bisa bermain lagi. Ketika mata Smith menunduk, ia melihat sesuatu. Goresan di pergelangan tangan Jaejoong. Smith menarik lengan Jaejoong dan bertanya tajam, "Kau melukai dirimu lagi?"
Jaejoong mencoba menyembunyikan bekas luka itu, tetapi Smith sangat keras kepala. Lelaki itu menarik lengan Jaejoong dan melihat luka yang masih baru di sana. Warnanya merah dengan goresan-goresan menyeramkan.
"Sudah berapa kali kubilang, Jaejoong?! Kenapa kau melakukannya lagi?!" Meski tingkah Smith ini agak berandalan, tetapi anak itu baik sekali. Bahkan Smith bukan pengguna narkoba.
"Aku hanya terbawa suasana."
"Apa ibumu tahu kalau kau sering melakukan ini?"
Jaejoong tertawa geli.
"Bagaimana dia bisa tahu? Peduli padaku saja tidak. Karena itulah aku harus kembali ke Korea. Aku tidak akan tinggal di asrama lagi. Tiap liburan aku akan mengunjungimu, jadi kau tidak perlu cemas aku akan meninggalkanmu, Smith."
Smith menggeram. Kalau sudah begini, ia tak bisa mengajak Jaejoong ataupun memengaruhinya. Jaejoong tersenyum lagi dan merangkul Smith. Mereka tersenyum dan melangkah pergi. Hari itu Smith dan Jaejoong kembali berbuat onar. Hari terakhir Jaejoong di Amerika.
***
Persidangan itu berlangsung membosankan. Perceraian itu hanya membahas soal pembagian harta dan hal-hal menyebalkan lainnya. Ibunya punya perusahaan sendiri, sementara ayahnya juga sepakat membagi dua kekayaan mereka. Setiap bulan ayahnya akan memberi Jaejoong uang saku. Seperti itu. Segalanya diatur dengan uang dan kekayaan.
"Kunjungi Ayah di akhir pekan, Jaejoong." Ayahnya masih sempat memeluk Jaejoong.
"Aku tak punya waktu," jawab Jaejoong dingin. Lelaki itu sudah muak dengan segala masalah dan drama kedua orang tuanya. Mereka memang sibuk dengan dunianya sendiri, tetapi sekarang mereka makin memuakkan. Makin menyebalkan.
"Jangan kejam pada ayahmu sendiri, Jaejoong." Ibunya menengahi.
"Kurasa kalian yang kejam pada anak sendiri. Kenapa kalian menciptakanku kalau akhirnya kalian mengabaikanku?" Jaejoong melangkah pergi, meninggalkan kedua orang tuanya di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely Chubby
FanfictionYunho kenal anak itu. Anak tembem yang menangis ketika dijahili anak-anak nakal tetangga. Yunho tahu namanya, mengenalnya, bahkan jadi teman belajarnya. Hanya saja Yunho terlalu pengecut untuk membela anak itu ketika dijahili. Yunho tidak ingin dire...