18.

1.2K 105 3
                                    


"Dis, lo...lo bisa jemput Gue nggak??," suara parau dan bergetar itu keluar dari mulut Tata. Ia memeluk tubuhnya, duduk dipojok kafe yang tak sengaja dimasukkinya tadi.
kafe dengan nuansa modern, yang tak ingin diterangkanya. lagi pula siapa yang  akan mau menjelaskanmu panjang lebar tentang tempat disaat hatimu dalam keadaan kacau.

"Loh,  emang Lo dimana?," timpal Adis.

suara bising terdengar, tapi Tata masih bisa mendengar dengan jelas apa yang diucapkan Adis.

"Gue dijakarta. bisa sekarangkan. pliss Dis,,,"

"Aduh,,, Gue lagi di bogor sih ni. deket-deket dikitlah. Tapi lagi ada Acara. gimana dong."

"yaudah kalau Lo nggak bisa,"

"Atau gue suruh pak rahman aja ya yang jemput Lo. tapi dia lagi di Malang. nggak papa kan nunggu lama ."

tak ada pilihan lain. bisa saja Ia berangkat ke stasiun untuk membeli tiket. tapi tenaganya habis, Tubuhnya terasa lemas untuk berjalan. hari juga sudah mulai senja, beberapa jam lagi malam akan menyambut dan Ia tak tahu harus berbuat apa.

"nggak apa-apa Dis."

"lo line gue alamat lo sekarang ya."

Tata mengangguk yang tentu tidak diketahui oleh Adis.

"Ta,, Lo baik-baik aja kan???"

"gue Oke. tapi Gue mau pulang Dis. "

bohong. isakan yang tertahan dan tubuh bergetar, bisakah itu disebut baik-baik saja???

"oke. Lo ceritanya nanti aja. gue telpon pak rahman dulu. lo tunggu aja. "

"sory ya, sekali ini aja gue ngerepotin Lo."

Tata menutup telponya masih dengan tangan bergetar. jika saja kafe tempatnya saat ini tidak ramai, mungkin wanita itu sudah berteriak marah saat matanya kembali melihat photonya dengan Abas.

sial. laki-laki pembohong itu benar-benar berhasil mengacaukanya. senyum yang selalu disukainya sekarang membuatnya jijik.

hahaha....

kepalan tanganya memukul dadanya pelan, berpikir rasa sesak itu akan berkurang. nyatanya tak bergeser secuilpun. pukulan itu tak memberikan efek. hanya pengalihan perhatianya agar tak terlalu mengingat percakapan Abangnya dan juga lelaki itu.

Ia menatap kearah luar jendela. suara bising yang dapat Ia dengar tak ada yang mampu mengalahkan suara percakapan Abas tadi yang masih saja mengiang dalam otaknya. Ia memejamkan matanya sejenak, berharap itu hanyalah mimpi. berharap Ia terbangun dikamar hotel yang ditidurinya kemarin. atau jika itu tidak bisa, setidakanya suara-suara itu hilang. suara-suara mereka yang seperti menertawakanya. 

Tata menghela nafasnya lagilah.Dia harus diam disini menunggu jemputan, tak ada lagi tempat yang bisa Ia tuju.

Ahhhh... bohong jika mengatakan tak ada tempat yang bisa Ia tuju.

nyatanya...

hotel yang kemarin tempatnya menginap, jika ingin Ia bisa saja kembali kesana. tentu saja dengan resiko bertemu dengan laki-laki itu. dan hal itulah yang tak dinginkan Tata.

toh juga tak ada barang berharga yang ditinggalnya disana. karna tak sempat mengepak koper kecilnya, gadis itu memilih membawa tasnya yang berisi barang-barang berharga. mungkin hanya charger dan juga beberapa lapis pakaian yang masih tersisa disana.

dan jangan lupakan, letak rumah yang selalu diingatnya. tinggal hampir sepanjang usianya tak akan mungkin bisa membuatnya lupa rumah Ayahnya itu. dan lagi, Tata tak mau kesana. entah untuk alasan apa yang tak bisa dugambarkanya.

My guardian angelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang