Sekarang semuanya sudah berubah. Jaejoong tidak lagi seperti dulu. Dia jadi anak pemberontak arogan yang menawan. Beberapa murid menjadikan Jaejoong target. Mulai dari target yang harus dikalahkan, hingga target yang ingin ditiduri. Jaejoong terlalu menawan untuk mereka. Mereka ingin menikmati tubuh Jaejoong. Yang tumbuh tanpa suntikan pembesar seperti gadis-gadis di sekitar mereka.
Mereka selalu meremehkan Jaejoong karena wajahnya. Mereka tidak akan pernah menyangka kalau wajah secantik itu juga bisa melayangkan tinju menyakitkan pada orang lain.
"Hi, Sweety!" Gerombolan anak nakal itu mencari gara-gara lagi.
Jaejoong mengerjap ketika jemari bos mereka menarik dagunya. Mereka tidak akan pernah bisa melayangkan tinjunya pada Jaejoong. Jaejoong terlalu menawan untuk dilukai menurut mereka.
"Lepaskan tanganmu!" Jaejoong mendengus tak suka.
"Apa kau punya waktu akhir pekan nanti, Manis?"
"Aku sudah memperingatkanmu."
"Aku tidak pernah tertarik dengan seorang lelaki hingga kau muncul di hadapanku. Kira-kira kenapa aku tertarik padamu, ya?"
Jaejoong menghitung dalam hati. Dia sudah muak dengan perlakuan musuh-musuh sialan ini. Dulu dia digoda karena gendut dan juga lamban, sekarang dia digoda karena cantik. Meski begitu, Jaejoong yang dulu benar-benar menyedihkan. Dia hanya bisa menangis ketika dianiaya. Sekarang dia akan membalas apapun yang mereka lakukan.
"Aku akan menghitungnya sampai tiga."
Alis kakak kelas bernama Jhon itu naik sekian centi. Hidung mancungnya mendekat ke wajah Jaejoong. Jaejoong tidak pernah main-main sekarang.
"Hitung saja!"
"Tiga!" Buak!! Satu pukulan melayang telak di hidung Jhon. Semua mulut melongo. Sementara itu Jaejoong hanya menaikkan sudut bibirnya dan tersenyum lebar. Jhon terhuyung kesakitan dengan hidung berdarah. Smith berlari ke arah Jaejoong dan menarik lengannya.
"Ayo pergi!" katanya.
"Apa? Aku belum selesai."
"Kita selesaikan nanti saja. Kau bisa dihukum nanti."
Jaejoong menurut dan berlari kencang bersama Smith. Untuk yang ke sekian kalinya, mereka melarikan diri dari sekolah lewat gerbang belakang. Mereka melompat dari sana dan berlari kencang. Jaejoong dan Smith menghabiskan waktu di game center kali ini.
Mereka tak peduli kalau harus dihukum. Itu sudah biasa.
Jaejoong pulang menjelang larut malam. Asrama sudah tutup. Jaejoong bermaksud pulang ke rumahnya. Percuma, di rumahnya tak akan ada orang. Rumah Jaejoong selalu sepi, tanpa kedua orang tuanya. Hanya ada pembantu yang membersihkan rumah.
Jaejoong menekan bel dan satpam pembantunya muncul dengan wajah mengantuk.
"Tuan?"
"Aku tidak bisa masuk asrama, jadi aku pulang. Besok aku akan kembali pagi-pagi." Jaejoong melenggang masuk.
Pembantunya tergagap panik, namun Jaejoong sudah lebih dulu masuk. Ketika kakinya masuk ke ruang keluarga, Jaejoong dikejutkan dengan keberadaan ibunya.
"Eomma?"
"Jaejoong..."
"Kenapa Eomma ada di sini? Bagaimana dengan bisnis?" Jaejoong bertanya, separuh menyindir. Ibunya menghela napas dan tersenyum pias.
"Duduklah! Eomma ingin bicara denganmu."
Jaejoong enggan, namun dia tak bisa melakukan apapun. Dia menurut dan duduk di depan ibunya. Mereka bungkam. Jaejoong sempat terkejut dengan kehadiran ibunya.
"Apa kau melarikan diri dari asrama?" Ibunya bertanya pelan.
Jaejoong mengangguk.
"Pintu asrama sudah ditutup."
"Dari mana kau?"
"Game center."
"Jaejoong..."
"Ya?"
"Maafkan Eomma, Sayang."
"Untuk?"
"Karena tidak bisa menjadi ibu yang baik untukmu."
Jaejoong tersenyum dan berbisik pelan, "Eomma sudah melakukan itu. Dulu. Ketika Eomma hanya seorang pemilik butik kecil."
Kenangan itu melintas di otak Jaejoong dan ibunya. Mereka ingat kejadian masa lalu. Dulu Jaejoong bahagia meski ibunya tidak sesukses sekarang. Dulu ibunya masih sempat mengantarkan Jaejoong ke sekolah. Ibunya masih sempat bertanya bagaimana di sekolah dan menghibur Jaejoong ketika dia dijahili.
Ibunya juga masih sering membuatkannya makanan enak.
"Jaejoong..."
"Ya?"
"Eomma akan mengatakan sesuatu."
"Just tell it."
"Eomma dan Appa sudah memutuskan ini sejak lama, Jaejoong. Dulu kami masih harus memikirkan perasaanmu."
"Sekarang tidak?"
"Jaejoong..."
"Ada apa, Eomma?"
"Kami memutuskan untuk bercerai."
Jaejoong tidak terkejut sama sekali. Meski mereka bersama, Jaejoong tidak melihat aura suami istri lagi di antara mereka. Semuanya sudah berubah dingin sejak beberapa tahun lalu. Semuanya berubah sejak mereka pindah.
"Maafkan kami, Jaejoong."
Jaejoong mengedikkan bahu.
"Tidak masalah, Eomma. Aku sudah tahu ini akan terjadi."
Ibunya melongo dengan respon Jaejoong. Jaejoong mungkin sudah cukup dewasa, itu pemikiran ibunya. Tetapi ibunya salah. Jaejoong bukannya cukup dewasa, tetapi dia sudah tak peduli lagi.
"Maafkan kami, Jaejoong..."
"Tidak perlu meminta maaf, Eomma." Jaejoong menjawab datar. Dia benar-benar tidak peduli lagi.
Jaejoong ingin berteriak kencang sekarang. Sekarang nasibnya terombang-ambing begitu saja. Jaejoong tidak mengerti kenapa kedua orang tuanya harus menikah kalau memang harus berpisah.
"Apa Eomma tidak mencintai Appa sama sekali?"
Ibunya menggeleng pelan.
"Eomma masih mencintai appamu, tetapi tidak seperti dulu lagi. Kami tidak bisa berkomitmen satu sama lain."
"Kalian tidak bertemu satu sama lain, kenapa harus memikirkan soal perceraian?"
Ibunya tersenyum pias. Jaejoong sudah paham apa maksud senyuman itu. Jaejoong belajar banyak selama ini. Dia belajar kekerasan sesekali. Melayangkan tinju, merokok, minum, bolos...
Jaejoong lupa kalau dia belum tujuh belas tahun.
Jaejoong tahu kalau ibu dan ayahnya sudah punya kekasih lagi. Jaejoong membisu. Dia tidak peduli lagi dengan semua ini. Dan malam itu, Jaejoong hanya duduk diam di sana. Duduk di depan ibunya dengan pemikiran rumit. Ibunya tidak mampu mengatakan apapun karena takut Jaejoong akan mengadilinya.
"Jadi, apa keputusan kalian?" Jaejoong bertanya pelan.
"Kau akan ikut Eomma, Jaejoong."
"Lalu?"
"Kita akan pulang."
Mata Jaejoong mengerjap. Dia seperti sebuah boneka. Dia ditarik ke sana kemari, mengikuti jalinan takdir orang tuanya. Kemana mereka mengajak Jaejoong, di situlah Jaejoong pergi. Mereka mengerjap, bertatapan dan akhirnya Jaejoong tersenyum miris.
"Aku sudah lelah dengan semua ini, Eomma."
Dan Jaejoong pasti akan melukai dirinya lagi!
TBC
Lusa baru ketemu... :v Ini udah 5 lembar, lho... hehehehee...
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely Chubby
FanfictionYunho kenal anak itu. Anak tembem yang menangis ketika dijahili anak-anak nakal tetangga. Yunho tahu namanya, mengenalnya, bahkan jadi teman belajarnya. Hanya saja Yunho terlalu pengecut untuk membela anak itu ketika dijahili. Yunho tidak ingin dire...