Pengantin dan Kecelakaan

1.1K 58 2
                                    

Anna POV.

Hari minggu, pukul 08.00 pagi adalah puncak hari kebahagiaan keluarga Bapak Widodo dan Ibu Widya karena putri sulungnya, kakak tertuaku, Anggun Prameswari akan melangsungkan pernikahannya dengan mas Dimas Galih Ginanjar.

Nama mbak Anggi sebenarnya Anggun. Tapi sedari SD dia lebih senang di panggil Anggi. Katanya, panggilan Anggun terkesan membuatnya seperti orang yang terlalu percaya diri sekali, padahal mbak Anggi merasa kalau dia tidak ada anggun-anggunnya. Aku setuju, bahkan menurutku, dia sangat cerewet luar biasa di bandingkan denganku. Hanya Ayah yang masih memanggilnya Anggun. Tentu saja karena itu adalah nama pemberian kakek. Ayah menghormatinya.

Semalam aku, mbak Anggi, Mas Juna, ayah, dan bunda berkumpul di kamar mbak Anggi. Ayah memberikan wejangan pada mbak Anggi tentang bagaimana mengarungi biduk rumah tangga, menjadi istri yang berbakti dan sabar, karena kata ayah semuanya baru akan di mulai ketika mas Dimas mengucapkan akad di depan ayah dan penghulu. Bukan ayah lagi, melainkan mas Dimas yang kini bertanggung jawab atas semua kebutuhan  mbak Anggi, termasuk memikul dosa-dosa istri dan anak-anaknya kelak. Itulah mengapa sebagai istri kita harus benar-benar berbakti kepada suami karena berat pertanggung jawabannya kelak di akhirat. Kata ayah lagi, pernikahan tidak melulu tentang kebahagiaan yang selalu kita imajinasikan. Ada batu kerikil, onak berduri, bahkan badai rumah tangga yang harus kita  lewati. Di situlah kesetiaan dan kesabaran suami dan istri di uji dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
Ayah lalu beralih pada mas Juna, menasihatinya tentang  bagaimana mencari istri yang baik seperti Bunda, yang penurut, pintar memasak, cerdas mendidik anak-anaknya, dan akhirnya mengalir, mengarah padaku menasihatiku bagaimana untuk menjadi salah satunya.

Suasana yang tidak seperti biasanya. Pasti sangat berat bagi ayah karena ini adalah pertama kalinya dia akan melepaskan anak putrinya menikah dengan orang lain.

Mbak Anggi terus menerus menangis memeluk bunda, meminta maaf atas semuanya. Sedangkan Ayah mengusap-usap kepala anak sulungnya tidak menangis hanya saja rautnya terlihat sayu. Lamat-lamat kupandangi kedua orang tuaku. Gurat-gurat di wajahnya menandakan bahwa kini  mereka sudah mulai menua, dan kami anak-anaknya sudah beranjak dewasa.

Beginilah, seperti yang mbak Anggi bilang, kebanyakan perempuan pasti menangis ketika dia akan menikah. Mungkin nanti aku juga demikian.

***
Di kamar pengantin.

Aku menemani mbak Anggi yang sudah di poles make up, dengan gaun pengantin warna biru muda, jilbab yang simple tapi elegan karena tidak terlalu banyak lilitan, manik-manik yang berkilauan, payet-payet gaunnya yang detail, pas sekali dengan badan mbak Anggi, membuat mbak Anggi hari ini membuktikan kebenaran namanya, yaitu Anggun. Yaampun, aku akui kali ini Mbak Anggi cantik sekali di tambah wajahnya yang selalu menyunggingkan senyum  memancarkan rona kebahagiaan.

Ketika mbak Anggi masih di dandani oleh tukang rias. Aku iseng mendekat mencium pipinya turut berbahagia. Mbak Anggi yang kaget merasakan kecupan di pipinya terkesiap menyuruhku mundur takut bedaknya luntur. Aku tertawa jahil karena senang mbak Anggi tidak bisa mengomel, bibirnya sedang di poles lipstik, bahaya sekali kalau dia banyak bicara nanti lipstiknya bisa-bisa meleset sampai ke hidung. Aku tertawa lagi kemudian berhenti melihat Mas Juna yang sudah sangat tampan berdiri di depan pintu kamar memandangi kami berdua lalu memelukku. Gagahnya Mas-ku ini. Aku memeluk pinggangnya, tersenyum.

Ayah dan bunda sedang di luar menemani keluarga kami yang datang dari jauh. Janur kuning melengkung, tenda sudah terpasang di halaman rumah. Tema warnanya biru muda dan putih. Itu warna gabungan kesukaan mbak Anggi dan mas Dimas. Ruang tangah sudah di hias sedemikian rupa untuk tempat akad nanti. Di sana sudah bersiap pak penghulu, tamu dan lain-lain. Tinggal menunggu calon pengantin laki-laki dan rombongan keluarganya yang katanya sebentar lagi tiba.

Mr. KulkasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang