Aelke menunggu Morgan di tempat foto kopian dekat sekolah. Sudah 10 menit ia berdiri disana, namun Morgan tak juga muncul.
Hujan rintik-rintik turun, Aelke berteduh di toko kue pinggir foto kopian yang tutup hari ini. Sambil menggosok-gosokan telapak tangan kanan dan kirinya sampai terasa hangat, Aelke menghubungi Morgan. Ponsel Morgan aktif, tapi tidak menjawab telepon Aelke.
Mobil sport warna hitam mendarat mulus di depan Aelke. Aelke mengusap wajahnya yang terkena cipratan air hujan.
"Aelke!" seseorang memanggil nama Aelke dari dalam mobilnya. Pemilik mobil itu adalah Rafaell. Rafaell keluar dari mobilnya dan berlari mendekati Aelke meski hujan.
"Kamu ngapain disini sendirian kehujanan?" tanya Rafaell.
"Aku nungguin jemputan!" jawab Aelke menahan dingin.
"Aku anter pulang aja, ya..." Rafaell. Aelke berpikir sejenak. Dari pada kedinginan, ia lebih baik pulang bersama Rafaell.
Tapi, Aelke baru ingat kalau dia tidak pulang ke rumahnya. Bisa bahaya jika Aelke malah pulang ke rumah dan diantar Rafaell.
"Makasih, Raf.. Aku nunggu jemputan aja, nanti jemputan aku kesini masa akunya enggak ada..." jelas Aelke. Rafaell berdiri di depan Aelke melindunginya dari cipratan air hujan.
"Ya udah, aku temenin sampai jemputan kamu dateng ya?" ujar Rafaell. Aelke membolakan matanya, bila Morgan datang menjemput dan Rafaell masih didekatnya, Rafaell bisa tahu apa yang ia sembunyikan selama ini.
"Duh, enggak usah Raf, kamu pulang duluan aja, jemputan aku bentar lagi dateng kok, beneran..." jawab Aelke ragu-ragu.
"Ya, udah.. Bentar lagi kan? Aku temenin kamu.."
"Enggak usah, kamu pulang aja duluan ya, charming.."
"Seriusan mau disini sendiri?"
"Dua rius!!" Aelke menunjukan jari telunjuk dan jari tengahnya. Rafaell yang sebenarnya heran, akhirnya mengangguk dan bergegas pulang. Tapi sebelumnya, Rafaell menatap Aelke yang selalu terlihat manis di hadapannya.
"Sebelum aku pulang, aku boleh tanya sesuatu?" tanya Rafaell. Aelke mengangguk pelan dan memerhatikan Rafaell.
"Kamu pernah bilang kan sayang sama aku, tapi kenapa kamu bilang kita gak akan bisa jadi pasangan?" tanya Rafaell dan pertanyaan itu berhasil membuat Aelke terdiam.
Hening. Hanya ada suara gemericik air hujan yang intensitasnya mulai stabil tanpa petir ataupun angin nakal.
Rafaell menatap Aelke, dan akhirnya Aelke balas menatap Rafaell.
"Ada hal-hal yang gak bisa aku ceritakan sama kamu, seperti apapun kita, yang jelas aku memang sayang kamu, nyaman sama kamu, aku bisa cemburu sama kamu. 1 hal yang pasti... Semua yang aku lakukan itu cuma karena aku gak mau nyakitin kamu..." jelas Aelke dan ia terlihat menghembuskan nafas berat setelah bicara itu.
Rafaell memeluk tubuhnya sendiri. "Bukannya kalo kita saling sayang bisa bentuk komitmen untuk saling membahagiakan..?" Rafaell sepertinya belum puas dengan jawaban yang Aelke berikan.
Aelke tersenyum menatap ke depan yang semuanya sudah basah oleh hujan. "Jangan pernah tanya alasannya, biarkan hujan ini jadi saksi, aku begini buat kebahagiaan kamu." jawab Aelke. Rafaell mengangguk pasrah dan pamit pulang. Ia berlari menuju mobilnya ditemani hujan. Dan setelah kepergian Rafaell, Aelke menumpahkan tangisnya.
Aelke menghentakan kakinya di genangan air hujan. Morgan tak kunjung datang padahal hujan sudah mereda.
Cccrttttt!!!
Aelke diam dengan emosi yang memuncak. Bajunya basah terkena cipratan keras air kotor karena mobil Morgan menerobos jalan yang genangan air hujannya lumayan tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BABY TWINS
RomancePerjodohan mungkin dianggap tabu di zaman modern seperti saat ini. Namun itu terjadi pada Morgan Oey dan Aelke Mariska yang harus menerima dijodohkan oleh orang tuanya karena permintaan dari mendiang kakek Morgan yang sudah meninggal. Morgan dan Ael...