Yunho masih ingat bagaimana teman barunya di kelas piano itu terjatuh. Yunho ingat semuanya. Dia ingat bagaimana teman barunya itu menangis dan menjerit tak terima. Setelah memukau yang lain dengan permainan piano Beethoven Simponi nomor 8, anak itu membuat yang lain terbahak kencang. Yang lain hanya tak bisa menahan tawa karena Jaejoong – sang murid baru itu – punya sisi lain.
Akhirnya Jaejoong kembali jadi sasaran di kelas piano. Semua anak menggodanya habis-habisan. Mereka memanggil Jaejoong dengan sebutan gendut dan gembil. Yang paling parah adalah panggilan Babi. Mereka mengusik Jaejoong dengan panggilan itu hingga akhirnya Jaejoong menangis kencang. Guru masih mencoba menyatukan Jaejoong dengan anak-anak lain, namun usaha mereka tidak berhasil.
"Hei, Gendut! Rumahmu dimana?"
Jaejoong mengerut kesal. Dia tidak terima ketika diolok-olok seperti itu, namun dia tak bisa membela diri. Jaejoong terlalu takut melakukannya. Semua orang sepertinya sedang mencoba membully Jaejoong.
"A... Aku tidak..."
"Apa kami boleh mampir? Apa kau punya piano di rumahmu? Karena itulah kau berlatih setiap hari hingga jadi ahli begini."
"A... Aku tidak punya piano!" Jaejoong hampir menangis ketika mengatakan itu. Dia memang berkata benar. Sebenarnya orang tuanya bisa membelikan piano mahal untuk Jaejoong, tetapi mereka tidak akan membeli barang itu kalau Jaejoong tidak memintanya.
Jaejoong tidak akan menyentuh benda itu kalau dia tak memintanya lebih dulu. Karena itulah Jaejoong lebih senang bermain dengan piano sekolah. Dulu di sekolah lama ada ruang musik. Jaejoong selalu bermain di sana bersama guru musik. Anak lain akan duduk dan mendengarkannya bermain selama waktu istirahat. Setelah Jaejoong bermain piano, anak-anak lain akan menghampirinya dan membelikan makanan.
Itu dulu.
Di sekolah lamanya, Jaejoong sangat disayangi. Meski ada yang memanggilnya Gendut, namun mereka masih tersenyum ramah. Tidak mengolok seperti ini. Jaejoong paling benci diremehkan.
"He? Kau bohong! Bagaimana kau tidak punya piano kalau permaianmu bisa sebagus tadi?"
Jaejoong gelisah.
"A... Aku memang tak memilikinya."
"Kau bohong."
"Tidak! Aku mengatakan yang sebenarnya. Aku tidak punya piano."
"Kau pembohong, Jaejoong! Orang tuamu kaya, kau pasti memiliki piano mahal. Kau juga sudah ahli bermain piano."
"Aku tidak bohong."
"Kau pasti bohong!"
"Ti... Tidak...."
"Dasar Gendut Pembohong! Babi tukang bohong!"
Jaejoong merengut. Dalam hitungan detik, anak itu kembali menangis. Menjerit dan mengatakan kalau dia tidak berbohong. Yunho baru saja masuk ke kelas ketika anak itu menjerit. Yunho melongo dan memandang teman-teman yang lain. Di antara mereka semua, Yunho adalah anak yang paling berpengaruh. Tak ada yang berani melawannya. Yunho pemilik sekolah mewah ini, berikut dengan gedung mewah tempat les piano yang mereka tempati.
"Apa yang kalian lakukan?" tanya Yunho cepat.
Mereka semua bungkam, hingga beberapa anak perempuan mulai bercerita. Jaejoong sesenggukan di bangkunya. Yunho menatap Jaejoong tajam, seolah meminta jawaban. Namun percuma, Jaejoong hanya tertarik dengan tangisannya.
"Hei, kau!" Yunho membuka mulut, namun Jaejoong masih tampak tak peduli.
"Jae, diamlah! Yunho akan memarahimu nanti!" Anak-anak perempuan di kelas heboh. Mereka memaksa Jaejoong untuk bungkam. Jaejoong masih menangis kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely Chubby
FanfictionYunho kenal anak itu. Anak tembem yang menangis ketika dijahili anak-anak nakal tetangga. Yunho tahu namanya, mengenalnya, bahkan jadi teman belajarnya. Hanya saja Yunho terlalu pengecut untuk membela anak itu ketika dijahili. Yunho tidak ingin dire...