9

499 52 1
                                        

Naoki memberitahu ku agar segera datang ke rumahnya. Ia mengirimku sebuah alamat baru. Tak sampai 1 jam aku tiba disana. Kizzy membuka kan pintu untukku. Ternyata bukan hanya ada Kizzy dan Naoki, tapi juga Ara dan seorang pria berkaca mata.

"Duduklah" ucap Naoki

Aku duduk disamping Ara. Ia memandang ku tak suka, dan aku mengabaikannya, berpura-pura tak mengenalnya.

"Ada apa tiba-tiba kau memanggilku kesini?" tanya ku tanpa basa-basi, keadaan juga tampak tegang.

"Kami sedang membuat rencana baru, karena kau sudah setuju untuk bergabung, jadi aku memintamu datang" jawab Naoki

"Rencana baru?" tanya ku bingung

"Kau yakin mengajaknya bergabung?" Ara membuka suara

Aku menoleh mendapatinya tengah menatap ku sinis. Dahi ku mengerut, heran akan tingkahnya pada ku. Apa aku punya salah?, batin ku.

"Kita sudah membahasnya semalam, apa kau ingin berdebat lagi?" suara Naoki tak kalah sinis

Gadis itu memejamkan mata sejenak, menarik nafas dalam-dalam, lalu membuangnya keras. "Ini berlebihan, kau menambah daftar korban baru" ucap nya malas

"Tak perlu berpikiran macam-macam"

"Baiklah, terserah kau. Tapi ku peringatkan, aku tidak suka privasiku diganggu orang asing"

Naoki menatapnya kesal, sedang gadis itu membuang muka. "Kau kira aku melakukan semua ini tanpa mempertimbangkan segalanya? Aku khawatir padamu, keselamatan Rie dan juga Zora. Kalian bertiga dalam bahaya, apa aku harus diam saja?"

"Fokuskan keselamatan kalian masing-masing, aku bisa melindungi diriku sendiri" kekeh nya

"Kau..." Naoki menahan emosi. "Sudah cukup aku kehilangan ayah dan ibu, lalu keadaan Rie juga tak bisa diprediksi, aku tak bisa membiarkan 2 saudara ku yang lain juga terluka"

"Bukan hanya mereka bertiga..." sahut pria berkaca mata yang sedari tadi asyik dengan laptopnya. Semua mata tertuju pada nya. Ia menatap kami bergantian. "Kita semua dalam bahaya"

"Apa maksudmu?" Kizzy tampak panik

"E-mail mereka sudah masuk. Kita semua dalam bahaya. Devian sudah melancarkan aksinya" jelas nya

"Bisa kau jelaskan?" pinta Naoki, ia tampak tegang tapi tetap terlihat tenang

Pria tersebut menatap sendu Ara. Seolah memahami maksudnya, Ara berpaling. "Paman mu sudah dibunuh semalam, kemungkinan besar kita tak akan bisa menemukan mayatnya" ucap nya pelan. Kami tertegun. Sedangkan Ara memilih menyingkir, meninggalkan kami tanpa kata.

Tak banyak perubahan pada raut wajahnya, hanya kedua bola matanya berubah sendu, selain itu datar tanpa ekspresi. Aku yakin ia sedang menahannya.

"Lalu apa isi E-mail tersebut?" tanya Kizzy

"Foto mayat paman dan sebuah pesan"

"Apa isinya?" desak Naoki

"Mereka sudah tau kalu kita memata-matai mereka dan mengancam akan membunuh kita. Kecuali..." ia diam, tampak ragu-ragu untuk menjelaskan. "Kecuali kita menyingkir dan tidak ikut campur melindungi Ara. Tapi sepertinya itu hanya gertakan, artinya meski kita menyingkir mereka akan tetap membunuh kita, kita sudah terlampau jauh melangkah. Ia tak mungkin tinggal diam. Dan ku rasa ia juga sudah tau mengenai penyelidikan kita. Berhati-hatilah, terutama kau Naoki" peringat nya

"Tunggu, apa sebenarnya yang terjadi? Ada yang bisa menjelaskan?" aku masih belum memahami situasi saat ini

"Semalam seseorang menerobos masuk rumah sakit, kebetulan tadi malam giliran Ara menjaga Rie. Aku tidak tau apa yang terjadi, saat aku datang orang berpakaian serba hitam itu pergi melompat dari jendela" jawab pria berkaca mata

Give Me One Last ShotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang