Kisah lampau

999 117 2
                                    

Sudah 3 hari ini, Anya masih setia dengan tidurnya yang lelap. Bahkan dia sampai tak mau membuka matanya hanya untuk melihta matahari saja.

Anya masih saja terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit itu.

Anya koma, pasca ia menjalani operasi pada bagian belakang kepalanya.

Dan kemungkinan setelah sadar, Anya akan buta.
Tidak bisa melihat hal hal indah lagi.

Dan juan masih saja setia menunggu Anya sadar dari masa koma nya.

Seperti saat ini, Juan yang ditemani Shanty hanya bisa terdiam menatapi putri semata wayangnya itu.

Mereka terlalu pusing memikirkan keadaan Anya. Bahkan, kata dokter Anya juga mengalami amnesia akibat benturan yang keras di bagian kepalanya.

Kurang apalagi nasib Anya. Dan kurang apalagi penderitaan yang ditanggung Anya.
Kurang apalagi?

Dan sudah 2 hari ini pula, Arya terus menjenguk Anya, meski dia tahu bahwa keadaan Anya masih tetap seperti itu. Terbaring lemah, dan tak berdaya.

Kadang Arya akan mengajak Anya bicara, walau ia tahu Anya tak akan merespon.

Arya merasa kalau ini tanggung jawabnya agar ketika Anya bangun, Anya bisa memaafkannya.

Seperti saat ini, Arya yang baru datang ke rumah sakit, membawa parsel buah buahan untuk Anya.

Disalamnya kedua tangan Juan dan Shanty bergantian, dan duduk tepat disamping Shanty.

Suasana menjadi hening beberapa menit. Tak ada diantara mereka yang mau membuka percakapan. Semuanya sibuk memikirkan Anya.

"Kalau kami boleh tahu, kamu ini siapanya Anya?" Kata Juan membuka percakapan dalam suasana yang cukup canggung itu.

Shanty yang tak mau ambil pusing dengan keadaan percakapan itu, hanya membelai lembut tangan Anya. Mata Shanty sudah membengkak, yang menandakan dia sudah terlalu banyak menangisi keadaan Anya.

"Oh, saya bukan siapa siapanya Anya om. Saya kebetulan satu sekolah dengan Anya, dan pada saat kecelakaan itu, saya melihat langsung kejadiannya".

"Saya hanya ingin memberi tahu kamu saja, kami berdua akan pergi ke rumah bibinya Anya di Australia. Jadi, kami minta kamu bisa memantau keadaan Anya disini. Dan kalau dia sudah bangun, bilang saja kami sedang pergi sebentar"

"Bukan maksud saya lancang om. Tapi, Anya masih belum pulih. Apa keberangkatan om dan tante tidak bisa diundur sampai Anya siuman?. Lagi pula kenapa om dan tante menyuruh Anya pergi ke Australia sewaktu itu?"

"Kami ada urusan bisnis disana. Saya percaya sama kamu, karena saya lihat kamu cukup bertanggung jawab. Masalah kepergian Anya ke Australia itu adalah masalah pribadi keluarga kami. Tapi tak apa, kami akan beri tahu kamu"

Shanty yang sedari tadi diam, kini membuka suaranya. Dia akan menjelaskan kepedihan kepedihan Anya selama ini. Dan semoga saja ada orang yang bisa dipercaya Shanty untuk menjaga Anya. Pandangannya seakan menerawang kejadian silam. Dan diapun segera bercerita tentang kejadian yang menimpa Anya selama ini.

"Anya, bukanlah anak kandung kami. Dulu, kami mengadopsi Anya dari panti. Aku sangat tertarik padanya, ketika dia menatapku dengan tatapan sendu disaat usianya yang menginjak 3 tahun, di panti itu. Namun, ayah Juan tidak setuju karena Anya kami angkat sebagai Anak sah kami. Selama 16 tahun ini, kami selalu berusaha melindungi Anya dari kakeknya itu. Ayah Juan sering memarahi Anya tanpa sebab dan mengatai Anya dengan perkataan yang tajam. Karena kesibukan kami pula, Anya jadi kurang perhatian, ditambah lagi kami jadi jarang melindungi dia dari kakeknya itu. Itulah sebabnya Anya kurang pergaulan, dan cenderung menyendiri.
Kami mengirimkannya ke Australia bukan tanpa alasan. Orang tua asli Anya ternyata masih hidup, dan dia mau menarik paksa Anya untuk kembali padanya. Tentu saja kami tidak terima. Ku akui kalau kami ini egois. Dan jalan satu satunya, hanya mengirimkan Anya ke tempat yang tidak bisa dijangkau oleh Ayah Anya itu. Tapi, takdir tuhan berkata lain. Dia mau Anya beristirahat sejenak dari masalah masalahnya. Tuhan sangat sayang padanya sampai dia membuat Anya lupa dengan kejadian masa lalunya yang kelam".

Anya dan AryaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang