Karena hidupku, sudah sangat sempurna jika denganmu
***Our Memories***
Untuk kesekian kalinya, aku datang dan membuka pintu ruangan Justin dengan ragu. Mataku lalu melelusur kesetiap inci ruangan itu, dan Justin disana. Dengan senyum mengembangnya dan buku catatan kecil dipangkuannya.
Aku berjalan kearahnya lalu memandang tubuhnya sekilas, sangat buruk. Benar yg dikatakan Harry saat ditelfon
“Senang kau datang Bella,”
Aku hanya tersenyum menjawab ucapan Mom Pattie yang terduduk disofa dekat kamar mandi. Justin masih belum mengeluarkan suaranya. Ia masih setia dengan senyuman dibibirnya. Sekali lagi, aku alihkan padanganku pada mom Pattie dan Jeremy yg masih setia terduduk disofa. Kuhembuskan nafasku berat
“Jika tak keberatan, aku ingin berbicara dengan Justin, hanya berdua.”
Keduanya mengangguk lalu melenggang pergi. Tersisa aku dan Justin
Pria tanpa rambut itu menuliskan sesuatu dibuku catatan putih miliknya
Hai bella:)
Kupandang buku catatan itu sebentar lalu menatap Justin
“kau?” Aku tak percaya itu terjadi, dan Justin hanya tersenyum lalu kembali menuliskan sesuatu dibukunya
Tenang saja bella. hanya pita suaraku yang tak berfungsi. Lagi pula masih ada buku ini, aku tak terlalu membutuhkan mulutku untuk berbicara
Sesuatu yang tajam kembali menyeruak menorehkan luka luka dihatiku. Kupandangi ia lama yang masih setia dengan senyumannya, namun air mataku sudah tak bisa di bendung lagi. Buru buru Justin menggeleng dan kembali menuliskan sesuatu dibukunya
Sungguh, aku tak membutuhkan mulut sialan itu. Aku sudah sangat sempurna jika denganmu
Aku menggeleng. Tak tau lagi apa yang harus aku lakukan saat itu, ingin rasanya berkomentar pada tuhan jika yang ia lakukan padaku dan Justin itu sangat salah. Namun sekali lagi, aku kalah akan takdir
“Boleh aku memelukmu?” ucapku lembut. Sangat lembut
Justin tersenyum dengan merekahnya lalu mengangguk semangat. Tanpa basa basi, aku memeluk Justin kuat dengan segala kekhawatiranku. Aku takut, aku takut akan semua yang akan terjadi dimasa depan.
Kutumpahkan semua air mata yg tertahan itu dipelukan Justin. Menangisi semua yang seharusnya aku tabahkan, dan menumpahkan semua kesal yang aku jaga. Pria botak bertubuh kering itu masih setia memelukku erat dengan kedua tangannya yang sudah dibeliti kabel. Lagi lagi, hati ini teriris. Tangisanku semakin kencang saat itu,
Dan kurasakan Justin menggeleng lalu melepaskan pelukan kami. Ia menghapus air mataku lalu mengusap pipiku lembut.
Aku memejam, lalu menarik tubuh Justin agar mendekat kearahku. Dan ciuman kami berawal disana. Kulumat bibirnya walau tak sidikitpun dari ciumanku yg ia respon. Namun satu yang aku tau saat itu, Justin menangis. Mata hazelnya mengatakan bahwa ia sudah sangat lelah.
Kuakhiri ciuman kami lalu kembali memeluknya
“Apa yang akan kulakukan nanti jika kau tiada sayang?”
“Kepada siapa aku harus menumpahkan seluruh cintaku lagi?”
Justin melenguh. Memelukku semakin erat lalu mengecup keningku. Tangisan semakin pecah saat itu
“Tuhan harus mencabut nyawaku dulu sebelum ia mencabut nyawamu.”
“Aku tak akan pernah rela jika kau terlebih dulu meninggalkanku Romeoku, jangan tinggalkan aku”
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR MEMORIES
FanfictionSaat hembusan napas terakhirnya, terdengar memilukan dan membunuh jiwaku dengan telak.