Jilid 22 : Liu Cui-cui mau jadi istri pertama

4.2K 56 1
                                    

"Hehehe, engkoh cilik!" ia berseru sambil tertawa seram, "di antara tiga tua bangka, dua orang sudah terluka, sekarang dengan pukulan ini akan kucabut jiwamu!"

Setelah melukai dua orang lawannya, sedikit lengah Tian Pek juga terluka oleh pukulan si kakek, darah terasa bergolak di dalam dada, walaupun begitu ia tidak gentar, ia berkata: "Beium tentu bisa Cianpwe, kekuatan kita seimbang, adu pukulan ini entah akan dimenangkan siapa''"

"Hehehe, engkoh cilik, jangan paksakan diri," kakek berjenggot itu berkata dan telapak tangannya yang besar itu terus menekan ke bawah "Jelas kau sudah terluka dan muntah darah,"
"Kukira Locianpwe sendiripun tahu keadaan sendiri, isi perutmu sudah terguncang dan peredaran hawa murnimu tidak lancar lagi!" balas Tian
Pek sambil menghimpun tenaga sepenuhnya dan per-lahan diangkat ke atas.

Apa yang diucapkan Tian Pek memang tepat mencerminkan keadaan si kakek, hawa murninya sudah tergetar buyar oleh pukulan dahsyat anak muda itu, sekarang didengarnya pemuda itu membongkar rahasianya, hawa napsu membunuhnya segera timbul, sambil menyeringai seram ia berkata: "Sebenarnya aku ingin menyudahi pertarungan ini; setelah menang-kalah diketahui, tapi sekarang . . . hehe, engkoh cilik, kematianmu tak dapat dihindarkan lagi."

Berbicara sampai di sini, hawa murninya segera disalurkan keluar, telapak tangannya yang besar itu bagai gugur gunung dahsyatnya membacok batok kepala Tian Pek.

Baik Buyung Hong maupun Tian Wanji dan Kim Cay-hong yang baru sadar dari pingsannya serentak menjerit kaget demi menyaksikan serangan maut itu, cepat mereka menerjang ke tengah gelanggang.
Tapi terlambat, tangan Tian Pek telah beradu dengau musuh.

Di tengah getaran keras itu, Buyung Hong, Wan-ji dan Kim Cay-hong terguncang balik ke tempat semula oleh angin pukulan yang memancar ke empat penjuru itu.

Tian Pek muntah darah, namun tidak roboh, sambil mengangkat telapak tangannya ia berteriak: "Hei, orang tus, hayo maju lagi!"
Kakek berjenggot itupun bergeliat, akhirnya ia tak tahan dan muntah darah juga, ketika dilihatnya Tian Pek masih kuat untuk menantang bertempur lagi, mendadak air mukanya berubah jadi tenang, rasa gusarnya berganti dengan rasa kagum, sambil acungkan jempol ia berseru: "Engkoh cilik, kau benar2 hebat! Aku amat kagum padamu!"

Tian Pek adalah pemuda yang suka lunak dan tak doyan keras, bila orang kasar kepadanya maka iapun akan bertindak lebih kasar, tapi sekarang kakek berjenggot itu memujinya, ia jadi tak tega untuk melanjutkan pertarungan adu jiwa itu, terutama bila mengingat betapa kedua orang itu sudah dilukainya, ia merasa dendam sakit bati ayahnya telah terbalas, apa gunanya mesti beradu jiwa dengan orang lain?

Maka iapun menarik kembali telapak tangannya, lalu sambil menjura katanya: "Aku mengaku kalah, Locianpwe .... selamat tinggal!" tanpa berpaling lagi ia lantas berlalu dari situ.
Tindakan ini benar2 di luar dugaan kakek berjenggot panjang itu, ia tak mengira anak muda itu akan berlalu dengan begitu saja, untuk sesaat dia jadi tertegun ....

Baru beberapa langkah Tian Pek berlalu, tiba2 ia merasa darah dalam rongga dadanya bergolak sekuat tenaga ia bertahan, kemudian cepat2 kabur keluar pagar pekarangan.

Di belakangnya ia mendengar suara seruan Buyung Hong, Tian Wan-ji, Kim Cay-hong serta paman Lui sekalian, namun ia tak berpaling lagi dan kabur menuju ke luar kota.

Perasaannya sekarang terasa aneh sekali, kalut, se-olah2 banyak masalah y«ng menyelimuti benak-nya, tapi setelah dipikir dengan seksama terasa kosong pula, tiada sasuatu persoalan apapun.

Ia tahu dalam pertarungan melawan Hay-gwa-sam-sian tadi hawa murninya telah dipergunakan kelewat betas, lagipula isi perutnya sudah terluka parah, dia bisa bertahan sampai sekarang tanpa roboh tak lain adalah berkat tekadnya menahan diri agar tidak sampai roboh di depan mata orang banyak, maka ia tak pedulikan panggilan siapapun, sambil mempertahankan sisa hawa murni yang di milikinya sekuat tenaga ia kabur ke depan.

Hikmah Pedang Hijau (Swordman Journey) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang