5

2.2K 198 12
                                    

Hati ini, terlalu sering menginginkan sesuatu yang hanyalah angan.

••~••

Mataku perlahan memejam menikmati dingingnya udara malam yang menabrak kulitku.

Dimalam yang sunyi, ditengah gemerlapnya kota New York aku lebih memilih terduduk dibalkon apartementku. Meratapi nasib, perasaan, dan keadaan.

Tak lama, mataku kembali terbuka. Kusapukan pandangaku kearah kota. Kota yang tak pernah mati ini! Tak menyangka aku bahkan bisa jadi bagian dari kota ini, bisa berbagi napas dengan jutaan orang yang juga membutuhkan oksigen disini.

Hingga tak terasa, air asin yang sudah ku ancang-ancang agar tidak keluar dari tempatnya ini mencolong star terlebih dahulu. Menandakan bahwa aku tak baik baik saja. Tubuh ini, perasaan ini, hati ini, jiwa ini, membutuhkan seseorang untuk bernaung. Merindukan siapapun yang pernah mengisi kesendiriannya di masa lampau untuk kembali.

"Ayah, Ibu. Jika kalian mendengarku, datanglah kemari dan peluk aku..."

Berkali kali terisak, kata itulah yang mengiringi isakanku. Malam itu, hari itu, dibulan dan tahun itu, seorang gadis sebatang kara merindukan mereka yang selalu menghangatkan hatinya, membutuhkan mereka sebagai sandaran untuknya beristirahat sejenak. Namun, kenyataan seperti batu besar yang menimpa membuatnya sadar, dia hanya sendiri, tak ada yang harus ia harapkan lagi dalam hal itu.

Dan hal terakhir yang bisa dilakukan hanya tersenyum miris dalam tangis

"Ayolah Bells, jangan menjadi lemah seperti ini."

Monologku menyemangati. Namun itu malah membuatku terlihat menyedihkan. Aku meghapus air mataku lalu bangkit dan masuk menuju kamarku setelah sebelumnya menutup pintu balkon terlebih dahulu dan menguncinya.

Tak lama, aku kembali berjalan kearah nakas untuk mengambil ponselku yang sedari tadi berdering. Namun aku membiarkannya. Syukurlah orang disana masih belum menyerah menghubungiku meski telah beberapa kali tak aku respon

Tertera nama Harry disana. Dahiku mulai mengerut saat itu. Jam dua malam, untuk apa pria itu menghubungiku?

"Harry Ada apa?"

"Bella, ini gawat! Cepatlah kerumah sakit, terjadi sesuatu dengan Justin."

"A-Apa? Kenapa Justin bisa berada di-" Ucapan Bella terpotong begitu saja oleh pertanyaan Harry.

"Suaramu terdengar berbeda, kau baik-baik saja?"

"Tidak penting. Apa yang terjadi dengan Justin?" Balasku mendesak. Sungguh saat itu aku benar benar khawatir padanya.

"Bella... Maafkan aku, aku rasa kau sedang sakit jadi-"

"Aku akan kerumah sakit sekarang Juga." Potongku.

"Tidak perlu Bella, kau sedang sakit dan aku kira sebentar lagi akan hujan tetaplah diapartementmu ya?"

"Harry... Justin lebih utama untukku sekarang!" Lirihku cepat. Tak ada jawaban dari sebrang sana, kukira Harry menyerah. Aku menutup telponku lalu segera bersiap. Mengganti piyama tidurku dengan Sweater dan celana katun.

OUR MEMORIES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang