Bab. 21

30 2 0
                                    

Emang dasar pembodohan publik.
Senja baru saja sampai sekolah dan mengenakan earphone ditelinganya, namun tiba-tiba terlepas begitu saja saat ia terdorong oleh sepasang tangan siswa yang berlarian ke arah papan mading. Karena rasa ingin tahunya pun tinggi, ia ikut ambil serta dalam adegan lari ala bollywood ke arah lorong dan mendongakkan kepalanya saking banyaknya orang yang juga mengerumuni papan mading tersebut, lalu matanya menangkap apa yang dipajang di papan itu yang kehadirannya membuat geger seisi sekolah. Ia menggeleng tidak percaya kalau hasilnya akan begini jadinya, kerugian yang ditanggung Senja tidak hanya mengenai malu dan jengkel, namun ini terkait harga diri. Ia benar-benar heran selepas pagi ini ia melihat sebuah foto di papan mading yang menunjukkan gambar dirinya dan Hujan tengah tertawa bersama di suatu pusat perbelanjaan dan bertuliskan 'CEWE BELANGSAK HABIS PUTUS DARI COWONYA, KEGANJENAN MACARIN COWO LAIN.' Dan sungguh, ia naik pitam hingga berniat akan menghajar habis-habisan si mulut buaya itu apabila ia menemukannya. Ia muak, kesal, dan tak tahan lagi dengan gosip abal-abalan yang kurang ajar seperti itu.
Begitu ia berjalan menuju kelasnya, seluruh siswa memandangnya lalu berbisik dan menatap seolah ia adalah korban kutil bertahun-tahun. Raut wajah Senja berubah masam dan cemberut saat ia melangkahkan kaki ke kelas dan melemparkan tasnya dibangku sebelah Leoni.
"Gue nggak habis pikir, kenapa ada makhluk comberan kek gitu?"
Leoni mendesah. "Sabar aja, Nja. Gue yakin dia cuma mau cari sensasi."
"Gue naik valak, sumpah"
"Apa?"
"Left right, left right."
"Gue nggak---"
"ASSALAMUALAIKUM YA AHLI NERAKE." Ares datang dengan membawa sekotak kue coklat.
"Ini kenapa juga?"
"Eh, lo ngapain main ambil?" Ares menabok tangan Senja yang berusaha mengambil sepotong kue dari wadahnya.
"Lah ini kan buat---"
"Ini buat Leoni." potong Ares.
"Cuma buat Leoni? Gue?"
"Lo? Bodo amat lah gue, lo sapa gue?"
Senja mendengus heran. "Terus Leoni siapa lo?" Ia mengambil sepotong kuenya.
Ares tertawa kecil, ia melirik ke arah Leoni dan dibalas dengan senyuman darinya.
"Gue sama Leoni udah pacaran."
Senja tersedak setelah mendengar kalimat yang Ares katakan. Ia mendelik dan terbatuk-batuk saking terkejutnya lalu Leoni menyodorkan sebotol air mineral padanya.
"Woah, santai bro, gue baru jadian 2 hari yang lalu." Ares tertawa.
"Dan lo baru bilang gue sekarang? Lo bukanlah temen gue lagi."
Leoni menyambut tangan Ares yang meraih tangan kanannya. "Yaelah, Nja. Gue terlalu malu buat bilang semua ini. Ara aja belum tau kok."
"Gitu sekarang ya lo, Le? Gue kira lo bestie gue, ternyata oh ternyata.." Senja mencibir lalu mengerucutkan bibirnya. "Lo nikung gue."
"Hah?! Lo suka gue, Nja?" Ares mendelik.
"Nja, lo suka Ares? Sumpah? Demi dewaa.."
"Gausah alay ih, Le. Gue nggak suka lo, tai." Senja berdiri dari posisinya lalu berjalan kearah pintu. "Gue mau keluar, ada urusan yang harus gue selesain."
*********
Hujan berangkat sekolah dengan motor kesayangannya yang merah mengkilap karena semalaman ia mengelapnya dengan penuh kasih sayang. Ia memarkirkan motornya di parkiran sekolah, dan begitu turun dari motor ia disambut tatapan kasihan dan melas dari siswi-siswi yang lalu lalang didepannya. Ia merasa heran, tumben saja karena biasanya mereka menatapnya dengan binar terpesona, namun sekarang? Dengan tatapan aneh?
"Cowo secakep lo sayang banget ya diperalat gadis murahan."
Hujan mengernyit. Ia segera berjalan menuju koridor sekolah dengan terburu-buru dan tangannya meraih ponsel yang ada disaku celananya untuk membuka pesan yang ada dilayar notifikasinya.
Senja Alkhaira: Lo dimana?
Senja Alkhaira: Gue mau ngomong. Penting.
Hujan Satria: Gue otw kelas. Lo?
Senja Alkhaira: Gue depan kelas lo.
Hujan Satria: ok
Hujan memasukkan kembali ponselnya ke saku lalu melanjutkan langkahnya menuju kelasnya yang ada di ujung koridor utara. Ia berhenti di mesin finger print untuk absen, namun matanya menangkap kerumunan siswa yang tengah memenuhi papan mading. Seperti sedang membaca sekilas info terbaru hari ini.
"Hujan!"
Itu suara Senja.
Senja menoleh dan menatap cewek dengan rambut terurai itu dengan heran. Ia benar-benar bingung dengan hari ini yang penuh ketidakjelasan, ia hanya diam dan menunggu Senja yang berlarian menuju ke arahnya.
Dengan napas terengah-engah, ia menarik Hujan keras yang disambut dengan tatapan miris beberapa siswi yang bergerombol di pinggir kelas, ia tak memperdulikannya dan tetap menarik Hujan menuju halaman belakang sekolah yang ia anggap sepi dari kerumunan orang. Ia yakin tempat itu aman untuk membicarakan semua ini secara jelas dan mencari jalan keluarnya bersama-sama.
"Lo tau? Di mading, ada yang sengaja nempelin foto waktu lo jalan sama gue, dan terpampang disana bahwa gue adalah cewek murahan yang nggak tau malu pacaran sama lo," kata Senja, kali ini wajahnya serius dan menegang memperlihatkan betapa tertekannya dia menyaksikan drama baru yang diciptakan siswa tak ada kerjaan yang mencari ketenaran sesaat. Hujan tak dapat mengekspresikan apapun yang menampakkan keterkejutan seperti yang Senja lakukan, wajahnya tetap datar tanpa senyum dan mengeluarkan kata sedikitpun.
Hujan menghela napas dan memasukkan tangannya ke dalam saku celananya. "Oke, kita biarin aja."
WHAT!?!? Ini bocah gila atau belagak gila sih? Batin Senja geram.
Tanpa sepatah kata dan memperdulikan Senja, Hujan melenggang pergi menuju kelasnya selepasnya ia meletakkan tasnya dan mengeluarkan buku sejarah untuk dibaca. Senja yang geram mengejar lalu masuk tanpa salam dan menggebrak meja Hujan.
"LO GILA?! Disini harga diri gue dipermainkan dan lo seenak udel bilang 'biarin aja'? Lo mikir gak sih? Gue malu, gue bukan robot yang gak punya hati, lo kira gue apa, hah?"
Pertanyaan sekaligus pernyataan dari Senja membuat Hujan menoleh secara santai, kemudian ia berdiri dan menyodorkan sebuah korek gas pada Senja. Namun, Senja secara kasar melempar asal benda tersebut dan mendapat tatapan tak mengerti dari seisi kelas.
"Kenapa sih, Nja?" Hujan mendengus keras, "Lo maunya apa?"
Ingin sekali Senja menjambak rambut mulus Hujan lalu mencabik-cabik wajah tampan itu. Untung saja sekarang otaknya masih berkuasa dan ia menepis keinginan itu. "Gue nggak minta apapun, yang gue harap adalah lo selesain masalah ini dari akarnya, itu doang."
"Oke, lo bisa keluar dari kelas gue sekarang."
Perkataan Hujan membuat Senja benar-benar naik darah seketika, ia menatapnya dengan pandangan benci dan ia segera keluar tanpa menoleh lagi ke belakang. Ogeb, Hujan ogeb!! Gue benci si ogeb!
"Tunggu!"
Senja terhenti saat mendengar suara Hujan, lalu menoleh.
"Ada satu cara buat ngatasin permasalahan ini." ucap Hujan.
Senja mengernyit. "Apa?"
"Ada lah, tapi ada syarat yang harus lo penuhin sebelumnya."
Entah kenapa, perasaan Senja berubah jadi tidak enak.

Berharap punya pacar kek Senja nggak nih, kaum Adam? 😁😁
Maaf ya akhir-akhir ini ceritanya pendek-pendek, author ngelakuin ini biar kalian nggak bingung sama alur ceritanya dan nggak kebanyakan kata yang bertele-tele. So, inilah gue dan karya gue yang selalu disupport sama my lovely husband, Hujan Satria 😂  *Hujan ngelempar kursi ke gue* 💺💺😂😂
Btw buat kalian yang belum tau pemvisualisasian tokoh dalam cerita ini, bisa dilihat di bab 4, 9, 10 (makanya baca dari awal cerita ya, hehe 😁😁)

See ya,
Author 👻

HUJAN DAN SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang