23.

1.2K 110 6
                                    

Tata pov.

Ini sudah empat hari sejak kepergian Adis. Rumah menjadi sangat sepi,

Oh ya! Aku masih tinggal disini. Tentu saja karna paksaan Adis dan Tante Rahma.

Aku bahkan masih sangat ingat pesan gadis itu saat kami mengantarnya kebandara, bahwa aku harus tetap menjaga kesehatanku, dan tetap tinggal disana.

Sedikit aneh, tapi aku malah menjadi semakin dekat dengan Tante Rahma. Dia sering bercerita menghawatirkan keadaan Adis disana, mengingat gadis itu baru pertama kalinya jauh dari keluarga.

"Sudah siap?," aku menoleh kearah pintu saat suara menenangkan itu ku tangkap dengan telingaku.

Kak Gab disana, berdiri dipintu kamar Adis, yang kini kutempati sendirian. Pernah waktu itu aku mengatakan agar tidak disini, karna itu sama saja merebut kamar Adis. Dan aku tak mau.
Tapi tetap saja, aku berakhir disini.

Aku mengangguk, mematut diriku dicermin sekali lagi. Hampir dua bulan tidak masuk kuliah, aku memutuskan untuk masuk lagi hari ini, meski aku tahu resikonya aku akan bertemu dengan mereka.

"Baikalah, ayo turun. Mama sudah menunggu dibawah," ucapan lembut itu lagi-lagi hanya bisa kubalas dengan anggukan.

Aku mengikuti Kak Gab, berdiri sejajar denganya,

"Adis menelponku kemarin malam. Dia mengatakan sudah mulai aktif di kampusnya,"

Aku mengangguk. Gadis itu juga menelponku.

"Apa kakak sudah melakukan yang terbaik?," lirihnya.

Aku menepuk bahu itu pelan, seperti kami sudah sangat akrab.

"Kakak tahu sendiri jawabanya."

Kami melewati sarapan seperti biasa, bertukar cerita, atau sekedar membahas hal-hal yang setidaknya tidak menciftakan keheningan dimeja makan ini. Meski begitu, tetap saja ada yang kurang, karna pemilik kursi didepanku tidak ada.

Tidak ada yang adu mukut dengan Kak Gab.

Tidak ada lagi yang menceritakan tengang lelaki kadal itu.

"Aku harus turun, Kak!," ucapku dengan seidikit kesak; akhirnya setelah puas memeriksa seluruh isi tas ku, mempertanyakan segala macam hal yang memang harus ku bawa, Kak Gab mengangguk.

Dia sudah seperti petugas dibandara, yang memeriksa isi koper penumpang, apakah membawa barang yang berbahaya atau tidak.

Oh ya! Dia mengantarku ke kampus hari ini, meski tadi sudah kutolak.

Melihat kekiri kanan, mencari keberadaan seseorang, karna tidak ada aku langsung turun, menunggu mobil kak Gab menghilang dibalik gerbang.

Sempat melayangkan lambaian alay, yang dibalas kekehan kak Gab.

Bangunan menjulang itu, sudah beberapa minggu, tak pernah kulihat dengan mata telanjang. Jalan menuju fakultas ku. Bagaimana dengan keadaan kelas yang kukosongkan juga.

Tak tahu bagaimana tatapan mereka, melihat kehadiranku lagi.

Yang membuatku bingung sekarang, siapa yang harus ku sapa, tak ada lagi wanita yang mengajak ku kekantin, atau menghabiskan sepanjang lorong dengan bercerita padanya.

"Ta!," baru ingin melangkah saat mendengar teriakan seseorang memanggil namaku, cukup terkejut, dan mengira-ngira siapa itu.

Aku jadi menyesal menoleh, saat malah mendapati sik pria brengsek David playboy.

Dia berjalan mendekat kearahku,dengan tas yang hanya dipasangnya pada bahu sebelah kananya saja. Dia terlihat tampan. Sayang sudah kucoret dari daftar orang yang harus kubaiki. Sepertinya dia baru datang, mengingat saat ini kami malah berdiri tepat didepan gerbang,

My guardian angelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang