SIAPIN TISU KAWAN-KAWAN, KAPALNYA MAU KARAM:v
Playlist : A day without Rain - Sad song Players
••~••
Langkah yang tergesa gesa, dengan kotak makan berisikan makanan Justin, aku menghentakkan kakiku cepat ingin segera menemuinya. Aku ingin meminta pengampunannya. Aku tak pernah mengerti apa yang ia inginkan. Aku bodoh, aku bodoh tak mengerti apapun tentangnya.
Kubuka pintu ruangannya dengan kasar. Ia disana masih terduduk diatas ranjangnya dengan remote televisi di tangannya. Segera kusimpan kotak makanan itu dimeja dekat bangkar lalu menghambur kearahnya. Aku memeluknya erat tak menjelaskan apapun dalam pelukanku.
Awalnya, Justin terdiam tak membalas pelukanku. Namun, perlahan tangannya menyentuh punggungku dan mengusapnya pelan.
“Ada apa?” Bisiknya kecil di telingaku.
“Aku mencintaimu, maafkan aku.”
“Maaf? Seharusnya aku yang melakukan itu Aku yang membuatmu marah kemarin.”
Aku menggeleng.
“Aku egois, Justin. Yang kulakukan hanyalah memintamu untuk tinggal, dan kau harus membayar banyak untuk itu. Kau sudah melakukan yang terbaik, Justin. Jangan lakukan perjuangan lain lagi.”
Justin melepaskan pelukan kami lalu menatapku.
“Siapa bilang kau egois? Aku bahkan akan melakukan yang sama jika kita berada di posisi terbalik. Kau hadiahku, Bella. Aku pikir tuhan sedang menghukumku sampai Dia memberimu padaku sebagai tanda pedulinya. Dan aku mulai mengerti tentang arti syukur yang kau jelaskan saat itu. Jadi memperjuangkan keinginanmu, sudah jelas akan kulakukan.”
“Aku...” Aku tak melanjutkan ucapanku. Jadi yang selanjutnya terjadi adalah pautan bibir kami yang saling menyatu.
Aku melepaskan ciuman kami setelah beberapa saat, lalu menatap priaku lama.
“I love you, my universe.”
“Thank you, Bella.”
••~••
Malam hari, ditemani dinginnya angin New York, di kursi taman rumah sakit, aku mengeratkan pelukanku pada Justin. Kepalaku kusimpan di dadanya yang terbungkus baju pasien.
Tak ada yang berbicara, tak ada yang bergerak. Kami sibuk dengan pikiran kami masing masing. Satu hal yang aku sadari saat itu, jantung Justin berdetak dengan pelan, sangat pelan.
“Justin?”
“Hmm.” Balasnya, lalu kurasakan ia mengecup puncak kepalaku lama.
“Kau...” Aku tak melanjutkan ucapanku, tangannya perlahan melepaskan pelukan kami. Ia menatapku sebentar lalu mengubah posisinya, menjadi Justin yang berada di dekapanku. Ia sembunyikan kepalanya di leherku.
“I'm still here, baby.”
Aku tak menjawab.
“Aku ingat pernah mengutip sebuah kalimat dinovel yang kubaca. Bumi bukanlah tempat produk pengabul permintaan yang baik, Augustus Waters yang mengatakan itu. Dan rasa sakit, selalu memaksa untuk dirasakan. Timpal kekasihnya, Hazel Grace.”
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR MEMORIES
FanfictionSaat hembusan napas terakhirnya, terdengar memilukan dan membunuh jiwaku dengan telak.