Bagian 07

28.8K 2.6K 75
                                    

Bagian 07

Mata itu selalu menatapku dari kejauhan. Aku tahu, dia tidak akan pernah benar-benar membebaskan aku. Aku cukup tahu dia bagaimana. Apa sekarang waktunya aku meminta putus juga dari dia? Aku bukan cuma ingin bebas, tapi juga ingin lepas.

"Dipanggil Bu Dita, segera ya, Prill!" Aku mengangguk saja lalu berjalan menuju ruangan Bu Dita. Mungkin beliau ingin menyampaikan tugas.

Saat sampai di ruangan Bu Dita aku diberi tugas yang amat banyak. Belum lagi aku harus membawa buku paket untuk di kelas, seorang diri. Kalau tahu begini tidak akan aku ke sini sendirian. Dengan sekuat tenaga aku membawa buku paket yang jumlahnya lebih dari sepuluh buku itu sendirian.

Glek.

Aku menelan ludah susah payah saat melihat dia. Iya, dia. Dia yang sedang berjalan ke sini bersama teman-temannya sambil bercanda.

BRAK!

"ASTAGA!" Gara-gara dia fokusku teralih, tidak memperhatikan jalan, tidak tahu kalau ada anak tangga. Aku melihat dia sekilas, dia sadar akan kehadiranku juga.

"Hati-hati, dong."

Aku mendongak dan kudapati temannya. Rizky.

PRANG!

Aku dan Rizky menoleh ke sumber suara. Suara pecahan kaca? Buru-buru aku mengambil buku paket dan sedikit berlari ke sumber suara.

"Gimana sih, Li? Bisa mampus kita kalau ketahuan Kep. Sek!"

"Gue kan nggak sengaja. Gampang lah, nanti gue ganti."

Apa lagi yang telah dia lakukan? Memecahkan jendela kelas dengan bola basket? Dan bilang itu tidak sengaja? Kebohongan yang lucu.

"Mending sekarang beresin pecahan kacanya dulu," ekor matanya melirikku begitu tajam tapi sendu. Aku terus memperhatikan apa yang dia lakukan. Membereskan pecahan kaca dengan tangan kosong? Dasar ceroboh.

"Biar gue bantu."

Aku berbalik lagi, biar lah itu urusan mereka. Salah siapa memecahkan kaca dengan sengaja? Salahkan saja Ali. Psikopat gila yang sedang cemburu buta.

DUG!
PRANG!

"Aarrgghh!" Aku berbalik lagi dan melihat tangan Rizky yang sudah berdarah.

"Sorry, Ky. Gue nggak sengaja, maaf banget," aku menghela napas. Dia masih berulah ternyata.

"Iya, nggak apa-apa, Li. Gue yang nggak hati-hati...,"

Bruk.

"Biar gue obati, Ky. Maafin Ali, ya," aku berjongkok dan membuka kotak P3K yang baru aku ambil dari UKS. Tidak usah tanya kapan aku mengambilnya, tidak penting.

Aku menatap Ali sekilas, dia melengos lalu pergi. Dasar tidak konsisten dengan ucapan.

"Tuh, kan. Ali jadi cemburu sama gue. Lo sih, gue nggak apa-apa kok. Susuli, gih."

"Diam deh. Ini kan gara-gara Ali juga yang ceroboh."

Drrtt... Drrtt...

Psychopath Boyfriend [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang