6

2K 172 9
                                    

Aku masih terdiam dihadapannya yang masih terduduk lelah di closet. Memandangi wajahnya yang pucat  dan bibirnya yang kering. Perlahan, tanganku bergerak menyentuh rambutnya lalu mengusapnya secara perlahan.

Tak butuh waktu lama, tangan kekarnya menarikku, hingga sekejap kepalanya sudah tenggelam di perutku. Ia memeluk pinggangku erat seakan tak ingin aku pergi walau hanya sedetik, jangan tanyakan soal Jantungku. Aku bahkan lupa jika aku masih menginjak bumi.

“Aku tidak berani beekspektasi apapun setelah menerima kenyataan jika ada kanker ganas diotakku. Tapi setidaknya apakah aku tidak bisa merasakan normal bahkan hanya beberapa saat? Ini sakit, sungguh. Rasanya seperti aku sudah benar-benar mati.”

Semua perawatan ini hanya untuk mereda rasa sakit dan memperpanjang umur saja. Karena kecil kemungkinan untuknya sembuh.”

Lagi, ucapan Harry yang lain kembali mengiang di telingaku. Aku membalas pelukannya dengan erat. Mengusap kepalanya lalu mengecupnya berkali kali.

“Kau akan membaik. Percayalah..”

“Aku akan kembali ke London untuk pengobatanku.”

“Aku mendukungmu.”

Ia mendongak lalu menatapku.

“Apa kau percaya jika aku akan membaik?”

“Tentu saja. Semuanya akan kembali normal setelah beberapa waktu. Kau akan baik-baik saja setelah ini.” Jawabku.

Justin mengangguk paham lalu kembali berujar,

“Aku berjanji Bella, aku akan kembali dengan keadaanku yang sangat baik-baik saja.”

Aku mengangguk kuat. Tak terasa, cairan bening itu kembali keluar dari tempatnya. Aku menangis lagi dihadapannya.

“Aku tahu.”

Dan Justin kembali menenggelamkan kepalanya lagi pada perutku.

••~••

Siangnya. Benar, Justin sudah diterbangkan ke London. Kali ini, aku tak bersembunyi untuk mengantarkannya sampai keparkiran. Ia bahkan mengucapkan selamat perpisahan padaku. Aku tersenyum kearahnya saat ia memandangku di jendela mobil yang terbuka sedikit. Dan itu adalah pertemuan terakhir kami sebelum Justin pergi menjalani pengobatannya. Tak bisa kupungkiri, rasa egois itu tetap ada. Aku hanya ingin Justin mempunyaiku saja sebagai perawatnya, tak yang lain.

Setelahnya, kujalani hari hariku seperti biasa, namun yang berbeda saat itu, aku menambahkan satu kebiasaan lagi dalam kehidupanku. Yaitu merindukannya, merindukan Justin! Aku selalu memikirkannya setiap saat, bahkan aku sering datang kegereja untuk mendoakannya, entah itu kebodohanku yang ketara tolol atau aku yang terlalu mencintainya.

Sembilan bulan telah berlalu, dia belum kembali! Dan aku masih menunggunya, Harry bilang Justin sudah sembuh dan akan kembali secepatnya, entah itu memang yang sebenarnya terjadi, atau ia yang hanya ingin menenangkan perasaanku saja, namun beberapa minggu setelah ucapan Harry waktu lalu, Justin belum juga kembali. Dan bisa kusimpulkan bahwa pria itu hanya membual saja.

“Kau berbohong kan?”

Ia terkekeh lalu mengusap rambutku lembut.

OUR MEMORIES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang