27

1.3K 112 7
                                    

Tata pov

"Jangan beritahu Adis, kita kasih dia suprise,"

Aku masih ingat perkataan Kak Gab dua hari lalu, dimana kita mememutuskan untuk pergi, dimana aku mengikuti perkataan Kak Gab yang tak akan mengungkit pasal kepergian kita kesana didepan Adis.

Tapi sekarang?

Tepat dibandara singapura, kami berdua dibuat melongo ditengah keramaian orang. Bahkan Kak Gab yang selalu terlihat Cool itu tampak seperti orang dungu.

Hanya karna seorang gadis yang tengah berkacak pinggang ditempat biasa orang menunggu kedatangan seseorang dari luar, menatap kearah kami dengan kesal.

"Lama banget sih, kalian ngapain aja?,"

Adis menggerutu menghampiri kami berdua yang tak kunjung bergerak,

Siapa yang memberitahu dia tentang kedatangan kami?

Aku tidak pernah, Kak Gab juga?

Kami sudah merencanakan banyak hal cara mengejutkan Adis didalam pesawat tadi.

Alih-alih mengejutkan, kami yang malah terkejut disini.

"Kenapa nggak bilang sih kalau mau kesini,"

"Rencananya mau ngejutin Lo,"
Rencana tingga rencana.

Aku mendengar Adis terkekeh,

"Kalaupun mau mengejutkan aku, seharusnya kalian kasih tahu mama. Biar dia nggak nelpon pagi buta tadi. Dan nyuruh aku nunggu kalian disini."

Sudah ketebak. Siapa lagi yang akan memberitahu Adis.

Seharusnya memang kami memberitahu Tante Rahma, agar dia tidak keceplosan dan mengatakanya pada Adis.

Mengenai wanita itu, tidak ada yang berubah pada fisiknya. Kami masih bisa mengenalinya. Tubuh nya masih tetap melekat.

"Tumben-tumbenan juga Kak Gab mau liburan. Biasanya lebih suka dirumah sakit,"

"Lagi bosen. Nggak bersyukur banget ya Kakak jenguk kesini,"

Kami berdua tertawa, karna nada jengkel Kak Gab. Apalagi saat Adis menanyakan hal yang absurd sekali, "Ta lo kasih makan apa sih Abang gue disana, kok jadi kayak gini,"

"Nggak tahu juga, gue aja udah bosen makan hati."

Dan lagi, kami berdua tergelak, saat mata Kak Gab memandangku tajam sekaligus kesal, kearah Adis juga.

___

"Kamar apartemen ini cuma ada dua, nanti Kak Gab tidur disana, terus Tata tidur sama aku,"
Adis menjelaskan Bak seorang instruktur, saat kami baru saja memasuki kawasan apartemen.

Hari sudah mulai senja, disingapura,

Matahari bergerak turun, dan aku ingin sekali melihatnya dari sini, dari lantai 24 dimana letak apartemen Adis.

Bangunan dengan lantai tiga puluh delapan ini, Aku sempat berpikir, kenapa bisa berdiri tegak dan tidak mengalami kemiringan, lalu jika badai menerpa apa bangunan ini masih tetap berdiri,

Seharusnya dulu aku mengambil jurusan tekhnik sipil, hingga sekarang aku tak perlu bertanya-tanya kenapa bangunan setinggi itu bisa berdiri kokoh.

"Kalau gitu kakak mandi dulu, gerah," Kak Gab menatap ke arah Adis, kemudian beralih padaku, "kamu juga mandi gih. Istirahat juga," ucapnya sambil mengusak puncak kepalaku, hobinya.

Dari sudut mata aku dapat mrlihat Adis memicingkan mata, menatapku penuh selidik. Sedari tadi, sepanjang perjalanan kesini aku sudah menerima tatapan itu, saat Kak Gab terus memegang tanganku. Sudah beberapa kali memperingati, agar dia melepaskan, tapi dasar Kak Gab, dia suka sekali membuatku kesal , hingga tak mau melepaskan, yang lebih menyebalkan lagi, dia menatapku penuh olok dengan cengiran tanpa dosanya. Tak bisakah dia menyadari jika adiknya sudah ingin mengulitiku, membunuhku dengan tatapan tajam,

My guardian angelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang