(17) Terbongkar

4.6K 214 0
                                    

Morgan menarik tangan Aelke lembut. Banyak orang yang melihat mereka berdua berjalan dengan heran karena mereka memang terkenal tidak akur. Apalagi saat ini Aelke mengikuti langkah Morgan yang menggenggam tangannya sambil menunduk karena air matanya belum berhenti.

Morgan memasuki kelas dan mengambil tasnya sendiri. Setelah itu, ia mengambilkan tas Aelke di kursinya dan kembali menarik tangan Aelke lagi berjalan keluar kelas.

Dinda dan Rasya saling pandang tak percaya. "Bukannya tadi dia keluar sama Rafaell?" tanya Dicky mendekati Dinda. Dinda dan Rasya mengangkat bahunya.

"Demi apa gue liat Morgan gandeng tangan Aelke...?" Reza memekik kencang sampai seisi kelas menatapnya.

"Tuh, apa gue bilang, mereka ada apa-apanya..." ujar Ilham. Dinda dan Rasya yang sudah tahu akan sesuatu itu hanya diam.

"Eh, si Aelke ngapa nangis gitu ya? Morgan aneh pula... Ah riweuh!" gumam Bisma.

"Diapain yak sama si Morgan?" tanya Dicky, Dinda menarik tangan Dicky dan Dicky sontak terduduk di kursinya. "Jangan kepo, deh. Nanti kita tanyain langsung aja sama Aelkenya. Baby diem aja udah..." ujar Dinda dan Dicky mengangguk-angguk saja.

***

Sesampainya di rumah, Aelke langsung masuk kamar. Morgan dan Aelke belum bicara apapun soal tadi di sekolah. Keduanya sama-sama diam meski tadi satu mobil.

"Neng Aelke kenapa?" tanya suster Hana, Morgan tersenyum, "Dia cuma capek aja. Oya, sus, baby twins mana?" tanya Morgan.

"Mereka lagi bobo siang..." jawab suster Han. Morgan mengangguk dan berjalan menuju kamarnya. Ia sempat berhenti di depan kamar Aelke, hendak mengetuk pintunya, tapi ia urungkan niatnya karena takut mengganggu Aelke yang harus menenangkan diri.

Setelah berganti pakaian, Morgan keluar kamar dan menemui baby twins yang masih tertidur dia atas box bayi berukuran besar.

"Hmm, meski lagi bobo, gak boleh isep jempol, Rafha..." Morgan mengeluarkan ibu jari yang diisap Rafha. Rafha menggeliatkan tubuhnya, tapi ia kembali terlelap.

"Rifha cantik, bobo cantik ya sayang. Daddy pergi dulu..." ujar Morgan mencium Rifha.

Suster Hana berjalan mendekati box baby twins. "Suster, saya harus keluar dulu, mungkin pulang malam. Kalo baby twins bangun, bilangin salam kangen dari daddy-nya ya..." ujar Morgan. Suster Hana mengangguk dan tersenyum simpul. Morgan meraih kunci mobilnya yang ia taruh di atas meja ruang tamu dan berjalan keluar rumah.

Aelke mendengar mesin mobil Morgan yang menderu dan perlahan suara itu menjauh hingga tak terdengar lagi. Ia bangkit dan menuju westafel. Disana, wajahnya terlihat berantakan. Aelke membasuh wajahnya dengan air yang mengalir dari kran westafel, 'Aku minta maaf, Rafaell.' gumamnya lirih.

Aelke memoles sedikit wajahnya dengan bedak tipis dan memakai eye liner agar matanya yang sembab tak terlihat. Ia keluar dari kamarnya, menuju box baby twins yang masih tertidur. Melihat baby twins yang tertidur nyenyak, Aelke menjadi damai meski beberapa saat yang lalu hatinya terguncang.

Baru saja Aelke akan melangkah ke dapur, baby twins menangis bersamaan. Aelke membalikkan tubuhnya dan membuka kelambu yang menutupi box baby, setelah itu ia mengangkat tubuh Rafha terlebih dulu, "Wah, baby twins udah bangun... Duh, mommy gak kuat kalo gendong kalian sekaligus. Tunggu bentar ya..." ujar Aelke sambil menurunkan tubuh Rafha yang masih menangis dan membaringkannya di atas kasur lantai.

Setelah itu, Aelke menggendong Rifha dan menimang-nimangnya lalu membaringkannya di samping Rafha. Suster Hana tergopoh-gopoh datang menghampiri Aelke dan meminta maaf karena ia baru saja keluar dari kamar mandi dan tidak tahu jika baby twins sudah bangun.

BABY TWINSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang