••~••
Dimulai dari Harry temanku yang memintaku untuk menjadi perawat pribadi dari setiap pasiennya. Aku tahu itu salah, tapi gajiku tidak mencukupi biaya hidupku di sini. Maksudku, kau tahu New York? Orang kaya di negaramu belum tentu tetap kaya disini. Itu sebabnya aku memilih menjadi perawat pribadi setiap pasiennya. Tidak hanya mendapat gaji dari negara, aku juga mendapat uang tambahan dari Harry.
Well, aku ceritakan sekilas tentang Harry. Dia adalah dokter spesialis kanker di rumah sakit ini. Umurnya baru menginjak 25 tahun, dia dua tahun lebih tua dariku. Dan benar, dia adalah kakak tingkatku dulu. Itu sebabnya aku bisa sangat dekat dengan Harry.
Seperti pada waktu itu, kami sedang berada disatu ruangan yang sama, di ruangan Harry. Aku terduduk santai di sofa sambil menatap wajah fokus Harry yang sedang mengerjakan sesuatu di Macbooknya.
"Lebih baik kau tidur. Dua jam lagi kau harus mengantarkan makanan ke pasienku."
“Pasienmu? Siapa?” Balasku.
"Temanku. Aku harap kau memberikan pelayanan yang terbaik padanya."
Sebenarnya waktu itu, ada beberapa pertanyaan yang ingin aku tanyakan padanya, seperti.... Bagaimana mungkin aku bisa tidak mengenal temanmu yang satu ini, atau bagaimana bisa kau sesantai itu saat mengatakan jika temanmu sendiri mengidap kanker. Namun semua itu aku urungkan begitu melihat wajah Harry yang sudah kembali serius menatap macbooknya. Jadi, aku memilih bangkit dan berniat pergi.
“Kemana kau?”
"Kantin." Ucapku singkat lalu melenggang pergi dari ruangan Harry.
Dikantin aku hanya terdiam menikmati pemandangan orang- orang yang tengah berbincang sambil menikmati makan siang mereka. Meskipun sudah tiga tahun aku bekerja disini, tidak ada satupun staff rumah sakit yang ingin berteman denganku. Harry bilang mereka merasa tidak pantas menjadi temanku. Karena aku yang selalu terlihat bersama Harry. Bahkan aku tidak lebih baik dari mereka.
"Memikirkan apa?"
Pria gila itu, Harry. Dia tiba-tiba sudah berada di hadapanku.
“Sejak kapan kau disini?”
“Sejak saat kau memutuskan untuk melamun?” Jawab Harry ragu. Aku memutar bola mataku.
“Kau tidak pesan?”
Aku menggeleng sebagai jawaban.
“Lalu untuk apa kau kemari?”
“Aku bosan, Harry. Memangnya hanya terduduk diam memperhatikanmu bekerja tak membuatku jenuh?”
“Well, aku tak memintamu untuk memperhatikanku.” Lalu Harry tersenyum menggodaku. Aku berhenti dengan perdebatan konyol ini.
"Ingin berkenalan dengan pasienku?" Tawarnya. Sepertinya pria ini belum menyerah. Aku terdiam beberapa saat menimang-nimang ucapannya lalu akhirnya mengangguk.
Setelah itu aku dan Harry berjalan beriringan menuju ruang rawat pasiennya. Kupikir pasien kali ini sedikit memiliki uang mengingat di ruang mana ia di rawat.
“Kenapa?” Tanyaku begitu Harry tiba-tiba menghentikan langkahnya dan menatapku.
“Aku ingat memiliki jadwal operasi bersama dokter Wilson hari ini, kau bisa menemuinya sendiri kan?"
“Baiklah, aku pergi sendiri.” Balasku lalu Harry melenggang pergi setelah sebelumnya ia memberi tahuku di kamar nomor berapa pasiennya berada.
Aku membuka pintu kamar itu dengan perlahan, dan seseorang sedang tertidur di ranjangnya. Kulitnya putih nyaris menyamai susu, rambutnya keemasan dan bulu matanya terlihat lentik meskipun ia memejamkan mata. Dan begitu aku berjalan mendekat kearah ranjangnya, pria itu membuka matanya. Ia menatap kearahku dengan datar, dan aku tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR MEMORIES
FanfictionSaat hembusan napas terakhirnya, terdengar memilukan dan membunuh jiwaku dengan telak.