part 7.

1.4K 106 4
                                    

Author pov.

Dengan langkahnya yang panjang, kini Alvin tengah berdiri dihadapan sang Ayah. 

Melihat adiknya yang ditampar sampai tiga kali, membuat Alvin merasa bersalah. Dia menyesal,  hanya menjadi penonton sejak awal,dan melerai pada waktu yang sangat terlambat. tangan kekar Ayahnya sudah terlanjur melayang pada pipi mungil Tata. Dan saat itu dia sadar adiknya terluka. Terluka, bahkan jauh kedalam tubuhnya, lewat sorot mata terluka itu, Alvin dengan jelas dapat mengetahuinya.

"Ayah, apa Ayah tidak berpikir, hukuman itu terlalu berat untuk Tata."

Dr.Bram memandang kosong kearah depan, entah kenapa tembok bercat putih itu lebih menarik untuk dipandangnya, dibandingkan melihat wajah putra sulungnya.

"Lebih baik dia disana. Ayah tak bisa mengontrolnya disini." Bram langsung memotong ucapan anaknya saat tahu apa yang akan keluar dari mulut Alvin, "dan kamu sibuk bekerja, tak ada yang bisa mengontrolnya disini. Jadi lebih baik mengirimnya ke Malang,disana ada Etiq yang bisa mengawasinya."

"Lalu membuat Tata berpikir kita mengasinginya. Ayah pikir, meski aku jarang dirumah, aku tak tahu bahwa Ayah lebih perhatian pada Tari dibanding Tata. Ayah tak berpikir,tentu saja Tata merasa lain saat Ayah bersikap seperti itu. Dan sekarang, dengan mengirimnya jauh dari kita, dia akan berpikir bahwa Ayah membencinya."

"Karna Ayah memang membencinya." Ucap Bram kelewat cepat.

Tentu saja, Alvin menatap tak percaya kearah Ayahnya.

"Ayah..."

"Kamu terlalu sering membantah Ayah akhir-akhir ini."

"Tapi Ayah, meskipun begitu. ini akan terasa tidak adil untuk Tata."

Sekejap, Bram menutup matanya. Menormalkan dirinya,sebelum berbalik memandang Alvin. Kemudian pria yang menginjak usia 50 lebih itu memegang bahu putranya pelan.

"Dengar Ayah. Mengirim Tata kesana, adalah yang terbaik. Meski Ayah tak mengucapkanya,kamu tahu dengan sangat jelas bahwa ini yang terbaik untuknya. Jadi dia harus pergi. HARUS PERGI, " kemudian dengan melepaskan peganganya, Bram kembali melanjutkan ucapanya, "Ayah akan urus dengan segera kepindahanya."

*

Alvin mengacak rambutnya dengan kasar, rasanya seperti Ia baru saja selesai keluar dari sidang skripsinya dulu dengan dosen yang killer. Bahkan ini terasa lebih buruk.

Sambil mondar-mandir diruang tamu, memikirkan sesuatu apa yang harus dilakukan. Ayahnya benar, demi kebaikanya, Tata harus dikirim. Tapi yang ditakuti, jika nanti malah hal ini lah yang membuat Tata menjadi lebih buruk. Itulah yang terus menghantui pikiranya.

"Abang ngapain disana?" Sampai suara khas dari adiknya itu membuatnya berhenti.

Tari sedang berdiri disana, dengan baju yang sudah berganti menjadi baju tidur.

Alvin melangkah dengan cepat kearah Tari.
Saat sudah sampai didepan pemilik nama, Alvin langsung menggenggam kedua bahu wanita itu.

"Tari. Jujur sama Abang ya. Tata beneran kesana?"

"Kan Abang lihat sendiri," merasa pertanyaanya salah,dengan cepat Alvin menggantinya ,"maksudnya Tari nggak bawa Tata kesana kan?." Ucapnya dengan hati-hati.

"Abang..."

Kan benar saja. Mendengar dari nadanya saja, Tari pasti salah paham.

"Aduh maksudnya gini... gimana ya cara jelasinya. Kamu mau lihat Tata dikirim kesana."

"Abang nggak percaya sama aku ya"

"Maksud Abang bukan gitu."

"Secara nggak langsung Abang bilang kalau Abang itu nggak percaya sama aku."

My guardian angelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang