part 8.

1.4K 109 2
                                    

Tata pov.

Kekuasaan yang dimiliki seseorang itu lebih berbahaya, dibandingkan dengan benda yang mereka miliki dan gunakan untuk melukai seseorang.

Nyatanya jabatan yang tak berwujud itu, memiliki pengaruh begitu besar. Hanya dalam beberapa ucapan, maka sesuatu yang tak kamu kira akan terjadi padamu, terjadi dalam sekejab.

Seperti yang sekarang terjadi padaku.

Hampir beberapa hari sudah berlalu sejak keinginan Ayah memindahkanku, dan sejak saat itu pula yang menjadi habitat tetapku adalah, ruangan yang sejak Sd itu selalu kutempati kala malam mulai datang menyapa.

Kekampus, aku tak pernah mengunjungi gedung bertingkat itu selama beberapa hari ini, keputusan Ayah benar-benar tak bisa kuterima.

Berharap dengan genjatan senjata yang sedang kulakukan bisa merubah keputusan,ternyata tidak.

Kakak ku yang_
AHHHHH, kenapa aku tak bisa berhenti menyebutnya sebagai kakak.

Wanita yang menjadi penyebab utama keputusan Ayah, wanita itu masih saja memandang kasihan padaku. Tidak peka apa, gara-gara dia aku seperti ini.

Bertutur sapa saja denganya, rasanya lidahku berat hanya untuk mengatakan 'Hi' saja. Dia bahkan belum meminta maaf, atau setidaknya berusaha membujuk Ayah agar tidak jadi mengirimku.

Aku marah pada seisi rumah ini, berhari-hari setelah kejadian itu, aku benar-benar menjadi wanita yang hemat bicara. Bahkan mendengar ucapan Ayah saja tidak.

Bang Alvin,dia menjadi rutin mengunjungiku.

Cihh... saat waktu seperti ini saja dia bersikap seperti itu.
Liciknya, rasanya kadar keakrabanku dengan Bang Alvin, Menurun secara dratis. Melihatnya saja, membuatku sakit hati, mengingat dia satu-satunya orang yang kupercayai juga tak menginginkan kehadiranku.

Apalagi tamparan itu...
Masih membekas sampai saat ini.

Semua genjatan senjata yang kulakukan, ternyata tak memberikan efek apapun bagi Ayah. Buktinya pagi ini, diruang makan dia malah mengungkit kembali hal-hal itu...
Dan yang lebih parahnya, hanya dalam beberapa hari saja,Ayah sudah selesai mengurus semuanya. Mulai dari perpindahanku, kampus mana yang menjadi tempatku belajar kali ini, lalu jurusan, juga tempat tinggal, yang membuatku malah mengingat wanita yang merupakan adik dari Ayah yang membenciku.

"Ayah sudah siapkan semuanya. Kamu akan berangkat besok pagi. Tinggalah bersama Etiq disana. Ayah sudah mengabarinya,"

Kunyahan dalam mulutku seakan berhenti berproses, kala mendengar hal itu,

"Al," dipikiranku Ayah pasti tengah melihat kearah Bang Alvin, aku tak mau mengangkat wajahku, "kamu lagi kosong kan besok. Anterin Tata kemalang."

Aku tak mau tahu, apa Bang Alvin mengangguk atau menggeleng. Kemarin malam saja aku tak mau membuka pintu kamarku saat dia datang.
Entah kenapa, amarahku begitu bertumpuk pada Bang Alvin, sebenarnya bukan marah sih,hanya kecewa karna dia mengikuti keputusan Ayah, dan juga tak mempercayaiku.

"Kalian mau ikut?"

"Tari nggak bisa, ada kuliah pagi besok."

"Adit juga. Sebenarnya pengen nganter Tata sih, tapi besok ada ulangan," Adit mulai sedikit peduli padaku, mungkin karna masalah yang sedang kualami. Dia sering sekali, menawariku apapun. Sering bersikap lembut, hanya saja dia tidak mau menghilangkan sifat kurang ajarnya, yang selalu memanggilku tanpa embel-embel Kak. Jika saja waktu itu, aku sedang tidak kacau saat mendengar dia memanggilku Kakak mungkin aku akan mengadakan syukuran bersama anak yatim. Tapi anehnya, kepedulian Adit yang malah membuatku marah, dan malah memasukkannya kedalam anggota yang menerima genjatan senjata dariku. Dia hanya peduli saat aku sudah akan pergi saja.

My guardian angelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang