8

1.6K 159 3
                                    

Jika mulut ini tak bisa berucap, maka biarkan hati ini yang melakukannya. Hei, aku mencintaimu.

••~••

Valentine adalah hari yang paling ditunggu tunggu bagi setiap orang, terutama kalangan anak anak muda yang baru merasakan jatuh cinta.

Tapi aku? Aku tidak ada waktu untuk merayakan hari itu, tagihan tuan Harnold yang terhormat berhasil membawaku kedalam lubang neraka.

Mungkin aku tidak bisa meyakinkan Harry untuk bekerja 24 jam, ditambah lagi kemarahan Justin yang membuatku bungkam. Well, aku hanya bekerja 12 jam, dan malamnya aku harus pergi ke kafe untuk bekerja paruh waktu. Tapi demi tuhan, bahkan semua itu juga belum mencukupi apapun.

“Bella!!”

Aku mempercepat langkahku begitu Justin sudah semakin dekat denganku. Namun sialnya, karena dihentakkan terlalu keras dan langkah jalanku yang hampir berlari membuat sebelah sepatu hakku patah. Aku oleng dan terjatuh, lalu berakhir dengan terduduk merintih dilantai koridor.

"Ceroboh, bodoh! Kenapa kau selalu seperti itu?"

Aku menunduk tak menjawab. Sial, sepertinya kakiku terkilir.

“Berhentilah dengan pekerjaan sampinganmu.”

Jika  orang lain umumnya akan segera menolong wanita yang terjatuh dengam kaki terkilir, maka lain dengan Justin. Dia bahkan berdiri satu meter dari tempatku. Brengsek, aku bahkan mempertanyakan diriku sendiri tentang mengapa aku harus jatuh hati pada pria seperti itu.

“Bukan urusanmu.”

“Berhentilah untuk keras kepala.”

“Sudah kubilang jika itu bukan urusanmu.”

Justin terlihat mengeraskan rahang lalu mengusap wajahnya kasar.

"Kau temanku, bagaimana mungkin itu bukan urusanku sama sekali.”

Teman.

Hatiku tersenyum miris mendengarnya. Memangnya apa yang kuharapkan? Pria itu bahkan sangat bisa untuk mendapatkan yang lebih baik dariku.

“Bisa kau bantu aku? Kakiku terkilir.”

~~•~~

“Sekarang katakan, masalah apa yang sedang meminpamu?”

Itu Justin. Ia masih belum menyerah dengan mencari tahu apa yang terjadi padaku. Aku menghembuskan napasku jengah, lalu kemudiam berujar dengan malas,

“Tidak ada.”

Kembali memasukan ice cream kedalam mulutku. Setelah kecelakaan yang menimpaku di koridor saat itu, Justin membawaku kerumahnya. Ia menyuruh ibunya untuk mengobati lukaku. Tapi yang kukhawatirkan saat itu bukanlah kakiku, melainkan pekerjaanku di cafe. Atasanku akan sangat marah jika dia tahu aku tak datang untuk bekerja.

“Kau bahkan menjual ponsel dan macbookmu. Apa aku masih bisa menyimpulkan bahwa kau tak memiliki masalah?”

Suapan dimulutku terhenti. Aku kembali menyimpan ice creamku dan menatap Justin,

OUR MEMORIES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang