2

3.2K 256 20
                                    

••~••

Malam itu, aku melangkahkan kakiku dengan pelan memasuki kamar inap Justin. aku pikir ia sudah terlelap melihat lampu ruangannya yang sudah mati. Namun dugaanku salah, aku baru menyadari ia masih terjaga saat aku sudah terduduk di kursi dekat bangkarnya.

“Kau belum tidur?”

Justin menatapku sebentar lalu menggeleng.

“Aku minta maaf karena ucapanku tadi siang sedikit berlebihan.”

Justin kembali menatapku, kali ini sedikit lama, dan aku sedikit terganggu karenanya.

“Apa ada yang salah?”

“Matamu indah.”

Aku tak menjawab ucapannya dan tersenyum menutupi kegugupanku. Ada yang salah dengan jantungku saat itu. Ia tak berhenti memompa dengan cepat.

“Jika aku bertemu denganmu sebelum penyakit ini, mungkin aku akan menidurimu di ranjangku.”

“Kau berlebihan.” Balasku. Dan jantungku memompa lebih cepat lagi. Pria ini sialan, bisa-bisanya ia menggodaku.

“Aku akan mengajakmu berkencan, lalu mengenalkanmu pada kedua orang tuaku, lalu membawamu bertemu teman-teman kampusku, terakhir mengucapkan janji bersamamu di altar.”

“Dan kau harus tidur sekarang.”

Pria itu terkekeh lalu mengangguk sebagai jawaban. Justin tertidur dengan tubuh yang berbalik kearahku. Aku menatapnya lama saat mata karamel itu sudah tertutup rapat. Jika tidak salah, saat itu aku mengusap pipinya lembut. Namun, hal yang membuat aku menyadari sesuatu adalah saat dia memegang tanganku dan memeluknya. Pada saat itu, aku sadar. Bahwa aku jatuh hati padanya, aku menyukainya.

••~••

Aku terbangun dengan tubuh yang seperti remuk. Well, tertidur dengan posisi duduk selama berjam-jam, bukanlah pilihan yang baik. Justin masih tertidur, tanganku juga masih ia peluk. Dan aku tiba-tiba mengingat kembali perkataannya tadi malam, sialan.

Aku melepaskan pelukannya pada tanganku dengan pelan, Ia menggeliat sebentar namun akhirnya kembali tertidur. Aku harus mengambil obat dan makanan saat itu. Dan begitu aku kembali, sesuatu yang tak diinginkan terjadi. Pria itu memegang kepalanya kuat-kuat dengan mata terpejam, rintihannya membuatku hilang akal. Dan aku baru mengetahuinya setelah setengah jam lamanya aku pergi.

Nampan yang kubawa seketika lepas dari tanganku. Aku berlari kearahnya dan membantunya untuk berbaring.

“Justin, kau tahu dimana ini?”

Pria itu tak menjawab. Tanganku bergetar, aku mencoba menekan bell disisi ranjangnya memanggil Harry. Dan pria sialan itu tak kunjung datang.

Ini tak baik, aku harus segera menyusulnya.

“Jangan pergi, Bella.” Aku terdiam. Lalu dia memelukku. Aku berusaha menghilangkan sakitnya dengan mengusap-ngusap kepalanya lembut. Dan itu tak berhasil karena ia malah menjambak rambutnya kasar. Beberapa helai rambutnya bahkan sampai terlepas.

Dan Justin berhenti di menit saat aku melepaskan pelukannya dan menyuntikan obat pereda sakit. Aku menatapnya sekilas yang tengah berbaring dengan mata terpejam, dan berakhir dengan aku yang menangis tanpa alasan. Justin membuka matanya menatapku.

“Kau menangis?”

“Aku harus menemui Harry.”

OUR MEMORIES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang