Bab. 3

79 4 0
                                    

Hujan kembali menatap pada ipodnya, menyumpal kedua telinganya dengan earphone. Hujan sangat suka lagu-lagu bergenre pop ataupun blues. Seringkali, Hujan juga mengaransemen lagu sendiri atau mengubah melodi dari sebuah lagu.
I woke up in tears
With you by my side
A breath of relief
And I realize
No, we're not promised tomorrow
So I'm gonna love you
Like I'm gonna lose you
I'm gonna hold you
Like I'm saying goodbye..
Lagu itu terdengar sendu di hati Hujan, lagu itu selalu mengingatnya pada peristiwa 12 tahun yang lalu. Ia masih mengingatnya. Sangat jelas terngiang di pikirannya. Setiap malam, ia selalu merindukan sebuah senyuman. Senyuman seorang gadis kecil yang sekiranya berusia 5 tahun waktu itu. Senyumnya, tawanya, keusilannya, dan kepolosannya saat hari terakhir mereka bertemu. Aku sangat merindukannya. Kira-kira seperti apa ia sekarang? Apakah ia menjelma menjadi gadis berusia 17 tahun yang cantik? Ah tentu saja. Kecilnya saja cantik, apalagi besarnya. Batin Hujan sambil tersenyum kecil. Ia mengambil selembar foto yang tersimpan di laci mejanya. Foto seorang bocah laki-laki dan seorang gadis cilik dengan dandanan ala Peterpan.
12 Desember 2005
'The firsy time I met you...'
Saat itu Hujan tengah bersepeda di jalanan kompleks rumahnya. Hujan bersepeda sambil menyanyikan lagu Kring-Kring Ada Sepeda. Hujan yang tengah asyik bernyanyi, tiba-tiba di pertigaan jalan melihat seorang gadis kecil menangis tertimpa sepeda. Hujan menghampirinya, ia menjatuhkan sepedanya di sembarang tempat, Hujan mendirikan sepeda yang menimpa gadis itu, lalu berjongkok.
"Kamu nggak apa kan? Sakit enggak?"
Gadis itu terus menangis, ia meraung sejadi-jadinya. Hujan kecil kebingungan, dan menarik gadis itu berdiri.
"Sini luka kamu, aku bersihin dulu pake air minumku. Kata mama, kalo nggak dibersihin nanti kena bakteri, terus kamu bisa sakit." Hujan membasahi luka di kaki gadis kecil itu, gadis itu meringis lalu kembali menangis.
"Sudah, sudah. Kamu jangan nangis, nih minumku masih cukup kamu minum." Hujan menyodorkan botol minumnya.
Gadis itu menenguk perlahan air itu, tangisannya pun kunjung reda. Ia tak menangis lagi. Seketika gadis kecil itu memeluk Hujan dengan erat, dan Hujan pun turut memeluknya.
"Makasih kamu udah nolong aku. Kamu baik deh!" Gadis itu meregangkan pelukannya lalu merekapun berdiri bersama dan saling menuntun sepeda masing-masing.
"Namaku Hujan. Kamu siapa?" Hujan kecil membuka obrolan.
Gadis itu tersenyum lebar, menunjukkan gigi gingsul dan lesung pipitnya, lalu menjawab,
"Nama aku, Anja. Namamu lucu ya? Kamu Hujan reda atau hujan lebat?"
"Ihh nama aku bukan itu. Nama aku Hujan Satria Dirgantara. Ganteng dan Keren." Hujan tersenyum puas.
Di perjalanan, mereka menghabiskan waktu untuk tertawa bersama dan saling bertukar olokan. Senja seringkali mengerucutkan mulutnya karena dibuat kesal olehnya, Hujan terkekeh lepas dan makin bersemangat membuat Senja kesal. Sesampainya di perempatan kompleks, Senja membelokkan sepeda nya ke arah kanan dan Hujan ke sebelah kiri.
"Ujan kok kamu ke kiri? Kan harusnya ke kanan." ungkap Senja.
"Rumah aku disana, bukan di sana."
"Tapi rumah Anja disana, Ujan nggak mau ke rumah Anja?" Senja mulai memelas, menarik tangan Hujan mengikutinya, namun tiba-tiba Riana-ibu Hujan- memanggilnya,
"Hujan, ayo pulang! Ini sudah sore nak, kasian adek Tisa dirumah."
Hujan melepaskan tangannya dari genggaman Senja. Berlari membawa sepedanya ke arah Riana dan meninggalkan Senja yang muram.
"Ujan jangan lupa main ke rumah Anja, ya?" Senja tersenyum ke arah Hujan, lalu ia berjalan pulang, sebelum itu ia mendengar Hujan berteriak,
"Iya, Anja. Hujan janji!!"
                ***************
Sementara itu, dirumahnya, Senja juga sedang terpaku pada layar hpnya, memainkan jari-jari kecilnya menari di atas papan keyboard layar hpnya, menulis pesan untuk Angga -pacar Senja- yang sekarang berada jauh darinya.
Senja: Ngga, kamu kedinginan nggak di Aussie?
Angga: lumayan sih, tapi kalo ada kamu disini, pasti anget deh. Hehehe.
Senja: aku disana, maka akulah yang jadi bongkahan es terlebih dahulu. Hahaha.
Angga: I will hugs you and let my self die before you, honey.
Senja: Iwhhhh -_-
Angga: Pa sih, yang?
Senja: Sama kecoa aja kamu nyuruh aku yang ngebunuh. Hahaha.
Angga: APA?!! Hei, aku phobia dengan hewan payah itu -_-
Senja mematikan hpnya, melemparnya ke bantal dan mengambil sebuah foto dari balik bantalnya. Foto saat dirinya dan Angga di puncak. Anniversary mereka yang pertama.
Di dalam foto itu, dirinya berpose dengan pipi mengembang dan kedua jari telunjuk di pipi, sedangkan Angga berpose merangkul bahu Senja dan menjulurkan lidah. Angga emang selalu keliatan lucu, saat apapun. Senja memeluk erat foto itu didada lalu mengucap lirih, ' I miss you badly, Anggadika Dimastara.'
Senja menutup matanya, mencoba merasakan kehadiran Angga di sampingnya, namun entah mengapa setiap ia menutup mata, tiba-tiba bayangan anak laki-laki sekitar berusia 5 atau 6 tahun melintas di benaknya. Bocah itu memiliki senyum menawan, ia bagai superhero bagi Senja sewaktu kecil. Senja bahkan masih menyimpan fotonya dan bocah itu sewaktu kompleks mereka mengadakan lomba pentas seni anak. Senja dan bocah itu menampilkan sebuah drama Peterpan dan betapa senangnya mereka memenangkan lomba tersebut.
Senja tampak manis dengan gaun merah muda selutut serta bandana bunga, ia merangkul bocah itu sambil tertawa, sedangkan bocah itu mengenakan baju ala Peterpan dan tersenyum manis ke arah kamera. Mereka tampak serasi dan harmonis. Dibelakang foto itu, ia menuliskan "He's my hero."
Senja masih bisa mengingat saat bocah itu menolongnya saat ia jatuh dari sepeda.
Ia masih ingat saat mereka yang selalu bermain di sore hari hingga lupa waktu, dan Senja yang pernah menginap dirumahnya saat hari sedang hujan lebat dan ia terlelap karena keadaan sudah sangat malam. Entah mengapa, Senja merindukan ocehan bocah itu, merindukan tawa dan senyum manisnya. Sayangnya, Senja lupa nama bocah itu. Namanya sejenis Ujang, Kujang, atau apalah itu, ia tak mengingatnya sama sekali. Aku ingat saat kau bilang, "Aku selalu ada buat Anja, Anja jangan tinggalin aku ya, janji?" ahh mengapa kini kita terpisah? Bukankah aku berjanji selalu ada untukku? Senja tersenyum simpul dan terlelap dalam tidurnya. Memimpikan ia dan bocah itu kembali bertemu dan mereka bisa bermain kembali seperti dulu.

HUJAN DAN SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang