(5) Kamar Gue!

6.2K 235 0
                                    

"Nenek gak akan maksa-in kalian... Nenek cuma minta kalian ikutin kemauan nenek untuk yang terakhir kali. Kalian harus disatukan dalam satu rumah selama 3 bulan. Kalo selama itu kalian belum juga saling mencintai, perjodohan ini batal. Tapi, kalo selama 3 bulan itu kalian bisa saling mencintai, perjodohan ini dilanjutkan!"

Aelke dan Morgan sama-sama berdiri "Hah? Satu rumah?"

"Aku gak mau!" tolak Aelke keras. Morgan menunjuk Aelke "Satu rumah sama dia? Nenek gak niat bunuh aku, kan?" sengit Morgan.

Aelke membolakan matanya "Eh emang gue pembunuh apa? Enak aja! Nek, apa gak ada pilihan lain?" tanya Aelke memelas, nenek Morgan menggeleng sedih dan Aelke panik.

"Nek, dimana-mana tuh orang tua, keluarga, pasti takut kalo anaknya disatuin sama lawan jenis yang bukan muhrimnya... Lah ini??" ujar Aelke. Morgan mengangguk setuju "Bener banget tuh, nek!" timpal Morgan. Tapi tetap nenek Morgan tetap keukeuh.

"Ma, pa.. Kalian gak takut aku diapa-apain sama dia? Gak takut gadis bungsunya kenapa-napa??" tanya Aelke pada papa dan mamanya yang terlihat bingung dan pusing melihat kelakuan Morgan dan Aelke yang tak berhenti bicara ini itu.

"Eh, gue bukan cowok brengsek ya..." sergah Morgan berdiri mendekati Aelke, "Gue ogah kali serumah sama lo!" lanjutnya.

Aelke menatap Morgan kesal. "Apalagi gue!" jawab Aelke sengit, mereka saling tuding-menuding, berdebat tak ada habisnya sampai mama Morgan menarik lengan Aelke, dan Morgan ditarik papanya.

Nenek Morgan terlihat memijat keningnya pening, sepertinya ia pusing melihat tingkah cucunya. Jika bukan karena amanat, neneknya tak akan susah-susah memaksa Morgan untuk mau dijodohkan, karena Morgan memang lelaki yang tak suka dipaksa-paksa.

"Gan! Stop! Liat nenek kamu, bisa diem gak?" ucap papa Morgan kesal. Morgan terdiam dan menatap neneknya begitu juga Aelke.

"Nenek gak tau harus gimana..." ucap neneknya lirih dan terlihat lemah.

Morgan diam dan terduduk lemas. Harus bagaimana lagi? Serumah dengan wanita yang belum sah menjadi miliknya dan status mereka masih pelajar yang akan menghadapi UN. Hell, yeah!

"Kalo kalian bisa pikir panjang, kita sebagai orang tua dan keluarga, juga kakek yang memberi amanat ini, gak akan menjerumuskan kalian ke lubang penderitaan." ucap papa Aelke sambil menatap Aelke dan Morgan bergantian. Mereka terlihat meredam emosi yang memuncak, Aelke malah terlihat ingin menangis.

"Kita pulang, besok kalian pindah rumah!" ujar nenek Morgan, ia berdiri lemah dibantu mama Morgan dan berpamitan kepada keluarga Aelke. Sebelum pulang, nenek Morgan memeluk Aelke erat "Nenek sayang kamu, mau kamu jadi istri cucunya nenek, nenek mohon..."

***

Aelke menangis di kamarnya. Sejak tadi mama dan papanya bergantian menenangkannya meski hanya dari balik pintu karena Aelke mengunci kamarnya.

Kakek dan nenek Aelke juga berusaha membuat Aelke tenang. Siapapun tak akan ada yang mau dipaksa apalagi masalah perasaan dan pasangan.

Di kamarnya, Aelke merutuki nasibnya yang menurutnya buruk sekali. Harus bertemu tiap hari dengan lelaki yang selalu membuatnya naik darah, sekolah satu kelas, pulang dan berangkat bersama, itu membuatnya kesal setengah mati "Enek gue liat dia tiap waktu..." gumam Aelke.

Aelke melihat wajahnya di cermin, menghembuskan nafasnya berat, harusnya remaja seusianya tak punya masalah serumit itu.

Ponsel Aelke berdering beberapa kali, namun ia tak mengangkatnya. Sms masuk hanya ia baca dan semuanya dari beberapa temannya yang menanyakan kegiatan sekolah.

BABY TWINSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang